Catatan Ibadah ke-3 Minggu 05 Jan 2020
Nah, ketika menunggu di
depan ruang operasi, tiba-tiba ada bapak yang duduk di seberangku berkata
kepadaku: “Titip anak saya ya.”
Kulihat isterinya baru saja dikeluarkan dari ruang operasi sehingga kuiyakan
saja karena kulihat anak balitanya masih tertidur lelap di kursi. Namun, kenapa
ya dia titip kepadaku dan tidak titip kepada orang lain? Apa wajahku tampak
keibuan? Hehehe... yang benar saja.
Untunglah aku ditemani pembantuku sekalipun dia tidak mengetahuinya. Jadi, jika
sewaktu-waktu aku dipanggil dokter atau perawat, aku bisa minta tolong
pembantuku menjaga anaknya. Namun, tak lama berselang bapak itu sudah kembali
lagi untuk mengambil anaknya. Dia pun amat sangat berterima kasih kepadaku
padahal aku tidak melakukan apa-apa dan hanya duduk diam mengawasi anaknya yang
sedang tidur. Jadi, aku hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum kepadanya...^.^
Biasa aja pak...
Selanjutnya, ketika
operasi selesai dilakukan, perawat memanggil keluarga mama. Kebetulan aku
selalu maju duluan. Kupikir aku diminta menebus obat lagi atau dimintai selimut
atau baju ganti mama. Namun, hal tak terduga terjadi. Perawat menyodorkan
sebuah baskom stainless steel di
depan mataku seraya menunjuk ke dalam baskom sambil berkata: “Ini penyakitnya dan ini rahimnya.”
Hih... kok tidak bilang dulu kalau mau menunjukkan hal mengerikan ini?
Duh, untung aku tidak sampai mual ketika melihat gumpalan daging
berwarna pink campur putih dengan guratan biru dan merah. Dia pun bertanya: “ini mau dites atau tidak?” Buru-buru
kukatakan untuk mengetesnya di laboratorium untuk mengetahui penyakitnya jinak atau
ganas. Aku berharap tidak perlu melihatnya lagi karena sudah diambil oleh pihak
laboratorium. Namun, beberapa jam kemudian dia memanggilku lagi dan menyodorkan
sebuah tas kresek hitam berisi kantong plastik. Di dalam kantong plastik kulihat
gumpalan daging tadi bercampur air. Hih... kok diberikan padaku? “Ini diapakan? Apa tidak dites?”,
tanyaku kepada perawat. Dia menjawab: “Tadi
sudah diambil seperempat dan ini sisanya boleh dikuburkan atau dibuang.”
Alamak, mengapa bukan rumah
sakit yang mengurusnya? Lantas kusodorin bungkusan hitam itu kepada memeku,
papaku, titiku, dan pembantuku, tetapi tidak ada yang mau melihat isinya
padahal tadinya titiku minta difotokan. Ogah ah... aku paling tidak suka menyimpan hal-hal buruk, sekalipun hanya foto
tumor. Jika tidak disimpan, tentu lebih cepat dilupakan dan rasanya lebih baik
cepat dilupakan saja. Namun, akhirnya memeku
mau melihat isinya sejenak karena dia penasaran.
Ketika melihat kami
seperti itu, tiba-tiba penunggu pasien lain yang baru saja selesai operasi sesar
berkata kepadaku: “Kalau mau dicucikan
rumah sakit, bawa ke sana dan bayar seratus ribu.” Kataku kepadanya: “Bukan bu. Ini bukan ari-ari. Ini tumor. Apa
ibu mau lihat?” Ibu itu terlihat merasa ngeri dan buru-buru menolaknya
sembari berkata: “Kok besar ya? Segitu
besarnya kok baru tahu? Apa tidak merasa sakit?” Kujelaskan bahwa kami baru
mengetahuinya setelah timbul pendarahan atau menstruasi selagi sudah menopause
selama kurang lebih 9 tahun. Namun, mama tidak merasakan sakit sama sekali.
Selanjutnya, kami masih
harus berjuang menghadapi masa pemulihan. Dokter pun memberikan penyuluhan.
Bersama kami ada sepasang suami isteri dari Bangkalan. Isterinya juga menjalani
operasi kandungan pada hari yang sama dengan mama. Karena janinnya berada di
luar rahim, terpaksa janinnya harus dikebumikan. Namun, kulihat wajah mereka berseri-seri. Oh, mereka sungguh kuat ya. Dokter
berkata kepada mereka: “Dari Bangkalan
kalian jauh-jauh kemari? Perutmu bisa pecah, tetapi untung Tuhan masih
melindungimu.” Jadi, dia dan mama sama-sama operasi untuk membuang penyakit
dari luar rahim pada hari yang sama.
Lantas dokter bertanya: "Mau
sembuh 2 minggu atau 2 bulan?" Tentu saja 2 minggu. Mana ada yang
mau sakit berlama-lama? Eh, ada pula yang pernah minta 2 hari, tetapi dokter
berkata: "Kalau 2 hari, saya angkat
tangan dan harus panggil Limbad dulu, tetapi sayangnya dia bukan dokter...
wkwkw..." Dokternya sangat sabar dan suka bercanda pula.
0 komentar:
Post a Comment