Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 03 Mar 2019
Dulu teman SD yang tidak masuk sekolah pernah berbohong kepada guru dengan
mengatakan bahwa dia tidak bisa masuk sekolah karena neneknya meninggal. Ketika
kutanya: “Apa kamu tidak takut jika
nenekmu benar-benar meninggal karena kebohonganmu?” Dia pun menjawab bahwa
neneknya sudah lama meninggal sehingga sebenarnya dia tidak berbohong, tetapi
tetap saja dia berbohong karena kematian neneknya bukanlah alasan atas
ketidakhadirannya di sekolah. Lain halnya jika dia memberikan alasan bahwa dia tidak
masuk sekolah karena mendadak sakit malarindu alias demam karena teringat akan
neneknya.
Ada pula seorang pria yang terlihat sedang ditelepon pacarnya, tetapi dia
beralasan bahwa di sekitarnya sedang berisik sehingga dia meminta pacarnya
menelepon lagi nanti. Memang sich dia tidak berbohong karena di sekitarnya
memang berisik, tetapi andai saja pacarnya tahu penyebab berisiknya tersebut.
Duh, pria itu lho memegang tas plastik kresek dan dia sengaja
menggerak-gerakkan kresek tersebut di dekat telepon agar terdengar bunyi berisik.
Nyebelin nggak sich. Untung aku tidak mengenal pacarnya. Kalau aku mengenalnya,
pasti dech sudah kuinfokan soal kebohongan cowok itu.
Namun, berhobong di telepon dengan mengatakan bahwa mama atau papa tidak
ada di rumah, memang biasa terjadi. Jadi, semasa SMA aku pun pernah ikutan kebiasaan
negatif ini untuk menghindari penelepon yang tidak kuharapkan. Sayangnya, aku
berada di tempat yang salah pada waktu yang tepat. Ketika kuangkat telepon
yang berdering pada suatu malam yang damai, tiba-tiba terdengar suara penelepon
pria yang bertanya: “Rully ada?”
Waduh, aku enggan berbicara dengannya karena dia itu agak-agak melambai
sehingga aku pun merasa agak risih terhadapnya. Alhasil, aku sendiri yang
menjawab: “dia sedang pergi”.
Keesokan harinya dia pun konfirmasi untuk mengetahui kemana aku pergi
malam-malam begitu dan siapa yang telah menjawab teleponnya. Maka, aku pun
mengarang cerita bahwa aku pergi ke rumah saudara dan adikku yang menjawab
teleponnya. Namun, tentu saja dia tidak percaya karena dia bertanya lagi: “Kok suaranya mirip suaramu?” Aku pun
berusaha meyakinkan dia bahwa suaraku memang mirip dengan suara adikku.
Hehehe... tetap saja kulihat di matanya bahwa dia tidak percaya dan semenjak
saat itu dia tidak pernah menelponku lagi...^.^ Hore!
Memang sich berbohong itu salah, tetapi jika aku jujur menolak kehadirannya
karena merasa risih, jauh lebih menyakitkan hatinya donk. Mengapa pula aku
harus memberinya harapan palsu? Bukankah setiap api kecil harus langsung dipadamkan
sebelum membesar?
Rahab aja pernah berbohong untuk melindungi para pengintai tanah Kanaan,
tetapi Tuhan masih bisa memakluminya. Hehehe... apa rahasianya? Tuhan bisa
memaklumi kesalahannya karena saat itu Rahab belum mengetahui kebenaran atau
belum lahir baru. Namun, Tuhan melihat bahwa Rahab ini memiliki kemauan untuk
hidup benar dan dia memiliki iman sebesar biji sesawi. Maka, Rahab tidak dihukum
atas kebohongannya.
Jadi, bayi rohani tentu saja tidak mungkin langsung dituntut untuk hidup
sesuai standar orang-orang yang telah dewasa rohani. Namun, semakin banyak kita
tahu, tentu saja kita akan semakin banyak dituntut. Nah, bagaimana ya jika kita
memilih tidak tahu? Tentu saja kita tidak akan pernah menjadi dewasa karena tua
itu pasti tetapi dewasa itu pilihan. Bagaimanapun juga orang dewasa bisa memiliki
lebih banyak pilihan hidup daripada anak-anak karena yang setia dalam perkara
kecil tentu akan diberi perkara besar. Hehehe... kadang kala ya terlalu besar,
sampai-sampai lupa kalau di atas perkara besar tetap ada Tuhan yang Maha Besar...^.^
Mazmur 23:3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.
ENGKAU
GEMBALA yang BAIK
Engkau gembala yang baik. KAU menuntun hidupku dan bawaku ke air tenang,
menyegarkan jiwaku. Sekalipun kuberjalan dalam lembah kekelaman, tak akan
gentar kumelangkah s'bab ENGKAU besertaku.
AKU gembala yang baik. KU-menuntun hidupmu dan KU-membawamu ke air
tenang, menyegarkan jiwamu. Sekalipun kau berjalan dalam lembah kekelaman,
janganlah gentar/ takut kau melangkah s'bab AKU besertamu.
Janganlah takut kau melangkah s'bab AKU besertamu. Janganlah takut kau
melangkah s'bab AKU Tuhanmu besertamu.
0 komentar:
Post a Comment