Monday, March 25, 2019

Ketakutan di Daerah Baru

Daerah Baru (2)
Catatan Ibadah ke-4 Minggu 24 Maret 2019

Andaikata memasuki daerah baru bersama orang-orang yang sudah lama dikenal, tentulah bukan masalah besar. Namun, jika harus ke daerah baru sendirian atau dengan orang-orang yang baru dikenal atau bahkan belum dikenal, ini bisa menimbulkan ketakutan atau kecemasan tersendiri. Bagaimana jika tersesat di jalan atau tidak sampai di tujuan karena tidak mengenali jalan-jalan yang harus kita lalui? Ya, mungkin masih bisa tenang sich karena nanti kita bisa minta dijemput oleh seseorang yang ada di tempat yang akan kita datangi.

Namun, bagaimana jika bertemu orang jahat yang mencuri perbekalan atau alat komunikasi kita? Bagaimana jika kehabisan baterai ponsel di tengah perjalanan? Siapa yang akan menolong kita? Kalaupun ada yang mau meminjamkan ponselnya, bagaimana jika kita tidak mengingat sebuah nomer telepon yang bisa kita hubungi? Tenang, saluran telepon ke Surga akan selalu terbuka 24 jam dan tidak ada nomer khusus yang harus dihafal karena kita cukup berseru: “Bapa” atau “Tuhan” atau “Yesus”.

Selanjutnya, bagaimana jika kita tidak mengenali wajah orang yang menjemput kita? Bagaimana kita bisa mengetahui dengan pasti bahwa kita dijemput oleh orang yang tepat? Bagaimana jika kita salah menerima ajakan orang lain karena mengira dialah orang yang ditugaskan untuk menjemput kita? Hmmm... ternyata dalam situasi semacam ini insting atau suara hatiku cukup membantu dalam pengambilan keputusan. Ketika melihat penjemput asing, tiba-tiba saja bisa langsung yakin bahwa dialah yang bertugas menjemputku. Keyakinan ini pun muncul begitu saja setelah melihat posisi dan ekspresi mereka.

Observant People
Kok bisa ya? Mungkin ini hasil observasi bawah sadar. Misalnya: tadi di gereja ada suatu kejadian yang tak lazim. Ketika kududuk di bangku kiri (anggap saja dekat lorong 2), kulihat ada seorang jemaat di bangku seberang tampak bertanya-tanya kepada orang di sampingnya. Aku tidak mendengar pertanyaannya, tetapi kuamati dia memegang kantong persembahan biru lalu orang di sampingnya menunjuk ke arah usher yang nun jauh (sekitar 3 meter lebih) ada di belakang mereka. Pemegang kantong persembahan pun menoleh ke arah yang ditunjuk, tetapi terkesan enggan berjalan ke arah yang ditunjuk sehingga dia pun tetap duduk di tempatnya sembari memegangi kantong persembahan.

Maka, aku langsung menebak percakapannya semacam ini: “Kantong persembahan ini diberikan kepada siapa?” Lalu dijawab: “Berikan kepada usher di sana.” Kemudian di dalam hatinya mungkin dia berkata: “Jauh juga ya... Ah, lebih baik kutunggu usher-nya datang kemari.” Sementara itu di sisi belakang lorong tersebut kulihat seorang usher pria sedang berbicara dengan seorang usher wanita. Sekilas terlihat bahwa mereka tampak bertanya-tanya. Meskipun suara mereka tak terdengar, kemungkinan besar mereka sedang mempertanyakan kantong persembahan yang kurang.

Tak lama berselang seorang usher wanita nun jauh di seberang lorong 2 alias anggap saja di lorong 3 tampak sedang berjalan maju sambil menoleh ke setiap deretan bangku kirinya. Lantas dari jauh tak sengaja dia melihat ke arahku sehingga aku segera menunjukkan jariku ke arah jemaat di seberangku yang masih tampak memegangi kantong persembahan. Nah, tiba-tiba saja seperti langsung klik. Rasanya seperti mendengar usher wanita tersebut bertanya: “Kantongnya ada di sana ya?” sehingga aku pun menganggukkan kepala padahal kami terpisahkan oleh jarak sekitar 3 meter lebih. Maka, dia bergegas memutar jalan untuk ke lorong 2 sembari memberitahu usher pria yang tadi berbincang dengannya.

Tak lama berselang usher pria segera tiba ke arah yang kutunjukkan dan dia pun segera menemukan kantong persembahan yang dicarinya. Hahaha... tentulah semuanya merasa lega, termasuk jemaat yang bersangkutan. Ini yang kusebut insting hasil observasi dan untung tebakanku benar. Jika sampai salah tebak, ya dijadikan pelajaran saja... hahaha...

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.