Catatan Ibadah ke-1 Minggu 11 Maret 2018
Astaga! Waktu pun membuktikan
bahwa H benar. Suatu hari N tidak memberikan data tanggal 2 dan Beauty pun tidak memintanya karena dia pikir
tak ada transaksi pada tanggal 2. A yang turut mengecek juga tidak memintanya.
Namun, keesokan harinya L meminta data tersebut karena bersikeras ada transaksi
pada tanggal 2. Setelah Beauty mengeceknya
bersama A, mereka pun mengetahui bahwa sebenarnya memang ada transaksi pada
tanggal 2. Maka, Beauty meminta data
tersebut dari N: “Bu, saya minta data
tanggal 2 untuk L. Tadinya tidak kuminta karena kupikir tak ada transaksi,
tetapi ternyata ada transaksi.”
N marah-marah panjang lebar
hingga berkata: "Jangan dipikir.
Pikirkan yang harus dipikir tetapi untuk yang seperti ini tak usah dipikir.
Kamu harus cek dengan teliti, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya..."
Nah, setelah dia marah-marah sekitar sejam lamanya, N pun berusaha memaklumi Beauty yang masih baru beberapa minggu tetapi
dia berniat memecat A (admin yang sudah di sana selama 1,5 tahun) karena dianggap
tidak mengecek. Namun, tampaknya dia mengurungkan niatnya karena W memohon
kepadanya. Meskipun demikian, kelihatannya N punya rencana tidak baik terhadap
A tetapi dia menyampaikan hal itu kepada W dengan kode-kode bahasa tertentu
sehingga Beauty kurang memahaminya.
Maka, katanya dalam hati di depan
N: "Oh Bapa, jahat sekali orang ini.
Di kerajaan lain data langsung diberikan tanpa marah-marah dan biasanya orang
yang dimintai data malah meminta maaf karena kelupaan memberikan data. Namun,
bisa-bisanya W mendukung N dengan mengatakan bahwa mungkin saja N sedang
mengetes ketelitianku. Aku yakin dia tidak mengetesku tetapi dia sendiri lupa
memberikan datanya. Ini tidak adil Tuhan. Jika atasan lupa, masa hanya bawahan
yang disalahkan karena tidak mengecek dengan teliti. Sekalipun kami bersalah,
dia juga bersalah donk. Oh Bapa, tolong
beri dia pelajaran."
Ketika selesai menghadapi
kemarahan N, W pun masih marah-marah dengan perkataan yang sama dengan N: "Ingat ya... jangan dipikir tetapi
dicek... Di sini tidak ada ilmu perdukunan... dan seterusnya..."
Hehehe... setiap pendatang baru memang selalu diminta memulai karir dari bawah
agar mereka semua bisa diproses untuk menjadi serupa dengan warga lama karena
warga lama sudah diproses untuk serupa dengan keinginan Pangeran I. N beralasan
bahwa bukan Pangeran yang harus menyesuaikan diri dengan rakyatnya tetapi rakyat yang harus menyesuaikan diri dengan
Pangeran.
Maka, N senantiasa mengajar para
pendatang baru perihal cara menulis dan cara berbicara, termasuk kemampuan
memproduksi sambal ekstra pedas terhadap setiap jenis penyimpangan standar
kerajaan. Hah! Masa cara bicara juga diatur semirip mungkin? Astaga! Ketika
marah, W memang terlihat mirip sekali dengan N dalam berbicara dan bertindak.
Kelihatannya jika Beauty lama di sana,
dia pun bisa kehilangan keunikannya pula dan cara bicaranya juga bisa seperti N
dan W karena tuntutan standar kerajaan tersebut.
Eh, keesokan harinya N mendadak
sakit flu hingga jarang terdengar suaranya dan keesokan harinya lagi dia mulai
kehilangan suara pula hingga tak mampu marah-marah selama beberapa hari.
Gileee... padahal ketika memarahi Beauty
dan A, dia terlihat amat sehat dan tidak ada tanda-tanda sakit. Beauty juga tidak berdoa agar dia sakit.
Dia hanya berdoa agar Bapa memberinya pelajaran. Lha kok tiba-tiba dia sakit?
Kebetulan sekali. Jika Bapa mengabulkan doanya, berarti kemarin-kemarin itu N
benar-benar tidak mengetesnya, tetapi dia sendiri memang lupa.
0 komentar:
Post a Comment