Catatan
Ibadah ke-1 Kamis 30 Mei 2019
Lantas pria itu bertanya: "Bapak
mau kemana?" Aduh, bau mulutnya tidak enak pula. Bau tembakau. Kalau
naik pesawat, tujuannya ya pasti sama. Mana mungkin di tengah jalan bilang
'kiri' lalu turun dengan parasut? Meskipun demikian, ko Yudi menjawabnya: "ke Surabaya". (Sambil tetap
memiringkan kepala.) Pada momen menjengkelkan ini ko Yudi mendapatkan lagu
'Bapa Kau Setia'.
Jadi, selain kepanasan di dalam pesawat, bau kaki pula. Tak lama
berselang terlihat seorang pramugari memarahi seorang ibu yang tidak mau
menyimpan barangnya di dalam bagasi. Ketika melihat ketidakadilan semacam itu,
mulailah keluar asap dari hidung dan telinga ko Yudi. Mereka sudah membayar
untuk naik pesawat, tetapi mengalami delay,
seharusnya pihak maskapai bersikap baik kepada mereka dan bukannya marah-marah
kepada penumpang. Namun, ko Yudi menahan diri untuk tidak ikut campur.
Beberapa saat kemudian AC pun menyala setelah pesawat mulai terbang,
rasanya sejuk, tetapi bau kaki orang di sebelahnya juga semakin menusuk. Tak
lama kemudian terlihat seorang pramugari tersenyum ke arahnya, tetapi dia tidak
yakin akan hal ini sehingga dia diam saja. Siapa tahu pramugari tersenyum
kepada orang di sebelahnya.
Namun, ternyata pramugari itu mendatanginya dan berkata: "Maaf pastor Yudi, maaf tadi pesawatnya
delay. Saya jemaat Mawar Sharon dan kalau ke Surabaya, saya ikut ibadah jam 10.
Mungkin pastor haus. Ini air minum untuk pastor." Ini pramugari lain,
bukan pramugari yang tadi marah-marah. Ko Yudi pun bersyukur karena tadi tidak
memarahi pramugari. Bagaimana jika tadi dia marah-marah lalu dilihat dari
kejauhan oleh pramugari yang menjadi jemaatnya? Lalu pria di sebelahnya langsung bertanya kepadanya: “Dapat air minum ya?” Ko Yudi menjawab: “Iya, bapak mau?” Pria itu segera merespon: “Iya, mau. Saya haus.” Maka, ko Yudi berkata: “Ya udah, ini untuk bapak saja. Biar saya menelan yang lain.”
Kemudian ko Yudi tidur di pesawat dengan menurunkan sandaran kursinya,
tetapi belum puas tidur, tiba-tiba dia merasakan ketukan pada bagian belakang
kursinya. Kepalanya pun terasa 'duk duk duk'. Kalau orang lelah, biasanya
semakin susah berpikir dan rasanya ingin marah. Hal ini pun berlaku sama
terhadap pendeta.
Meskipun demikian, dia mencoba bersabar dan bertanya kepada orang di
belakangnya: "Ada apa pak?"
Orang tersebut berkata: "Naikkan
sandaran kursinya. Kalau seperti ini, nanti saya tidak bisa keluar."
Ko Yudi merasa berhak menurunkan sandaran kursi karena dia sudah membayar tiket
yang sudah termasuk untuk fasilitas ini. Lagipula salah sendiri jika dia gemuk.
Namun, ko Yudi berusaha sabar sehingga dia pun meluruskan kursinya. Alhasil,
selama 2,5 jam perjalanan dia harus duduk tegak.
Setelah pesawat mendarat ko Yudi disapa oleh seseorang yang duduk sekitar
3 bangku di belakangnya. Ternyata dia pun jemaat Mawar Sharon. Ko Yudi speechless. Di sini Tuhan berkata: "Yudi, perilakumu itu diawasi."
Ko Yudi kembali bersyukur karena tadi tidak marah-marah. Jika tidak, bisa-bisa
jemaat berpikir: "Ko Yudi kalau di
gereja menjadi pendeta, tetapi di luar gereja malah menjadi pendekar."
Lain kali kalau jemaat mau menyapa pendeta, menyapanya di awal saja ya...
wkwwkw...
Jadi, jika saat ini sedang dalam proses, jangan marah-marah atau
mengalami kepahitan. Mungkin saja Tuhan sedang mengurapi orang-orang di
sekitar kita untuk memproses kita. Tuhan tidak terlalu tertarik dengan karunia
karena karunia merupakan pemberian Tuhan. Tuhan tertarik untuk memproses kita
karena proses akan menghancurkan karakter buruk yang masih ada di hidup kita
dan membuat karakter kita semakin indah. Karakter inilah yang bisa kita berikan
kepada-Nya.
0 komentar:
Post a Comment