Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 30 Des 2018
LUPAKAN
YANG T'LAH LALU
Lupakan yang t'lah lalu, mengarah pada tujuan dengan mata memandang Tuhan
Yesus. Bertanding sampai menang, berlari sampai akhir, tanggalkan semua dosa
yang merintangi.
Chorus: Kumau setia 'kan panggilanku s'bab Kau
sanggup menjaga langkahku. Pada janji-Mu ku percaya. Kau 'kan sempurnakan
pekerjaan-Mu dalamku.
Yesaya 43:18-19 firman-Nya: "Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.
“Lupakan yang telah lalu?
Jangan ingat-ingat hal-hal yang dahulu..."
Aaaahhh... Tidak bisa Bapa. Tidak bisa seperti itu. Mana bisa memberi
saran seperti itu? Ah, Bapa pasti kelamaan di sorga hingga lupa aturan
pemerintah dunia padahal kita harus tunduk pada peraturan pemerintah lho.
Roma 13:1-2 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.
Oh, masa Bapa tidak tahu sich? Semua bukti transaksi terkait perpajakan
harus disimpan minimal selama 10 tahun. Lha, kalau semua bukti dan filenya
sudah hilang, bagaiman donk? Masa dikasih kedondong?
Beberapa waktu lalu beberapa teman mengajakku untuk berpartner dengannya
sebagai konsultan pajak, tetapi aku tidak mau karena peraturan pajak bisa
berubah-ubah. Namun, dia masih mengajakku lagi beberapa kali karena seringkali
dia pun meminta saranku saat dia memiliki masalah dengan beberapa kliennya.
Ketika mendapat klien pengusaha kecil, mungkin masalahnya masih kecil.
Contoh: Ada pengusaha yang sempat meminta orang lain untuk melaporkan pajak
penghasilannya tetapi orang yang dimintai tolong ternyata malah tidak pernah
melaporkan pajaknya. Alhasil, dia diperiksa karena tidak pernah lapor. Karena
usahanya masih kecil, wajarlah jika dia hanya punya buku pencatatan yang tidak
didukung nota-nota dan dokumen lainnya. Karena tidak ada bukti pendukung,
pemeriksa pun melakukan perhitungan pajak berdasarkan omzet rata-rata di daerah
itu untuk usaha yang sejenis. Lalu keluarlah jumlah pajak yang seharusnya
dibayar oleh pengusaha itu beserta dendanya.
Untuk mencegah kejadian ini terulang lagi, konsultan tidak mungkin
menyarankan pengusaha kecil melakukan pembukuan dan menyimpan semua bukti transaksi
selama 10 tahun karena hal ini tentulah membutuhkan investasi komputer dan
biaya yang tidak sedikit pula untuk membangun gudang arsip yang anti rayap. Jadi,
sarannya sich dibayar saja dendanya karena data masa lalu juga tak mungkin bisa
kembali. Selanjutnya, ya usahakan lapor pajak sendiri atau mintalah bantuan
kepada teman yang memang bisa dipercaya, bukan teman yang manis di mulut doank.
Nah, bagaimana jika kasus serupa itu dialami oleh pengusaha transisi
(dari kecil ke besar) yang telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak)?
Karena ketidaktahuan mereka, semua bukti transaksi yang telah berlalu setahun
langsung saja dihancurkan oleh mereka atau dijadikan kertas bekas. Bahkan, software atau program yang mereka pakai
menyimpan data juga mendadak rusak dan otomatis semua file-nya hilang tak
berbekas. Backup datanya pun tak ada
padahal sewaktu-waktu mereka harus menghadapi pemeriksaan pajak.
Bagaimana jika situasinya seperti itu? "Maaf pak/bu, lupakan yang telah lalu. Jangan ingat-ingat hal yang
dahulu. Lihat, kita akan menyongsong tahun baru. Sesuatu yang baru sudah
menanti di depan kita. Mari kita
mulai dari titik nol lagi karena semua data-data lama perusahaan kami telah
hilang."
Wkwwkw... Jika klien disarankan untuk mengakui kebenaran tersebut saat ada
pemeriksaan, kemungkinan besar klien tidak siap dengan resikonya karena
omzetnya sudah besar. Biasanya jika ada kondisi seperti itu, kemungkinan besar
pihak pemeriksa pasti mengabaikan semua biaya yang terjadi selama periode tersebut
dan hanya mengakui sesuai faktur pajak yang telah dilaporkan. Rugi donk dari
sisi pengusaha. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudah mengalami
kerusakan software, kehilangan data
dan dokumen, harus bayar pajak tambahan pula atas musibah tak terduga itu.
Karena biasanya konsultan pajak dibayar klien untuk mencegah klien
mengalami kerugian lebih parah, beberapa konsultan profesional pun menyarankan
kliennya untuk mengarang data keuangan sekaligus membuat ulang bukti-bukti
pendukungnya. Astaga! Beberapa konsultan pajak kelihatannya asal bunyi doank
atau memang mereka berani mati ye? Gileee dech sarannya. Jika ketahuan buktinya
aspal, apa tidak timbul resiko lebih besar lagi ya? Jika harus memberi saran
seperti ini sich, ya kuputuskan untuk tidak menjadi konsultan pajak dan biarkan
saja klien mengambil keputusan sesuai hati nurani. Daripada klien pusing
mengarang data masa lalu, mungkin sebaiknya klien banyak-banyak berdoa agar
tidak ada pemeriksaan yang terkait data-data masa lalu... wkwwkw...
1 Petrus 5:7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
0 komentar:
Post a Comment