Sunday, May 2, 2021

Warisan dari Tuhan ~ Pdt. Stefanus Sujono (Yogyakarta)

Warisan dalam Keluarga
Catatan Ibadah ke-2 Minggu 2 Mei 2021

Ada sebuah cerita lama tentang raja Syrus. Tentara raja Syrus berperang untuk menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya dan berhasil, tetapi mereka gagal menaklukkan wilayah Selatan. Di wilayah itu ada kepala suku yang bisa strategi perang dan tentaranya sangat menghormati dia sehingga rela mati untuknya. Maka, raja Syrus turun tangan sendiri dengan mengerahkan segenap tentaranya.

Karena tentara raja Syrus lebih banyak daripada tentara kepala suku itu, akhirnya kepala suku Cagula berhasil ditaklukkan. Lantas dia dan isterinya dibawa ke Syrus. Di sana mereka diadili oleh raja Syrus dan diputuskan akan dihukum mati. Namun, raja itu juga segan terhadap Cagula sehingga dia berkata: "Saya akan mengajukan pertanyaan dan jika kamu bisa menjawabnya, kamu bisa tetap hidup."

Raja pun bertanya: "Jika kamu kuberi kesempatan hidup, apa yang akan kamu lakukan untukku?" Lalu Cagula menjawab: "Aku akan mengabdi kepada raja seumur hidupku." Kemudian raja bertanya lagi: "Jika isterimu juga kuberi kesempatan hidup, apa yang akan kamu berikan kepadaku?" Cagula menjawab: "Nyawaku akan kuberikan untuk raja." Karena raja sangat puas dengan jawabannya, mereka tidak jadi dihukum mati dan Cagula pun diangkat sebagai gubernur yang memimpin wilayah Selatan.

Di dalam perjalanan pulang ke Selatan Cagula berkata kepada isterinya: "Pengadilan raja Syrus benar-benar megah, berlapis emas, dan istananya juga, berlapis mutiara pula." Isterinya menjawab: "Aku tidak tahu. Aku tidak melihat semua itu." Cagula terheran-heran: "Masa kamu tidak melihatnya?" Isterinya berkata: "Tadi aku hanya melihat seorang pria yang rela mati untukku." Rupanya isteri Cagula tidak melihat kemewahan raja Syrus karena kemegahan yang dilihatnya hanyalah kesetiaan pria itu.

PENGAMPUNAN

Roma 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Tuhan mati untuk kita bukan pada saat kita menjadi baik. Tuhan mati untuk kita ketika kita masih mengepalkan tangan dan memberontak kepada-Nya. Karena Dia sudah mengampuni kita, seharusnya kita juga mengampuni sesama. Teladan pengampunan yang pak Stefanus miliki adalah ibu mertuanya. Sekalipun bapak mertuanya tidak setia, isterinya dan keempat kakaknya tetap menghormati dia karena teladan dari ibu mertuanya.

Ketika remaja, banyak pemuda mengejar-ngejar isterinya. Sebagai anak muda, dia pun ingin berpacaran dan hura-hura seperti remaja lainnya, tetapi keinginan itu hanya muncul sesaat dan langsung hilang karena ada teladan baik dari ibu mertuanya. Pada akhirnya ibu mertuanya berhasil membuat suaminya berbalik kepada Tuhan.

Suatu kali pak Stefanus juga diminta memimpin doa di ibadah penghiburan. Di tengah kedukaan itu dia mendengar cerita dari isterinya. Dia sempat minta didoakan agar kuat hidup sendiri sebagai single mother karena ingin bercerai dari suaminya yang begitu peduli dengan penampilan, tetapi tidak mau bekerja dan tidak mau mengurus anak. Semua urusan rumah tangga diserahkan kepadanya sehingga ada atau tanpa suami pun sama saja. Namun, pak Stefanus melarangnya bercerai sehingga dia minta didoakan agar kuat menghadapinya.

Beberapa waktu kemudian tiba-tiba suaminya meminta maaf kepadanya dan juga anak-anaknya. Sekitar dua bulan sesudah perubahannya itu kaki suaminya sakit lalu lama kelamaan semakin parah hingga akhirnya meninggal. Ketika suaminya meninggal, anaknya berkata: "Untung papa meninggal sebagai orang baik." Kata-kata ini selalu diingatnya. Mereka tak bisa membayangkan keadaan pria itu jika meninggal sebagai orang jahat.

Lantas wanita itu berkata kepada pak Stefanus: "Untung saat itu saya tidak jadi bercerai karena mendengarkan firman dari bapak. Andai setahun lalu saya bercerai darinya lalu dia meninggal, aku tak tahu harus bagaimana." Bahkan, teman-temannya yang non Kristen pun berkata: "Semua perkataan pak Stefanus benar semua." Ini karena pak Stefanus berbicara sesuai firman sehingga hadirat Tuhan melawat mereka semua.

BUKTI KEBESARAN-MU
Tuhan Kau sempurna dalam rencana-Mu dan karya-Mu. Kuserahkan hidupku murnikan dengan roh-Mu.
Hidupku menggenapi firman-Mu. Tanda mujizat sertai tiap langkahku. Kau bersamaku, di dalamku jadi bukti kebesaran-Mu.

Imanuel hadir di dalam keluarga. Imanuel berarti Allah beserta kita, bukan Allah beserta saya.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.