Di sebuah bangku rumah sakit seorang dokter wanita berbincang dengan seorang bapak tua.
Dokter: "Sebaiknya bapak opname saja agar bisa dirawat."
Bapak: "Tidak dok, saya pulang saja karena ini hari Sabtu dan tiap Sabtu saya dinner (makan malam) dengan isteri saya."
Dokter: "Pasti isteri bapak cantik ya sehingga usia segini masih juga dinner."
Bapak: "Isteri saya sudah tua. Tiap malam sudah diberi krim wajah tetapi keriputnya tidak hilang."
Dokter: "Kalau begitu, kok masih dinner? Saya saja tidak pernah dinner dengan suami saya. Saya malah marah dengan suami saya."
Bapak: "Lho kenapa?"
Dokter: "Suami saya punya banyak hutang, hingga ratusan juta Rupiah sehingga tiap hari kerjaannya hanya memegang kepala. Kalau hanya memegang kepala dan tidak bekerja, mana bisa melunasi hutang?"
Bapak: "Iya, setiap orang bisa berbuat kesalahan. Dulu saya juga pernah punya hutang ratusan milyar Rupiah.”
Dokter: "Yang benar saja pak. Kalau saya punya hutang sebesar itu, pasti saya mbambong atau kere atau tak sanggup hidup lagi.”
Bapak: “Iya. Namun, isteri saya mengatakan bahwa dia lebih baik bersama saya di tengah badai daripada bersama orang lain di tempat yang aman. Kata-katanya diambil dari buku yang berjudul Aku Ishak Meminang Engkau Ribka."
Dokter: “Bagaimana ceritanya pak?"
Kini kita kembali ke masa lalu bapak itu di sebuah perusahaan. Yayan (office boy) sedang duduk membaca buku lalu Ningrum (office girl) berdiri di sampingnya untuk menegurnya.
Ningrum: "Hei, tumben kamu membaca buku. (Seraya mengambil bukunya) Aku Ishak Meminang Engkau Ribka. Wah, bacaannya jeruh (dalam) nich. Pakai kacamata pula. Apa kamu minus?"
Yayan : "Ini memang kacamata gaya biar kelihatan pintar dan nanti ada yang tertarik sama Yayan."
Ningrum: "Memangnya ada yang tertarik sama kamu? Saya aja tidak tertarik sama kamu. (Sambil duduk di samping Yayan) Oh iya, kenapa akhir-akhir ini bos kita pak Peter sering memegang kepalanya? Apa dia sakit maag?"
Yayan : "Hahaha... makanya baca buku, sakit maag itu di perut. Kalau di kepala, itu sakit osteoporosis."
Ningrum: "Wah, pinter sekarang kamu Yan. Lalu kenapa pak Peter bisa sakit apa itu yang di kepala os.. te.. sis?"
Yayan : "Osteoporosis. Pak Peter baru saja membuka pabrik baru tetapi pabrik barunya merugi sehingga dia ambil keuntungan perusahaan ini untuk menutup kerugian pabrik tersebut."
Ningrum: "Oh..., kasihan ya pak Peter."
Yayan : "Sudah... (sambil membuka bukunya) sampai dimana tadi? Wah, jadi lupa... harus membaca dari awal lagi nich."
Lalu Ningrum pergi meninggalkan Yayan dan berpapasan dengan pak Peter beserta isterinya di depan pintu masuk sehingga Ningrum menyapa kedua bosnya. Sementara itu Yayan masih melihat bukunya sembari berkata kepada Ningrum: "Kamu jangan pura-pura. Ayo gedrok-gedrok kakinya dulu biar bersih." Pak Peter dan isterinya pun melakukan hal itu. Prok.. prok.. prok.. lalu Yayan menoleh dan terkejut. Lantas dia segera berdiri dan meninggalkan kursinya seraya berkata kepada pak Peter: "Ini kursinya pak, sudah saya hangatkan. Tadi masih dingin."
Kemudian Yayan ke tempat Ningrum yang tak jauh dari bos mereka.
Yayan : "Kok tidak bilang kalau ada bos?"
Ningrum: "Saya sengaja."
Pak Peter: "Yan, tolong ambilkan buku hutang." Yayan pun segera mengambil dan memberikannya kepada pak Peter lalu dia pergi. Di depan pintu dia berhadapan dengan dua pria yang mencari bosnya karena mereka berniat menagih hutang. Mereka pun nyelonong masuk dan marah-marah kepada pak Peter: "Kemarin bilang mau bayar besok dan sekarang bilang besok lagi. Sampai-sampai saya lebih sering mendatangi bapak daripada mendatangi pacar saya."
Bu Peter : "Jangan begitu. Kalau kurang diperhatikan, nanti pacarmu tidak mau sama kamu lagi."
Penagih hutang: "Iya... ya... nanti siapa yang mau sama saya? Eh... saya ini ke sini mau menagih hutang. Kok malah baper." Kemudian dia meminta temannya yang bertubuh kekar untuk berbicara: "Ayo sekarang kamu yang bicara. Bayarannya sama kok tidak mau bicara?" Eh, ketika berbicara, suara temannya malah tidak sinkron dengan tubuhnya... hehehe... suaranya mirip suara anak-anak. Akhirnya mereka pun pergi lalu datanglah seorang penagih hutang lain dari supplier kertas. Gayanya seperti pengacara di youtube yang senang kemewahan. Dia pun marah-marah kepada pak Peter tetapi pak Peter hanya bisa mengatakan bahwa dia belum bisa melunasi hutangnya. Kemudian penagih hutang itu pun pergi.
Bu Peter : "Sabar pa. Nanti kita cairkan semua deposito dan jual semua aset untuk melunasi hutang. Anak-anak juga sudah kupindahkan sekolahnya ke tempat yang lebih murah, bukan sekolah internasional lagi."
Pak Peter: "Iya. Tidak apa. Dulu kita memulai segalanya dari nol lalu Tuhan memberikan rumah, mobil, dan perusahaan. Tapi, maaf ma, seharusnya saya membahagiakanmu tetapi malah membuatmu menderita."
Bu Peter : "Lebih baik saya menderita bersamamu daripada bahagia bersama orang lain."
Pak Peter: "Terima kasih ma. Saya akan melakukan efisiensi besar-besaran. Nanti dananya bisa dipakai untuk melunasi hutang. Tolong kamu urus masalah keuangan."
Nah, kembali ke masa kini.
Pak Peter: "Begitulah dok. Sekarang saya mau membantu make up isteri saya di ranjangnya."
Dokter : "Kenapa di ranjang? Isterinya sakit?"
Pak Peter: "Isteri saya stroke, sakit karena tua."
Dokter : "Kenapa tidak dirawat anak atau perawat saja?"
Pak Peter: "Tidak dok. Ini kesempatan saya untuk bersama isteri saya dan saya tidak mau kesempatan ini diambil oleh anak atau perawat.”
Dokter : “Bagaimana dengan hutangnya?”
Pak Peter: “Seluruh hutang saya lunas dalam 3 tahun. Sekarang saya pergi dulu ya... Semoga dokter terberkati oleh kisah saya."
0 komentar:
Post a Comment