Catatan Ibadah ke-1
Minggu 01 Des 2019
Jika aku
mempercayai kebohongan iblis, aku pasti menolak tinggal di rumah nomer 4 dan
juga menolak ketika mamaku ditaruh di kamar nomer 4 karena beberapa orang
Tionghoa selalu beranggapan bahwa angka 4 itu identik dengan kematian. Padahal,
di dalam hidupku angka 4 identik dengan mujizat. Rumahku yang bernomer 4 pun telah
menjadi saksi mujizat Tuhan dari amukan si jago merah.
Di kamar pasien
nomer 4 pun aku berjumpa dengan sepasang suami isteri yang luar biasa. Sekalipun mereka
tidak mengenal Yesus, mereka telah terbiasa menghadapi berbagai tantangan dalam
hidup mereka dengan humor atau canda tawa. Isteri (67 tahun) dan suami (76
tahun). Isteri menyatakan bahwa dia telah 4 kali operasi. Sebelumnya dia sudah
pernah kena tumor jinak hingga kandungan pun harus diangkat. Kali ini dia pun baru
saja selesai operasi sinusitis.
Dia bercerita
bahwa kali ini dia sebenarnya enggan operasi lagi karena sudah pernah 3 kali
operasi atas kasus berbeda-beda. Untuk operasi kali ini, dia berkata kepada
dokter: “Kalau hidung dioperasi, nanti
saya tidak cantik lagi dok.” Namun, dokter menjawab bahwa operasinya kecil
saja. Maka, akhirnya dia mau dioperasi lagi. Hasilnya memang bagus karena bekas
operasi tidak terlihat. Kok bisa ya? Bagaimana caranya? Si bapak pun berseloroh
bahwa sebenarnya dia mau ikut masuk ke ruang operasi karena ingin mengetahui
prosesnya, tetapi dilarang dokter. Maka, tak ada yang mengetahui proses
operasinya dan yang penting beres… hehehe…
Bapak itu
pun bercerita bahwa dulu dia pernah ditabrak taxi hingga leher tidak bisa digerakkan,
tetapi dia tidak meminta ganti rugi karena kasihan kepada sopirnya. Kakinya pun
pernah sakit hingga susah digerakkan. Telinganya pun pernah terganggu karena
seperti mendengar gemeretak suara hewan dan dokter tidak menemukan penyebab
sakitnya. Lantas dia mencari pengobatan alternatif di koran dan berhasil
menemukan tabib Cina. Setelah meminum ramuan resep akar-akaran yang harus
direbus, dia pun sembuh padahal baru minum 2 bungkus dari 5 bungkus yang telah
diresepkan.
Lantas
isterinya langsung mengatakan bahwa dia tidak suka pengobatan tabib Cina karena
jamunya selalu pahit. Mamaku langsung setuju akan hal itu dan segera bertanya
kepada bapak itu: "Kalau ibu
menolak minum jamu pahit, apa bapak paksa dia tetap minum?" Jawab
bapak itu: "Tidak. Terserah dia
sendiri."
Mama langsung
berkata kepadaku: "Kalau papamu,
maksa." Batinku (karena ada bapak itu): "Kok dibandingin sich? Papa itu pilihan mama sendiri."
Dulu mama sudah pernah kubilangi seperti itu, tetapi dia menjawab: "Waktu berkenalan, papamu itu kelihatan
kalem." Hehehe... kenalannya kurang lama tuh. Karena sudah terlanjur,
ya udah fokus sama kelebihannya saja. Sejelek-jeleknya orang, tetap ada
kelebihannya kok.
0 komentar:
Post a Comment