Catatan Ibadah Kenaikan
Yesus ke-1 Kamis 10 Mei 2018
Ketika
memasuki ruang ibadah, tampaklah seorang gadis disapa oleh seorang ibu yang
pernah dikenalnya saat retreat Fourth
Dimension sekitar tahun lalu. Gadis ini pun mendekati ibu tersebut lalu dia
diajak duduk di sampingnya.
Ibu : "Hai,
mau kemana? Bagaimana kabarmu?"
Gadis : "Baik. Aku mau duduk di sana. Ada apa ya?" (tumben nanya
kabar)
Ibu : "Kamu
sudah menikah?"
Gadis : "Belum."
Ibu : "Mau
nggak kukenalin sama seseorang?"
Gadis : "Oh. Nggak, nggak usah, aik." (sambil geleng-geleng
kepala)
Ibu : "Nggak
apa-apa. Ini anak Tuhan."
Gadis : "Tidak aik, saya tidak mau married." (tetap geleng-geleng
kepala)
Ibu : "Lho
kenapa? Kenalan saja dulu, cuma sms, sms."
Gadis : "Nggak aik. Saya tidak suka. Terima kasih."
Ibu : "Ya
udah kalau gitu. Terima kasih."
Lalu
mereka berpisah jalan untuk duduk di tempat favorit masing-masing.
Wah,
bedanya gadis Kristen satu ini. Di saat banyak wanita seusianya pusing cari
jodoh, wanita ini malah menolak kesempatan untuk mendapatkan jodoh.
Kelihatannya gadis tersebut setuju dengan pendapat Paulus kepada jemaat di
Korintus.
1 Korintus 7:26, 31 Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya. ..... pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.
Iyaaa...
saat ini dunia memang semakin jahat sehingga semakin susah menjadi orang
Kristen. Lihat tuh saat ini beberapa orang bisa kawin cerai seperti berganti
pakaian seakan-akan tak pernah belajar dari kesalahannya. Cerai dengan si A,
nikah lagi dengan si B. Lalu tak lama cerai lagi, nikah lagi, cerai lagi, nikah
lagi hingga ketemu yang cocok. Beberapa orang yang demen nikah pun pindah agama
agar bisa poligami. Pernikahan bukan
untuk dicoba-coba ya. Ini sangat sakral dan seharusnya hanya satu pria dan
satu wanita saja.
Selain
itu, bumi juga semakin padat penduduk sehingga pikir-pikir dulu lha sebelum berkembang biak memenuhi bumi. Lihat
tuh nasib anak-anak terlantar, baik secara jasmani maupun rohani. Ini sudah akhir zaman dan bukan permulaan
zaman. Jika mau menikah, jangan asal sudah cukup uang. Siapkan juga
pengetahuan yang memadai perihal cara mendidik anak dan miliki kesediaan
berkorban bagi keluarga agar tidak menuntut pengorbanan orang lain melulu.
Kalau
menikah, jangan mikir enaknya doank lalu saat menikah bagian nggak enaknya
dilemparin ke orang lain. Belajarlah
bertanggung jawab atas setiap keputusan yang sudah diambil dengan menerima enak
dan tidak enaknya. Jangan menikah karena ingin melarikan diri dari keluarga
lama yang jauh dari harapan. Jangan juga
menikah karena rasa takut, seperti takut kesepian, takut omongan orang,
takut tidak ada yang menjaga saat hari tua, takut kekurangan, dan takut-takut
yang lainnya karena biasanya semua rasa takut tersebut justru menjadi kenyataan
di dalam pernikahan tersebut. Lihat tuh nasib para jompo yang kesepian
sekalipun punya banyak anak, cucu, dan cicit.
Keluarga merupakan tempat
kita belajar ikhlas dalam memberi tanpa harap kembali. Keluarga merupakan
tempat kita belajar bersyukur dan bersukacita dalam segala keadaan. Keluarga
merupakan tempat kita mempelajari arti kata pengorbanan. Jika tidak mau
berkorban, jangan menikah dech daripada menyesal tujuh turunan.
Di
dalam keluarga kita tak bisa menerapkan prinsip ekonomi. Kita tak bisa
mengharapkan buah sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Jika
mau anak berkualitas tinggi, mana bisa hanya menanam benih? Mana bisa hanya
asal setor uang (penuhi kebutuhan materi) lalu mengharapkan buah melimpah?
Korbankan waktu, tenaga, dan pikiran juga donk.
Kalau
mau nitip anak, lihat dulu siapa yang dititipi. Apakah yang dititipi anak telah
terbukti menghasilkan anak-anak berkualitas sesuai harapan? Apakah yang
dititipi anak masih sehat jasmani dan rohani? Apakah yang dititipi anak sudah dewasa dan bukan sekedar tua? Apakah
yang dititipi anak sudah pasti bisa mendidik anak dengan baik? Bagaimana
jika yang dititipi anak hanya bisa memanjakan anak tanpa pernah mau menegur
kesalahannya? Bagaimana jika anak menjadi liar karena tidak dididik atau diasuh
oleh orang yang kurang tepat? Mau menyalahkan pengasuhnya lalu cari pengasuh
baru? Buat anak kok coba-coba? Kalau belum siap mendidik anak, jangan buat anak
lha daripada kehilangan segala-galanya seperti imam Eli.
1 Samuel 3:12-14 Pada waktu itu Aku akan menepati kepada Eli segala yang telah Kufirmankan tentang keluarganya, dari mula sampai akhir. Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka! Sebab itu Aku telah bersumpah kepada keluarga Eli, bahwa dosa keluarga Eli takkan dihapuskan dengan korban sembelihan atau dengan korban sajian untuk selamanya."
Orang tua bukanlah pabrik
yang sekedar memproduksi anak demi menghasilkan sejumlah keuntungan di hari
tua. Anak
bukanlah lembaga asuransi yang bisa selalu diklaim sebagai jaminan hari tua dan
jaminan kesehatan. Keluarga bukanlah pemberi kredit yang harus selalu
memberikan pinjaman. Keluarga bukanlah yayasan amal yang bisa selalu memberikan
bantuan. Keluarga bukanlah lembaga konseling yang selalu bisa membantu kita
dalam mengatasi stres. Keluarga bukanlah tempat hiburan yang selalu memberikan
kesenangan. Jadi, berhentilah menuntut
keluarga yang sempurna dan sempurnakan diri sendiri saja jika tak ingin larut
dalam kekecewaan. Beginilah keluarga. Dari zaman perjanjian lama hingga zaman now macam-macam problemanya tetapi
penyebabnya tak jauh berbeda. Kapokmu kapan?!!
TIADA KAU INGAT LAGI
Tiada Kau
ingat lagi dosa dan pelanggaranku saatku mengakuinya di hadapan-Mu. Tiada Kau
pandang hina hatiku yang hancur remuk saatku menyesali s'mua kebodohanku.
Reff: S’bab Engkau Bapaku yang baik, tak akan pernah Kau jemu ‘tuk
mencintaiku. Belas kasih-Mu s’lamatkan hidupku. Kemurahan-Mu yang melayakkanku.
Pengampunan-Mu pulihkan hatiku. Kubersyukur buat cinta kasih-Mu.
0 komentar:
Post a Comment