Thursday, June 7, 2018

Gembala Bahagia Jika Jemaat Taat

Pada ibadah ke-2 Minggu 3 Juni 2018 pdt. Stefanus Suyono menyatakan bahwa menjadi gembala itu ada suka dukanya. Gembala bahagia jika jemaatnya langsung taat semua tetapi ada kalanya susah ketika harus menghadapi jemaat yang kepahitan. Orang yang kepahitan amat menguras kesabaran. Namun, kita perlu belajar dari Daud yang sanggup menggembalakan sekitar 400 orang bermasalah di gua Adulam dan mengubahkan mereka semua padahal saat itu dirinya juga sedang dalam masalah.

1 Samuel 22:1-2 Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam. Ketika saudara-saudaranya dan seluruh keluarganya mendengar hal itu, pergilah mereka ke sana mendapatkan dia. Berhimpunlah juga kepadanya setiap orang yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati, maka ia menjadi pemimpin mereka. Bersama-sama dengan dia ada kira-kira empat ratus orang.

~~~~~~~~~oOo~~~~~~~~~oOo~~~~~~~~~

Hmmm... sebenarnya kepahitan bukan hanya menjangkiti jemaat tetapi juga bisa menjangkiti gembala. Contoh: Di gereja lain ada pendeta yang suka menjelek-jelekkan pendeta lainnya karena kemungkinan besar pendeta tersebut punya masalah dengan sesama pendeta. Jadi, para gembala pun belum tentu kebal dosa. Apa yang diderita oleh jemaat juga bisa diderita oleh para gembala. Jika punya gembala seperti itu, resikonya jemaat bisa ikut tercemar.

Meskipun demikian, ada yang jauh lebih memprihatinkan daripada hal itu. Seorang teman dari gereja lain bercerita perihal temannya yang mau bercerai padahal ada tertulis bahwa perceraian itu dilarang. Namun, jika kita mengetahui latar belakang keinginannya dan berusaha menempatkan diri dalam posisinya, kita pun bisa mengalami dilema.

Semua itu bermula dari kekaguman sepasang muda mudi pada seorang pendeta yang terkenal peka. Suatu hari pendeta tersebut mengatakan bahwa dia mendengar suara Tuhan yang menyatakan bahwa keduanya harus menikah. Maka, mereka pun menikah sekalipun tanpa cinta. Eh, bukan bahagia yang dirasa sehingga akhirnya terbersit keinginan untuk bercerai.

Memaksakan Kabar BaikJadi, benarkah pendeta itu benar-benar menyampaikan suara Tuhan? Bagaimana jika saat itu pendeta sedang kelelahan karena kesibukan dalam pelayanan sehingga dia mendengar suara yang salah? Apakah pendeta itu hanya mengutamakan iman tanpa kasih? Bagaimana jika dulunya pendeta tersebut juga menikah tanpa cinta? Jika dia berhasil, cara yang sama belum tentu berhasil diterapkan kepada orang lain.

Orang-orang tua zaman doeloe memang bisa menikah tanpa cinta tetapi zaman sekarang perasaan dan pikiran manusia semakin berkembang sehingga tak bisa dituntut menjadi manusia-manusia jadul yang asal taat walau berat. Kita memang harus pikul salib setiap hari tetapi ini bukan berarti kita harus memikul semua salib. Jangan sampai kita menganggap suara iblis sebagai suara Tuhan. 

Pendeta juga manusia yang sama-sama bisa melakukan kesalahan seperti kita. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam mendengarkan suara Tuhan. Kita tidak bisa mempercayai satu sumber saja dan harus kroscek pula dengan sumber-sumber lainnya. Pendeta yang benar mengetahui bahwa pernikahan itu sangat dekat dengan surga atau neraka. Pernikahan yang bahagia bisa seperti surga tetapi pernikahan yang tidak bahagia bisa seperti neraka.

Namun, kadang kala ada pendeta yang keranjingan bahagia karena mengutamakan ketaatan jemaat terhadap pesan-pesan mereka sehingga mengabaikan perasaan jemaat. Memang sich kita harus berjalan dalam ketaatan. Untuk ini, dibutuhkan iman dan iman bukanlah perasaan tetapi bagaimanapun juga Tuhan memberikan kita perasaan agar kita tidak menjalani kehidupan ini seperti robot yang senantiasa taat sesuai bahasa program.

Untuk melangkah dengan iman, mungkin kita harus mengabaikan perasaan takut, cemas, bimbang, ragu, khawatir, gelisah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya tetapi kita tidak bisa mengabaikan perasaan kasih karena kasih justru lebih besar daripada iman. Oleh sebab itu, apabila ada orang yang menyampaikan suara Tuhan dengan mengabaikan perasaan kasih, bahkan disertai ancaman masuk neraka jika tidak taat, yaaa... abaikan saja lha agar tidak menyesal di kemudian hari. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi kita dan menentukan siapa penghuni surga dan neraka.

1 Korintus 13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

HANYA DEKAT KASIH-MU BAPA
Hanya dekat kasih-Mu Bapa, jiwaku pun tent'ram. Engkau menerimaku dengan sepenuhnya. Walau dunia melihat rupa, namun Kau memandangku sampai kedalaman hatiku.
Tuhan inilah yang kutahu Kau mengenal hatiku jauh melebihi semua yang terdekat sekalipun. Tuhan inilah yang kumau Kau menjaga hatiku supaya kehidupan memancar senantiasa.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.