Sunday, April 15, 2018

Suasana Keluarga ~ Ps. Jeffrey Rachmat (JPCC)

Catatan Ibadah ke-1 Minggu 15 April 2018

Seseorang bertanya kepada pak Jeffrey: "Apa tidak ada seminar untuk mertua?" Di koran Kompas beberapa profesor pun mengatakan bahwa saat ini banyak orang siap menikah tetapi tidak siap membangun keluarga. Mereka tidak punya komitmen dalam berumah tangga dan di dalam keluarga rentan timbul perselisihan atau pertengkaran. Padahal, keluarga yang bahagia merupakan pondasi kemajuan sebuah bangsa. Banyak masalah bangsa atau kejahatan yang bersumber dari keluarga.

cinta Doraemon
Sayangnya, tidak ada sekolah untuk membangun keluarga. Ketika kita menghadiri sebuah pesta pernikahan yang hebat, ini tidak menjamin kehebatan pernikahan mereka. Bahkan, ada pasangan yang bercerai pada hari pernikahannya. Mereka tetap mengadakan pesta dan menyambut para tamu tetapi mereka mengetahui bahwa setelah pesta tersebut mereka akan pulang ke rumah masing-masing.

Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk membaca buku dan menambah pengetahuan dari berbagai sumber tentang cara membangun keluarga. Ketika menikah, seorang pria akan meninggalkan orang tuanya untuk bersatu dengan isterinya. Sebagai orang tua, harus belajar melepaskan dan membiarkan anak belajar mandiri tanpa terlalu bergantung pada orang tua lagi.

Lalu sebelum menikah setiap orang harus saling mempelajari pasangannya kemudian harus mempelajari mertuanya. Jika tidak mengenal pasangan dengan baik, setelah menikah dijamin pasti akan terkejut. Pasangan yang ingin mempunyai anak juga harus belajar agar siap menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya.
Amsal 24:3-4 Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik.
Jangan sekedar meminta anak kepada Tuhan tetapi orang tua juga harus mendidik anak-anaknya sesuai firman Tuhan semenjak masa mudanya. Jika anak merengek-rengek minta sesuatu, orang tua tidak sepatutnya marah karena pikiran anak-anak memang belum berkembang. Anak-anak belum bisa berpikir seperti orang dewasa. Orang tua seharusnya mengarahkan anak-anak.

Ketika kita meninggal, kita hanya meninggalkan nama. Oleh karena itu, pastikan orang tua mewariskan nama baik kepada anak-anak. Keberhasilan atau kesuksesan seseorang dalam bisnis atau pekerjaan seringkali ditentukan oleh keluarganya. Sebelum kita memperoleh jabatan atau kedudukan, hal pertama yang ditanyakan kepada kita adalah nama kita dan kemudian nama keluarga kita. Jangan sampai seorang anak mengganti namanya agar tidak lagi mencantumkan nama keluarganya.
Amsal 22:1 Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.
Hidup seperti cermin
Kebutuhan Dasar Manusia, yaitu:
1. Dikasihi. Sesibuk apapun kita, sempatkan diri untuk memberikan perhatian kepada keluarga. Jika seorang anak merasa kurang dikasihi, mereka akan mencarinya di tempat lain, seperti pacaran usia dini.
2. Dihargai. Berikan pujian yang tulus. Jika seorang anak berhasil meraih nilai 8 padahal sebelumnya hanya nilai 7, pujilah dia dan bukannya bertanya: "mengapa tidak 10?" Jika anak berani, dia akan balik bertanya: "bagaimana nilai raport ayah?"
3. Dipercaya. Berikan kepercayaan agar anak juga belajar bertanggung jawab.
4. Identitas Diri yang Jelas. Masalah identitas diri bukan hanya masalah anak-anak, orang dewasa pun masih ada yang mencari-cari jati dirinya. Oleh karena itu, ketika lahir baru, terlebih dahulu Tuhan akan memulihkan jati diri kita yang rusak karena dosa.

Jika keempat kebutuhan tersebut terpenuhi dengan baik, terciptalah suasana keluarga yang baik pula. Ciri-cirinya: anggota keluarga betah di rumah sehingga enggan bepergian. Jika suasana keluarga tak nyaman, mungkin saja suami enggan pulang ke rumah. Sekalipun bos sudah mengizinkan dia pulang, bisa jadi dia masih happy hour bersama teman-temannya dengan alasan malas pulang karena isterinya cerewet.

Biasanya happy hour berlangsung 2 jam sehingga dia hanya bahagia selama 2 jam dan ini pun harus bayar. Jika sering berada di luar rumah, tentulah banyak pengeluaran, seperti pengeluaran untuk nongkrong di kafe. Selanjutnya, akan berseru-seru meminta tambahan pemasukan dari Tuhan. Padahal, masalah utamanya adalah suasana keluarga. Jika suasana keluarga nyaman, kita bisa hemat karena kita akan jarang ke luar rumah.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.