Thursday, October 12, 2017

Pertanyaan Kecil yang Menggelitik

Catatan Ibadah ke-1 Minggu 08 Oktober 2017

Alkisah pada zaman dahulu kala pada masa Dinasti Sukasuka hiduplah keluarga Sadar. Ketika pasutri Sadar sudah semakin berumur dan anak mereka pun sudah remaja, orang tua mereka pun semakin menua hingga tak banyak berbuat apa-apa. Lantas pasutri Sadar memasukkan orang tua mereka ke dalam keranjang dan membawanya ke dalam hutan. Anak mereka pun segera mengikuti karena penasaran dengan ulah orang tuanya. Setiba di hutan pasutri Sadar segera mengeluarkan orang tua mereka dari keranjang dan meninggalkannya begitu saja.

Campur Tangan Tuhan
Namun, anak mereka bergegas mengambil keranjang tersebut untuk dibawa pulang. Dengan terheran-heran pasutri Sadar bertanya kepada anak mereka: "Untuk apa kamu membawa keranjang itu?" Dengan spontan si anak menjawab: "Untuk membawa kalian ke hutan jika nanti kalian sudah tua dan tak bisa apa-apa lagi." Seketika itu juga pasutri Sadar terketuk hatinya lalu mereka segera memasukkan orang tua mereka ke dalam keranjang lagi untuk dibawa pulang ke rumah. Waktu pun terus bergulir. Lambat laun teknologi semakin berkembang dan menggerus nilai-nilai yang telah diwariskan oleh keluarga Sadar.

Maka, muncullah beberapa generasi ego dan mereka pun membentuk keluarga seturut ego mereka sendiri. Pasutri Hitungan merasa telah menghabiskan banyak uang untuk menghidupi anak-anak mereka. Maka, pada saat salah satu anak mereka telah bekerja, berumah tangga, dan mempunyai anak sendiri, dia menuntut anak-anak mereka memberikan uang. Ketika mereka mempunyai cucu, mereka tidak mau merawat cucu mereka jika tidak diberi uang dengan dalih: "Baby sitter saja minimal dibayar Rp1jt, masa kami tidak diberi uang jika kami harus merawat cucu kami?"

Lalu ibu Hitungan sibuk bertanya kepada tetangga kanan kiri mereka seperti pertanyaan yang biasa diajukan oleh para pekerja rumah tangga: "Kalian dikasih berapa oleh anak kalian untuk merawat cucu kalian?" Tak lupa mereka berkata pula: "Anak kami pelit". Sementara itu anak-anak mereka pun tak mau ketinggalan sehingga juga berkata kepada tetangga: "Orang tua kami cerewet." Oh, tetangga masa gitu?
Mazmur 119:37 Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!

Nah, ketika menerima pertanyaan dari ibu Hitungan, ibu Segan justru berbohong dengan mengatakan bahwa anaknya telah memberinya banyak uang tetapi dia tidak menyebutkan nominalnya. Karena penasaran, ibu Hitungan pun bertanya kepada tetangganya yang lain: “Eh, apa kamu tahu ibu Segan diberi uang berapa oleh anaknya sehingga mau-maunya mengasuh cucu-cucu mereka non stop tiap hari?” Astaga. Tetangga oh tetangga. Kemungkinan besar orang tua zaman dulu selalu dididik oleh orang tua mereka agar menjadikan anak sebagai tumpuan masa depan mereka. Jika anak tidak memenuhi harapan, mereka pun memberikan tuntutan.

Hadapi Saja
Lain ladang, lain belalang. Jika pasutri Hitungan sangat berani menyatakan pendapat kepada anak-anak mereka, pasutri Segan justru sebaliknya. Ketika masih muda atau baru menikah, pasutri Segan tak sanggup merawat anak mereka karena harus banting tulang mencukupi kebutuhan keluarga. Maka, mereka menitipkan anak-anak mereka kepada seorang ibu pengasuh yang profesional karena sanak saudara mereka dan orang tua mereka juga tidak mau dititipi anak-anak kecil yang suka usil. Ketika mereka sudah bisa membeli rumah sendiri dan anak-anak mereka telah remaja, barulah pasutri Segan mulai menjaga anak-anak mereka sendiri.

Karena lama tak bersama, pasutri Segan selalu menuruti kemauan anak-anak mereka dan tak pernah sanggup melarang mereka karena jika dilarang, mereka akan marah-marah. Selain itu, mereka takut diabaikan oleh anak-anak yang diharapkan menjadi tumpuan masa tua mereka sehingga selalu segan menyatakan pendapat mereka. Suatu hari anak tengah mereka menikah lalu tinggal di rumah hasil kerja kerasnya sendiri. Namun, dia menitipkan anak-anaknya kepada pasutri Segan karena mertuanya juga tidak mau dititipi anak-anak kecil.

Karena sudah dititipkan, anak tengah seakan lepas tanggung jawab. Acapkali anak-anaknya bermasalah, pasutri Segan akan dikomplain atau diomeli. Dia tidak punya inisiatif untuk belajar merawat anak-anaknya sendiri. Sepulang kerja atau saat libur tiba dia tidak mau membawa pulang anak-anaknya dan hanya datang menjenguk anak-anak mereka sejenak lamanya. Karena dia sibuk bekerja, dia baru membawa pulang anaknya pada malam hari setelah anaknya mulai bersekolah. Sementara itu anak keduanya masih batita sehingga tak pernah dibawa pulang.

Padahal, merawat anak kecil amatlah melelahkan karena anak-anak kecil sering terbangun pada jam-jam tidur sehingga pasutri Segan kurang tidur. Anak-anak kecil juga sering buang kotoran di pampers atau celana dan harus sering digendong. Ketika mulai berjalan dan berlari, mereka pun berlarian ke sana kemari, naik turun tangga, mengambil dan melempar berbagai benda, serta mencoba banyak hal baru. Semua ini amat sangat melelahkan bagi orang yang sudah berumur tetapi anak tengah seakan-akan tidak mau tahu karena dia tampak belum sanggup meninggalkan zona nyamannya semasa single dulu. Mungkin pula dia masih menyimpan kepahitan masa kecil karena dulu dia pun dititipkan kepada orang lain.
Amsal 10:1 Amsal-amsal Salomo. Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.