Catatan Ibadah ke-1 Minggu
08 April 2018
Anthony
Robbins pernah menulis di dalam salah satu bukunya bahwa setiap pertanyaan pasti membuahkan jawaban sehingga kita harus
sering-sering mengajukan pertanyaan positif agar beroleh jawaban positif.
Hmmm... sepertinya dia benar. Andai saja aku langsung paham dengan penjelasan
verbal, mungkinkah tak perlu kualami semua rasa itu? Hmmm... Mungkin sebaiknya
aku tidak menanyakan perasaan mereka yang menderita agar tidak turut merasakan
penderitaan tersebut secara fisik dan emosi. Namun, keuntungannya adalah hidupku menjadi banyak rasa sehingga
aku pun bisa berempati terhadap penderitaan orang lain.
Oh,
kiranya Tuhan menyembuhkan Sidney Mohede karena 2 dari 3 gejalanya pernah
kualami dan kutahu rasanya memang amat sangat menyiksa. Walaupun penderitaan itu hanya sementara, tetapi ketika kita menderita,
rasanya waktu berjalan amat sangat lambat. Aku tidak suka kebisingan
terutama saat tidur. Biasanya kalau kebisingan terjadi di luar, telinga bisa kututupi
bantal tetapi kalau kebisingan terjadi di dalam telinga, bagaimana cara
menutupinya?
Dulu
aku terus menerus bertanya: "Bapa, kapan
ini berakhir?"; "Berapa lama lagi aku begini?" dan ada
saat-saat tertentu aku pun berteriak-teriak pula: "Bapa, aku tak sanggup seperti ini terus. Aku bisa gila jika terus
menerus mendengar dengingan ini. Mau tidur saja susah." Untunglah Bapa menolongku sebelum gila. ^_^
Oh, semoga tak terulang kembali.
Nah,
sekarang aku ingin mengganti pertanyaan:
"Bagaimana rasanya terbang?"
karena tadi di layar ada anak yang ingin terbang.
Biasanya
anak lelaki maunya terbang seperti Superman. Kenapa ya Superman terbang
sendirian? Kenapa dia tidak terbang dengan pesawat atau helikopter bersama
beberapa orang? Apa hanya karena menghindari publikasi atau tak ingin terikat
aturan penerbangan? Bagaimana rasanya terbang seperti Superman? Sepertinya tak
nyaman ya karena harus terbang sendiri dan kostum terbangnya juga harus dipakai
setiap saat. Apa tidak kepanasan ya pakai baju rangkap di musim panas?
Lalu
bagaimana rasanya terbang seperti burung? Sebenarnya aku ingin bertanya kepada
burung-burung gereja yang sering terdengar berkicau di dekat jendela rumahku
tetapi sayang aku tak paham bahasa mereka... wkwwk... Hmmm... bagaimana jika
mereka menghadapi predator di dalam penerbangan mereka?
Jika
terbang dengan pesawat, pada ketinggian tertentu telinga seperti tertekan
hingga seperti tuli sesaat. Ouch, telinga lagi. Jika teringat momen tersebut,
rasanya terbang dengan pesawat bukan ide bagus dech. Rasanya mungkin lebih enak
terbang dengan baling-baling bambu bersama teman-teman... wkwwkw... Sayangnya
hanya ada di angan-angan.
Namun,
anak yang muncul di layar tadi sepertinya hanya ingin terbang dengan iman
kepada Tuhan Yesus. ^_^ Jadi, bagaimana
ya rasanya terbang dengan iman? Apakah rasanya seperti berjalan dan berlari
dengan iman? Berlari pasti lebih cepat daripada berjalan. Mungkinkah terbang
bisa lebih cepat daripada berjalan dan berlari atau hanya berbeda ketinggiannya
saja? Mungkinkah pada ketinggian tertentu telinga juga akan sedikit terganggu
seperti naik pesawat? Hmmm... pastinya membutuhkan sayap Tuhan agar selamat
dari predator angkasa.
DENGAN SAYAP-MU
Firman-Mu
berkata: "Kau besertaku",
maka kuat roh dan jiwaku. Tangan-Mu Tuhan s'lalu kunantikan di setiap langkah
kupercaya.
Chorus: Dengan sayap-Mu ku akan terbang tinggi. Di tengah badai hidup ku
tak menyerah. Kau kekuatan dan perlindungan bagiku. Pertolonganku di tempat
maha tinggi. Ku mengangkat tanganku, aku berserah. Kau kunantikan, Kau yang
kusembah Yesusku, Rajaku.
0 komentar:
Post a Comment