Catatan Ibadah ke-1 Minggu 08
Oktober 2017
Setelah tahun demi tahun berlalu pasutri Segan mulai merasa tertekan karena
mereka semakin menua dan tenaganya tak lagi sekuat dulu. Mereka berharap anak
tengahnya mau mengerti tanpa diberitahu karena dia telah dewasa dan pasti
mengomel jika dinasehati. Namun, anak tengahnya tak kunjung sadar dan mengerti
sehingga pasutri Segan hanya mencurahkan keluh kesah kepada orang-orang di
sekitar mereka.
Beginilah sepenggal keluhan mereka:
* Masa kami harus menghabiskan masa tua seperti ini? Karena harus merawat
cucu 24 jam non stop, kami tidak lagi punya waktu untuk ikut senam atau
jalan-jalan bersama teman kami sehingga mereka semua sudah bosan mengajak kami.
* Ketika kami menghadiri undangan pesta (hanya untuk beberapa jam), kami
dilarang pulang malam karena diharuskan menjaga cucu kami yang sudah mulai
mengantuk. Padahal, acapkali anak tengah mau bepergian, kami langsung
mengiyakan tanpa syarat sekalipun dia bepergian lebih dari sehari.
* Mengapa sulit sekali baginya untuk
merawat anaknya sendiri? Bahkan, kami nyaris tak punya waktu untuk makan,
mandi, keramas, menyemir rambut, dan membersihkan rumah kami karena cucu kami
selalu mengikuti kami kemanapun kami pergi.
* Jika seperti ini terus, ya jangan sampai mereka menambah anak lagi. Kami
sudah tidak sanggup. Dua saja sudah amat sangat melelahkan.
Sementara itu suatu hari dengan mudahnya anak tengah berkata kepada mereka:
"Tolong
jaga cucu kalian karena saya harus membersihkan rumah saya sendiri."
Lalu pada saat datang bertandang ke rumah pasutri Segan, dia akan segera
memeluk dan mencium anak-anaknya seraya mengomeli pasutri Segan jika kinerja
mereka dianggap tidak memenuhi standar kerja yang diharapkan anak tengah.
Karena pasutri Segan tidak pernah dikasih uang belanja atau uang lelah,
sesekali mereka pun ditraktir makan atau diajak jalan-jalan tetapi saat
jalan-jalan tugas baby sitter
tetaplah diletakkan di pundak pasutri Segan sehingga mereka nyaris kekurangan
jam istirahat.
Ketika anak tengah diminta menginap di rumah pasutri Segan agar bisa
belajar merawat anak-anaknya sendiri, anak tengah langsung berkata: "Tidak, rumah kalian kotor dan panas."
Astaga! Tetangga hanya bisa mengelus dada. Ini anak sudah dikasih hati tetapi kok
masih bisa mengucapkan kata-kata yang menusuk hati? Apa masih mau minta
jantung? Hal lain yang menyedihkan adalah ketika melihat anak tengah datang
untuk memerintah pasutri Segan: "Sikatin
gigi anak saya! Ambilkan makanan dan suapin anak saya! Perhatikan penampilan
anak saya dan jangan memakaikan pakaian jelek kepada anak saya! Ceboki anak
saya! Ajarkan kebenaran kepada anak saya! Jangan turuti semua permintaan
anak saya! Sekalipun mereka menangis, biarkan saja, masa kalah sama anak-anak kecil?"
Nah, ketika cucu-cucu pasutri Segan menangis, anak tengah pun menyerah dan
segera melemparkan tanggung jawab kepada pasutri Segan. Kata anak tengah kepada
pasutri Segan: "Sudah. Aku tidak mau
tahu. Uruslah cucu-cucu kalian yang nakal ini. Tidak bisa dinasehati. Ini
karena kalian terlalu menuruti semua kemauan mereka." Hehehe... dia sendiri kalah dengan anak kecil
tetapi pasutri Segan tak boleh kalah. Aneh. Seakan-akan dia berkata: "Jangan menjadi sepertiku karena
kalian harus lebih baik dariku." Jadi, sebenarnya anak tengah
sedang memberikan teladan buruk bagi anak-anaknya sendiri tetapi berharap
menuai kebaikan. Wew... bisa tidak?
Roma 10:21 Tetapi tentang Israel ia berkata: "Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada bangsa yang tidak taat dan yang membantah."
Sementara pasutri Segan telah berusaha memberikan yang terbaik untuk
cucu-cucu mereka setiap harinya, mereka masih dikomplain kurang ini dan itu.
Bahkan, acapkali datang bertandang, anak tengah seringkali hanya duduk di
tempatnya sembari menonton film Korea atau bermain dengan gadgetnya. Kebiasaan ini pun ditiru oleh anak pertamanya. Seringkali
tangan pasutri Segan kelelahan hingga sakit karena harus sering menggendong
cucu-cucu mereka yang rewel. Namun, anak tengah seakan tidak peduli.
MASIH
ADA HARAPAN
Teramat berat beban yang kau rasa.
Cobaan datang silih berganti. Semua yang kau rasa tak adil untukmu seakan Tuhan
jauh dan tak ada. Masih ada harapan selama matahari masih bersinar, selama
nafas hidup masih berhembus, Tuhan tahu, Dia ada di sisimu.
S'lalu ada harapan meskipun
hatimu tak lagi merasa. Putus semua asa dan harapanmu. Dia sanggup, Yesus
sanggup pulihkan hidupmu.
0 komentar:
Post a Comment