Catatan Ibadah ke-1 Minggu
17 Juni 2018
Pada
hari pertama CG kulihat raut muka beberapa orang yang sebenarnya enggan ikut CG
tetapi kelihatannya terpaksa ikut. Pada CG ketiga barulah aku mulai mengerti
kenapa mereka terpaksa ikut. Ternyata ketua CG tak bosan-bosan menelepon dan
bela-belain menjemput beberapa anggota CG di rumah mereka masing-masing. Oleh
karena itu, anggota CG harus punya beberapa alasan kreatif jika ingin menolak
ikut CG hingga pergi dari rumah sebelum penjemputan terjadi.
Nah,
setelah tiga kali mengikuti CG dengan berat hati, aku pun menyatakan kepada
ketua CG bahwa aku tidak mau ikut CG
lagi karena ikut CG membuatku tambah capek dan aku juga merasa belum perlu
CG. Namun, ketua CG tetap berusaha WA dan menelepon agar aku tetap mengikuti
CG. Namun, keputusanku sudah bulat sehingga mereka tak kujawab karena aku yakin
keputusan mereka juga sudah bulat untuk mendorongku tetap ikut CG.
Pada
saat hampir bersamaan aku pun kesal karena terus menerus ditelepon oleh
seseorang di India. Karena teleponnya tidak pernah kuangkat, dia pun mengirimkan
email untuk memberitahuku agar menerbitkan buku digitalku di Google Book. Aku pun membalas emailnya
dengan memberi penjelasan singkat bahwa dia salah sambung karena aku bukan
penulis dan juga tidak punya buku digital untuk diterbitkan. Eh, dia tetap saja
meminta aku menjawab teleponnya.
Aduh,
aku sich tidak percaya kalau dia dari Google
Book karena Google pasti tahu aku orang Indonesia sehingga kupikir tak
mungkin Google meminta orang India meneleponku. Bahkan, lewat email kuketahui
bahwa bahasa Indonesia orang itu masih belepotan. Di sisi lain aku tidak bisa
bahasa India sehingga aku pun betul-betul enggan menjawab teleponnya. Lalu ada
pula penelepon asing dari nomer Cina dan aku juga enggan menjawabnya karena
bahasa Mandarinku belum sampai 30%.
Nah,
karena mereka terus menerus bergantian
menelepon selama beberapa hari, akhirnya aku pun merasa seperti diteror.
Aduh, kenapa ketua CG dan sales buku seperti para penagih hutang saja? Apa
mereka tidak capek menelepon? Apa mereka tidak jua memahami perkataanku? Kenapa
mereka semua terkesan suka memaksa sich?
Ketua
CG pernah mengatakan bahwa mereka mau lebih mengutamakan kualitas CG daripada
kuantitas CG, tetapi kenapa sikap mereka menyatakan sebaliknya ya? Apa gunanya mempertahankan tubuhku di
tempat CG jika hati dan pikiranku ada di tempat lain? Kenapa mereka tidak
fokus saja mengembangkan kualitas anggota CG yang benar-benar niat untuk
bersekutu? Tiap kali CG aku sering gagal fokus karena aku terus berpikir:
*
Berapa lama lagi ini selesai? Aku ingin
pulang, Bapa. Aku mengantuk. Aku tak bisa seperti bunga Sedap Malam yang
sanggup menebarkan keharuman pada malam hari. Jika pulang malam, aku tak bisa
bersekutu secara pribadi dengan-Mu sehingga aku merasa kering dan juga susah
bangun pagi. Jika tidak bisa bangun pagi, aku bakal dikomplain oleh orang
terdekat. Masa harus melayani orang asing terlebih dahulu? Bukankah kita harus
mendahulukan yang dekat dengan kita?
*
Sampai kapan harus ikut CG? 12 kali
atau selamanya? Tiba-tiba aku merasa seperti sekuntum bunga yang tiba-tiba
dipaksa bertumbuh di dalam pot dan aku mulai merasa tercekik. Oh Tuhan, dulu
Engkau mengurungku di asrama selama 8 tahunan. Apa sekarang Engkau akan
mengurungku lagi hingga akhir sisa hidupku? Hmm... aku merasa terjebak dan aku
ingin keluar dari pot ini. Aku ingin kembali bertumbuh dengan leluasa di
halaman gereja.
*
Kenapa harus ikut CG? Demi kartu jemaat?
Tidak, aku tidak perlu itu. Demi melayani di gereja? Apa pelayanan harus di
gereja? Demi mendukung impian koko akan 1000 gereja lokal? Oh Tuhan, kenapa dia
bisa memiliki impian seperti itu? Kenapa aku dan sejumlah besar jemaat lainnya
tidak diberi kerinduan akan hal semacam itu? Jika kami bisa menyerap impian
koko, tentu kami akan bersukacita dalam meraihnya sehingga kami sanggup
mengatasi segala rintangan yang menghadang. Namun, kami belum bisa dan sungguh berat rasanya menghidupi impian
orang lain.
Jadi,
aku ini tak beroleh damai sejahtera dengan mengikuti CG. Ketika ada teman
mengetahui aku ikut CG, dia memujiku: "Hebat
ya, ada kemajuan, tidak sepertiku." Lalu ketua CG juga sempat memujiku
dengan mengatakan bahwa aku ini rajin CG. Aduh, bagaimana mungkin kebohonganku menuai pujian? Maka, kebohongan
tersebut segera kuakhiri sebelum aku dipuji-puji lagi oleh beberapa orang
lainnya. Namun, ketika jujur kuakui tidak mau ikut CG, eh, malah seperti dikejar-kejar.
Ketika
aku curhat kepada salah satu teman baikku yang pernah ikut CG, dia menyarankan
agar aku beralasan sudah ikut CG lain karena kebohongan itulah yang membantunya
bebas dari CG. Namun, aku tak mau berbohong untuk mengakhiri kebohongan
sehingga aku memilih untuk tidak menjawab telepon ketua CG karena pada saat
hampir bersamaan kudengar pula seorang balita bernyanyi: "Bohong bohong itu dosa...
Anak Tuhan tak boleh bohong..."
AKU SENANG JADI ANAK TUHAN. Aku senang jadi anak Tuhan. Aku senang jadi anak
Tuhan. Aku senang jadi anak Tuhan. Anak Tuhan tak boleh bohong. Bohong, bohong, bohong itu dosa. Bohong,
bohong, bohong itu dosa. Bohong, bohong, bohong itu dosa. Anak Tuhan tak boleh
bohong.
Lantas
aku berdoa:
*
Tuhan, tolong aku. Aku belum siap ikut
CG nich. Ini masih berat untukku. Pada saat hampir bersamaan Engkau pun
memintaku menemukan teman perjanjian dan tugas-tugas lainnya. Oh Bapa, aku tak
sanggup melakukan beberapa tugas berat sekaligus. Pikiranku terbatas, Bapa.
Pusing aku jika fokus kepada beberapa hal berat sekaligus. Jalannya step by step donk. Aku berhenti CG dulu
lha. Bagaimana jika kuprioritaskan cari teman perjanjianku dulu? Nah, setelah
dia kutemukan, barulah kami ikut CG bersama-sama sesuai persyaratan gereja...
hehehe... Ini baru indah pada waktunya. Win-win
gitu lho.
*
Oh iya Bapa, tolong jangan biarkan ketua CG terus menerus memaksaku kembali ke
CG mereka karena rasanya tuh seperti diteror penagih hutang padahal aku tak
punya hutang.
♥ Bisik hatiku: "Sudah tenang saja. Nanti mereka akan
Ku-urus sendiri."
*
^_^ Hehehe... Bapa baik dech. Emang hanya Engkau yang paling mengerti aku.
Yippie... ^_^ tetapi kelihatannya ntar aku bakal diocehi para koko tentang
pentingnya CG. Tak apalah. Ini lebih baik daripada menerima pujian yang tak
pantas kudapatkan.
BAPA ENGKAU SUNGGUH BAIK. Bapa, Engkau sungguh baik. Kasih-Mu melimpah di
hidupku. Bapa, kuberterimakasih berkat-Mu hari ini yang Kau sediakan bagiku. Kunaikkan
syukurku buat hari yang Kau b'ri. Tak habis-habisnya kasih dan rahmat-Mu,
s'lalu baru, dan tak pernah terlambat pertolongan-Mu. Besar setia-Mu di
s'panjang hidupku.
0 komentar:
Post a Comment