Mencari Tahu
Catatan Ibadah ke-1
Minggu 27 Mar 2022
Matius 26:38
lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati
rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku."
Ternyata semasa hidupnya sebagai manusia Tuhan Yesus bukan hanya hidup dengan iman. Di Taman Getsemani Dia tidak menyangkal perasaan-Nya. Dia akui kesedihan ekstrimnya itu di depan para murid-Nya. Untunglah para murid-Nya tidak ada yang bertanya: "Bagaimana Guru bisa merasa seperti itu? Bukankah Guru selalu mengajar kami untuk beriman?" Sebagai perwujudan iman, di dalam kesedihan-Nya Yesus berdoa kepada Bapa.
Ketika berdoa, Yesus yakin bahwa Bapa telah mendengarkan segala perasaan yang berkecamuk di hati-Nya. Jadi, iman tidak meniadakan perasaan-Nya. Karena yakin didengarkan, hati-Nya menjadi lega dan Dia beroleh kekuatan untuk meminum cawan-Nya. Jadi, Dia beroleh kekuatan bukan dengan menyangkali perasaan-Nya. Iman membantu-Nya mengelola perasaan. Yesus juga pernah bawa perasaan marah hingga membuat-Nya bawa perubahan di bait Allah.Matius 21:12-13
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan
mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan
meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada
mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan
disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."
Lalu mengapa kita tidak boleh melakukan hal yang sama? Ketika sedih, marah, kecewa, gembira, atau memendam perasaan lain, apa salahnya membawa semua perasaan itu? Beberapa teman pernah bertanya kepadaku: "Apa wajahmu tetap datar begitu ketika kamu sedang sedih? Apa kamu tidak bisa marah?" Hehehe... aku percaya bahwa Tuhan bukan hanya memberi iman, tetapi Dia juga memberi perasaan.
Bahkan, aku selalu hidup dengan perasaan dan mengambil keputusan dengan perasaan. Namun, tentu saja aku lebih suka menceritakan perasaanku kepada Tuhan daripada manusia agar perasaanku tetap menjadi kekuatanku karena tersembunyi di dalam Kristus... xixixi...
~ Pdt. Sukirno Tarjadi: "Berdoa dengan sungguh-sungguh dan yakin. Doa itu harus melibatkan emosi dan perasaan kita. Doa itu harus melibatkan hati dan pikiran kita. Doa harus menjadi andalan kita." (Bertempur sambil Berlutut)~
Jadi, apa gunanya hidup dengan iman tanpa perasaan? Sekalipun hidup dalam iman, kita tetap harus memeluk perasaan kita. Apa gunanya memiliki iman sebesar gunung jika tidak memiliki perasaan?Roma 12:15 Bersukacitalah dengan orang yang
bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
Perasaan membantu kita berkata-kata dengan hati agar tak sampai melukai perasaan sesama. Perasaan membantu kita berempati dan bukan sekedar bersimpati. Perasaan membantu kita lebih cepat mendengar daripada berbicara. Perasaan membantu kita mengingat banyak hal secara tahan lama.
Jim Kwik: "Saat belajar, keadaan emosi yang Anda alami akan membantu Anda mengunci informasi atau keterampilan ke dalam memori jangka panjang Anda. Dengan kata lain, informasi yang terikat dengan emosi menjadi tak terlupakan."
Tanpa perasaan hidup akan menjadi hambar. Tanpa perasaan tak akan ada perubahan. Tanpa perasaan ada banyak hal yang akan terlupakan dengan cepat. Perasaan bukan untuk disia-siakan dan disingkirkan. Perasaan hanya perlu dikelola dan disinergikan dengan iman agar hidup semakin berwarna.
Apa kau masih mempunyai perasaan? Ayo baper! Ayo bawa perubahan! Begitulah Bunda Teresa membawa perubahan dengan menggunakan kekuatan perasaannya. Perasaan inilah yang bisa membuat perbedaan dalam hidup manusia.
Filipi 4:10 Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.
0 komentar:
Post a Comment