Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 30 Des 2018
Lantas ko Yudi mengatakan kepadanya untuk coba meminta maaf sekali lagi
karena kali ini dia akan didampingi ko Yudi sendiri. Dia pun setuju. Ketika
tiba di rumah sakit, ko Yudi masuk terlebih dulu ke kamar pasien untuk
menyapanya dan memberitahu perihal kedatangan anaknya. Namun, pasien segera
membuang muka saat melihat anaknya.
Ketika melihat anaknya menangis sambil memegang daun pintu, ko Yudi
menyarankan agar dia meminta maaf sambil berlutut di dekat mamanya. Katanya: "Jangan takut. Mamamu tampak lemah
karena penyakitnya. Jadi, kalau mamamu marah dan menamparmu, tamparannya akan
seperti elusan. Kalau diludahi, ludahnya juga akan merembes di pipinya
doank."
Nah, dengan sedikit dorongan dari ko Yudi itu, dia pun sujud meminta maaf
kepada mamanya tetapi mamanya membuang muka ke arah lain. Dia pun segera
berlari pindah ke sisi itu dan melakukan hal yang sama. Dia terus menerus
berlari dan berlutut ke sana dan ke sini acapkali mamanya membuang muka hingga
dia berkeringat. Lalu mamanya mengucapkan kata-kata dalam bahasa yang sulit
dipahami oleh ko Yudi. Ko Yudi hanya bisa berkata kepada pasien: "Sudahlah encim, maafkan dia."
Lantas ko Yudi menangis karena tidak memahami arti perkataan encim tersebut dan
juga kasihan dengan anaknya.
Bagaimanapun juga seorang ibu tidak akan lupa dengan anak yang telah
dilahirkannya sambil menanggung rasa sakit. Tak lama berselang encim itu
mengulurkan tangan kepada anaknya. Ko Yudi segera memberitahu anaknya bahwa
mamanya telah mengulurkan tangan. Maka, anak itu segera memeluk mamanya. Di
sini tugas pendeta selesai...^.^ Ko Yudi pun berdoa atas kesembuhan mamanya
tetapi sekalipun Tuhan tidak menyembuhkannya, minimal dia sudah berdamai dengan
anaknya.
2 bulan kemudian ko Yudi ditelepon oleh anak tadi untuk melayani mamanya.
Serta merta dia berpikir bahwa dia diminta untuk ibadah penghiburan karena saat
ke rumah sakit dia mendengar pasien divonis dokter bahwa dia hanya bisa bertahan
2 bulan saja. Anaknya juga mengatakan bahwa ko Yudi ditunggu mamanya. Maka, ko
Yudi bertanya: "Di Adi Jasa (rumah
duka) nomer berapa? Wah, jangan ditunggu. Saya masih mau hidup. Nanti pasti
saya menyusul tetapi jangan sekarang."
Jawab anaknya: "Ko Yudi ini
bisa saja. Setelah kejadian di rumah sakit itu, mama saya berangsur-angsur
membaik dan sekarang ada di rumah." Haleluya. Ko Yudi pun meminta
maaf karena sudah berpikir yang bukan-bukan. Lantas dia berjanji untuk datang
ke rumahnya 2 hari kemudian. Di rumahnya ko Yudi segera disambut hangat oleh
mamanya. Tangannya ditarik dan dia dicium oleh mamanya. Karena mamanya sudah
tak punya gigi, air liurnya pun belepotan di pipi ko Yudi... wkwwkw...
Nah, jika saat ini masih ada yang suka membuang muka hingga mukanya
semakin jauh karena terus menerus dibuang, mulai sekarang usahakanlah untuk
berdamai.
PENGAMPUNAN
ADALAH ~ GMS Live
(Album: Kupercaya Mujizat 2)
Dalam kegelapan hatiku tak hentinya anugerah-Mu. Engkaulah satu kasih
sejati. Tuhan ajar ku mengerti. Diampuni itu sangat indah. Diampuni itu mulia.
Yang Kau rindukan ku bahagia. Kumau memb'ri yang kuterima.
Mengampuni itu kasih. Mengampuni itu indah. Damai sejahtera, sukacita tak
terkata, hati yang melimpah. Mengampuni itu memb'ri. Mengampuni itu rela. Tak
'kan kutolak kerinduan-Mu ya Bapa, ampuni sesama.
3.
Hidup dalam terang akan membuat kita sadar akan dosa. Jika hidup dalam
terang, kita akan peka terhadap isi hati Tuhan dan segera sadar ketika ditegur.
Ini yang disebut makan sehidangan.
2 Samuel 9:13 Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang.
0 komentar:
Post a Comment