Sunday, May 2, 2021

Warisan dalam Keluarga ~ Pdt. Stefanus Sujono (Yogyakarta)

Catatan Ibadah ke-2 Minggu 2 Mei 2021

Amsal 13:22 Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar.

Jika Anda orang baik, Anda pasti meninggalkan warisan kepada anak cucu. Begitulah firman Tuhan. Namun, warisan tidak selalu berkaitan dengan materi atau harta benda. Seringkali warisan harta benda justru menimbulkan masalah.

Ada seorang pengusaha sukses yang meninggal dunia. Setelah kematiannya ditemukanlah sebuah surat wasiat yang menyatakan bahwa dia mewariskan sebuah pabrik kepada anak bungsunya. Hal ini membuat saudaranya terus menerus menuntutnya di pengadilan. Sekalipun si bungsu selalu menang di pengadilan karena ada bukti hitam di atas putih, rongrongan atau tuntutan pengadilan dari saudaranya tak pernah berhenti. Padahal, dia sudah menghabiskan uang milyaran Rupiah untuk memberi sejumlah uang kepada saudaranya dan menyekolahkan anak saudaranya hingga ke luar negeri. Lantas dia meminta pendapat pak Stefanus terkait hal itu. Ketika disarankan untuk menjual pabrik itu lalu hasilnya dibagi dua, dia tidak mau karena pabrik itu telah menghasilkan ratusan juta tiap bulannya.

Ada pula seorang pengusaha sukses yang hidup segan mati pun enggan. Dia berkata kepada general manager-nya: "Untuk apa saya mengumpulkan harta sebanyak ini jika anak saya tidak pantas diberi warisan karena tidak menghargai orang tuanya?" Namun, jika dia tidak memberi warisan harta kepadanya, dia tidak enak juga karena itu anak. Begitulah warisan harta.

Namun, Tuhan memberikan dua warisan lain yang sesuai karakter-Nya, antara lain:
1. Kesetiaan.
2. Pengampunan.

KESETIAAN

Ada kalanya hal ini pun tidak didapati di dalam keluarga Kristen. Namun, baik kita setia maupun tidak setia, Tuhan tetap setia kepada kita.

2 Timotius 2:13 jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."

Dalam pelayanannya pak Stefanus pernah harus mengubah topik khotbah hingga beberapa kali. Suatu kali di Eropa dia sudah mempersiapkan bahan khotbah. Namun, ketika tiba di gereja, dia melihat sebagian besar jemaatnya adalah wanita. Pria yang hadir hanya pendeta, worship leader, dan beberapa pemain musik, tetapi jemaatnya wanita semua. Ini sebabnya dia harus mengubah topik. Memang pada umumnya kebanyakan jemaat yang hadir di dalam acara doa adalah wanita karena wanita lebih memiliki rasa haus dan lapar akan firman daripada pria, tetapi seharusnya tetap ada beberapa pria.

Kemudian sebelum berkhotbah pak Stefanus diperkenalkan dengan seluruh jemaat yang hadir. Dalam perkenalannya dia mengetahui bahwa sebagian besar wanita dan anak perempuan tersebut adalah korban ketidaksetiaan pria. Suami atau ayah mereka menghilang begitu saja dan tidak mempedulikan mereka. Maka, pak Stefanus membahas tentang keluarga di dalam ibadah tersebut. Jemaat pun terjamah karena hadirat Tuhan melawat mereka.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.