Monday, January 6, 2020

Segala Perkara Dapat Kutanggung

Saksi Mata
Catatan Ibadah ke-3 Minggu 05 Jan 2020

Nah, ketika menunggu di depan ruang operasi, tiba-tiba ada bapak yang duduk di seberangku berkata kepadaku: “Titip anak saya ya.” Kulihat isterinya baru saja dikeluarkan dari ruang operasi sehingga kuiyakan saja karena kulihat anak balitanya masih tertidur lelap di kursi. Namun, kenapa ya dia titip kepadaku dan tidak titip kepada orang lain? Apa wajahku tampak keibuan? Hehehe... yang benar saja.

Untunglah aku ditemani pembantuku sekalipun dia tidak mengetahuinya. Jadi, jika sewaktu-waktu aku dipanggil dokter atau perawat, aku bisa minta tolong pembantuku menjaga anaknya. Namun, tak lama berselang bapak itu sudah kembali lagi untuk mengambil anaknya. Dia pun amat sangat berterima kasih kepadaku padahal aku tidak melakukan apa-apa dan hanya duduk diam mengawasi anaknya yang sedang tidur. Jadi, aku hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum kepadanya...^.^ Biasa aja pak...

Selanjutnya, ketika operasi selesai dilakukan, perawat memanggil keluarga mama. Kebetulan aku selalu maju duluan. Kupikir aku diminta menebus obat lagi atau dimintai selimut atau baju ganti mama. Namun, hal tak terduga terjadi. Perawat menyodorkan sebuah baskom stainless steel di depan mataku seraya menunjuk ke dalam baskom sambil berkata: “Ini penyakitnya dan ini rahimnya.” Hih... kok tidak bilang dulu kalau mau menunjukkan hal mengerikan ini?

BerbahagialahDuh, untung aku tidak sampai mual ketika melihat gumpalan daging berwarna pink campur putih dengan guratan biru dan merah. Dia pun bertanya: “ini mau dites atau tidak?” Buru-buru kukatakan untuk mengetesnya di laboratorium untuk mengetahui penyakitnya jinak atau ganas. Aku berharap tidak perlu melihatnya lagi karena sudah diambil oleh pihak laboratorium. Namun, beberapa jam kemudian dia memanggilku lagi dan menyodorkan sebuah tas kresek hitam berisi kantong plastik. Di dalam kantong plastik kulihat gumpalan daging tadi bercampur air. Hih... kok diberikan padaku? “Ini diapakan? Apa tidak dites?”, tanyaku kepada perawat. Dia menjawab: “Tadi sudah diambil seperempat dan ini sisanya boleh dikuburkan atau dibuang.”

Alamak, mengapa bukan rumah sakit yang mengurusnya? Lantas kusodorin bungkusan hitam itu kepada memeku, papaku, titiku, dan pembantuku, tetapi tidak ada yang mau melihat isinya padahal tadinya titiku minta difotokan. Ogah ah... aku paling tidak suka menyimpan hal-hal buruk, sekalipun hanya foto tumor. Jika tidak disimpan, tentu lebih cepat dilupakan dan rasanya lebih baik cepat dilupakan saja. Namun, akhirnya memeku mau melihat isinya sejenak karena dia penasaran.

Ketika melihat kami seperti itu, tiba-tiba penunggu pasien lain yang baru saja selesai operasi sesar berkata kepadaku: “Kalau mau dicucikan rumah sakit, bawa ke sana dan bayar seratus ribu.” Kataku kepadanya: “Bukan bu. Ini bukan ari-ari. Ini tumor. Apa ibu mau lihat?” Ibu itu terlihat merasa ngeri dan buru-buru menolaknya sembari berkata: “Kok besar ya? Segitu besarnya kok baru tahu? Apa tidak merasa sakit?” Kujelaskan bahwa kami baru mengetahuinya setelah timbul pendarahan atau menstruasi selagi sudah menopause selama kurang lebih 9 tahun. Namun, mama tidak merasakan sakit sama sekali.

Selanjutnya, kami masih harus berjuang menghadapi masa pemulihan. Dokter pun memberikan penyuluhan. Bersama kami ada sepasang suami isteri dari Bangkalan. Isterinya juga menjalani operasi kandungan pada hari yang sama dengan mama. Karena janinnya berada di luar rahim, terpaksa janinnya harus dikebumikan. Namun, kulihat wajah mereka berseri-seri. Oh, mereka sungguh kuat ya. Dokter berkata kepada mereka: “Dari Bangkalan kalian jauh-jauh kemari? Perutmu bisa pecah, tetapi untung Tuhan masih melindungimu.” Jadi, dia dan mama sama-sama operasi untuk membuang penyakit dari luar rahim pada hari yang sama.

Lantas dokter bertanya: "Mau sembuh 2 minggu atau 2 bulan?" Tentu saja 2 minggu. Mana ada yang mau sakit berlama-lama? Eh, ada pula yang pernah minta 2 hari, tetapi dokter berkata: "Kalau 2 hari, saya angkat tangan dan harus panggil Limbad dulu, tetapi sayangnya dia bukan dokter... wkwkw..." Dokternya sangat sabar dan suka bercanda pula.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.