Catatan Ibadah ke-1 Minggu
22 April 2018
Matius 7:7-8 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
Ouw...
iya.. ya... ayat tersebut mengatakan bahwa kita pasti menerima yang kita minta
tetapi tidak disebutkan bahwa kita pasti menerima tepat sesuai yang kita minta.
Hahaha...
Ingin Kemudahan tetapi Diberi Kesulitan
Dahulu
kala ketika aku belum lama beribadah di GMS, sepulang ibadah tiba-tiba aku
dicurhati oleh seorang emak perihal masalah keluarganya, tepatnya masalah anak
dan cucunya. Sebenarnya sich dia mau curhat ke pak Caleb tetapi dia kesulitan
menemui pak Caleb dan aku kasihan padanya. Aku pikir tak mungkin aku
dipertemukan secara kebetulan dengan emak ini jika aku hanya bisa bilang
kasihan kasihan kasihan karena aku bukan Upin Ipin.
Namun,
aku juga tidak tahu cara mempertemukan dia dengan pak Caleb dan aku juga tidak
bisa menyelesaikan masalah keluarganya. Lalu aku bertanya-tanya: "Apa yang bisa kulakukan untuknya?
Apakah cukup hanya berdoa? Bagaimana cara memberitahu pak Caleb?" Eh,
tiba-tiba terlintas suatu ide untuk menceritakan semua perbincanganku dengan
emak itu ke pak Caleb melalui pesan Facebook
sekaligus mengkonfirmasi kebenaran cerita emak itu karena emak itu benar-benar
asing bagiku.
Beberapa
hari kemudian pak Caleb pun menjawab pesanku dan menceritakan bahwa dia telah
menemui emak itu serta menjelaskan setiap bantuan yang telah diberikan gereja
kepadanya. Yah, beginilah enaknya punya
Bapa yang siap menjadi pembawa solusi. ^_^ Jika begini terus, rasanya aku
ingin tetap menjadi anak-anak seumur hidupku. ^_^
Yach,
jika orang-orang curhat masalah keluarga kepadaku karena susah menghubungi
pendeta dengan menyebutkan nama pendetanya, seperti pak Caleb atau pak Sukirno
yang memang ahli menangani masalah keluarga, dengan bantuan Facebook, ternyata aku masih bisa
menghubungkan mereka dengan pendeta-pendeta favorit mereka itu. Oleh karena
itu, kiranya Facebook tidak ditutup. Belajarlah mengampuni.
Namun,
bagaimana jika orang bermasalah curhat kepadaku karena diriku sendiri? Aduh, di
sinilah aku merasa bingung. Kenapa
mereka curhat kepadaku? Apa tampangku seperti seorang yang ahli dalam
menangani masalah keluarga? Oh, mungkin karena para pendeta susah dihubungi dan
untuk menemui mereka harus buat janji terlebih dahulu karena jadwal mereka
super padat. Mungkin juga karena mereka tidak mau membayar psikolog atau
konsultan keluarga. Mungkin juga mereka hanya mau didengar.
Namun,
mendengarkan juga ada seninya. Jika
kita dicurhati tetapi kita hanya diam saja, biasanya kita akan ditanya: "Apa kamu mendengarkanku?"
Jika kita tetap tidak merespon sekedar mengangguk atau menggeleng, mereka akan
kecewa karena rasanya seperti berbicara dengan dinding tuh. Hehehe... dinding
aja ada gemanya. Nah, seni mendengarkan inilah yang seringkali membingungkan.
Biasanya
jika seorang isteri menceritakan kekecewaannya terhadap suami yang begono
begini begitu padahal aku tak kenal suaminya, aku hanya mengangguk-angguk
sambil berkata: "Iya ya, suamimu
seharusnya tidak begitu. Iya ya, banyak lho isteri-isteri yang senasib
denganmu. Sabar saja dulu. Doakan saja suamimu niscaya suatu hari dia
sadar." Glodak... ternyata aku terbawa perasaan isteri-isteri itu
sehingga tanpa sadar aku memihak mereka padahal benar juga kata pak Leo bahwa
isteri pun memiliki kekurangan.
Namun,
tak mungkin pula aku menghubungi suami-suami mereka untuk membicarakan
isterinya. Helow... bisa tambah runyam masalahnya. Oh, aku tahu. Seharusnya
kugunakan jurus pertanyaan pak Leo: "Apa kamu pernah mengecewakan
suamimu?" Hehehe... kenapa ya jawaban seringkali baru muncul
setelah ada pertanyaan? Kenapa kehidupan ini tidak memberikan jawabannya
sebelum persoalan terjadi? Kalau jawaban diberikan di depan, aku tak perlu
pusing balik bertanya-tanya acapkali aku mendapat pertanyaan. Hahaha... ntar
malah jadi dukun donk.
0 komentar:
Post a Comment