Friday, August 4, 2017

Benci pada Pandangan Pertama

Philip Mantofa: "Tuhan sudah mengalahkan Setan, tapi pastikan anda tidak mengalah dengan Iblis. Jangan pernah biarkan komitmen anda terhadap Kristus goyah."
Ah, kata-kata tersebut membuatku teringat akan kekonyolanku di masa lalu hingga tadi malam aku melihat pula korban kekonyolanku tersenyum di dalam mimpiku. Ouch... Dari dulu aku tahu bahwa Tuhan sudah mengalahkan setan tetapi kenapa iblis tetap kuat dan tak mudah dikalahkan manusia sekalipun manusia itu disertai oleh Tuhan? Jangan remehkan iblis lho jika tak ingin mengalami kekonyolan kisah ini.

Suatu malam aku tengah menonton film di TV sendirian. Kala itu aku mendengar tokoh wanitanya berkata kepada seorang pria: "Aku membencimu sejak pada pandangan pertama." Hahahahahaha... aku pun spontan tertawa seraya berkata: "Aku percaya ada cinta pada pandangan pertama yang membuat tahi kucing berasa coklat sehingga aku selalu waspada agar tidak jatuh ke dalamnya tetapi mana bisa benci pada pandangan pertama? Untuk mencintai seseorang mungkin tidak dibutuhkan alasan karena terkadang cinta itu tak ada logika tetapi untuk membenci seseorang seharusnya ada alasan terlebih dahulu. Hahahaha... ada-ada saja nich... tidak masuk akal."

Beberapa minggu kemudian aku mulai masuk kuliah dan sekitar sehari setelah itu aku melihat kedatangan seorang kakak pembina pada masa orientasi mahasiswa. Pagi itu tanpa memperkenalkan dirinya dia langsung memarahi salah satu teman sekelompokku. Maka, tanpa sadar seketika itu juga aku langsung membencinya. Aku pun ingin membalasnya tetapi aku tidak berani karena aku masih yunior.

Beberapa hari kemudian aku teringat akan film tadi. Oh, inikah yang namanya benci pada pandangan pertama? Ternyata ada hal semacam ini. Jangan-jangan saat itu aku tidak menonton TV sendirian. Jangan-jangan saat itu iblis ikut menonton lalu mendengarku tertawa sehingga si ular tua itu merasa diremehkan dan mau unjuk gigi. Aduh, sekarang bagaimana caranya menyingkirkan kebencian ini? O... Yesus pernah mengatakan bahwa kebencian bisa dikalahkan dengan kasih. Jika aku bisa mengasihinya, tentu aku bisa lepas dari kebencian ini.

Namun, bagaimana aku bisa mengasihinya? Jika orang lain tidak perlu alasan untuk mengasihi, aku sich perlu alasannya terlebih dahulu karena bagiku tak kenal maka tak sayang. Selain itu, aku tetap harus menjaga hatiku dengan segala kewaspadaan agar tidak menganggap tahi kucing sebagai coklat sehingga aku harus punya alasan untuk mengasihi seseorang. Kutipannya: cinta pun harus dilogika. Hmmmm... mmmm... aha... aku akan mencari tahu kebaikannya agar bisa berhenti membencinya.

Observasi pun mulai dilakukan tetapi hasilnya sungguh mengecewakan. Aku temukan bahwa dia pintar hingga menjadi salah seorang asisten dosen pula. Namun, kutemukan bahwa dia perokok dan berpikiran sempit. Di kampus ada seorang dosen wanita yang galak dan dia beranggapan bahwa dosen itu galak karena tidak menikah. Aku benci penilaian semacam ini. Galak atau jahat tak bisa dikaitkan dengan status seseorang dan ada banyak alasan yang membuat seseorang tidak menikah. Jadi, dia tidak berhak menilai dosen tersebut berdasarkan sebuah persepsi pribadinya yang sempit itu. Seharusnya dia melihat dari banyak perspektif.

Tak kenal maka tak sayang. Namun, semakin kenal juga bisa semakin benci. Aku benar-benar tak bisa menyingkirkan kebencianku sehingga aku mencari cara untuk membalasnya tetapi aku hanya bisa menunggu hingga dia lulus kuliah karena sebagai yunior aku tak punya keberanian melawan senior. Maka, kucari tahu data-data pribadinya terlebih dahulu dan kusimpan.

Nah, setelah dia lulus aku buat dia penasaran dengan sms misterius hingga dia mengajak bertemu di sebuah mall. Aku pun menemuinya bersama sepupuku dan setelah pertemuan tersebut tiba-tiba aku berpikir untuk menyudahi kebencianku yang tidak masuk akal. Maka, aku meminta alamat emailnya untuk mengakui semuanya. Di dalam email tersebut aku ceritakan bahwa aku telah membencinya pada pandangan pertama dan aku pun mengemukakan semua alasanku.

Setelah membaca emailku yang panjang lebar dia pun mengirimkan pesan singkat yang intinya menyatakan pembelaan dirinya dan sekaligus menyatakan bahwa dia tidak keberatan jika aku membencinya. Aku lega membacanya. Kini, semua sudah berakhir. Aku tak perlu membencinya lagi dan tak perlu menghubunginya lagi. Semenjak saat itu aku amat berhati-hati dalam menertawakan sesuatu dan aku juga tidak berani meremehkan iblis. Sekalipun Yesus telah mengalahkan iblis, aku tetap tak bisa meremehkan iblis karena dia sudah hidup ribuan tahun dan ternyata masih banyak hal yang belum kuketahui.
Yakobus 4:7 Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!
Menulis Kesalahan Orang Lain di Atas Pasir
Kemudian seiring berjalannya waktu aku menemukan kutipan yang berbunyi: "Jika ada yang menyakitimu, tulislah di atas pasir. Jika kau menerima kebaikan, pahatlah di atas batu." Oleh karena itu, aku telah lama menghapus semua email dan tulisan kebencianku terhadap kakak tadi agar aku tidak mengingat-ingat peristiwa konyol tersebut. Fiuh, untunglah saat itu si kakak yang percaya hukum karma juga bisa memaklumiku sehingga dia pun tidak membalas kebencianku dengan kebencian pula. ^_^

DIA SELALU ADA
Satu persatu kubuka lembar hidupku terbayang betapa berdosanya aku. Aku mencoba melawan ini sendiri tetapi tak sanggup ku terjatuh lagi. Ternyata aku s’lalu melupakan Dia ada mengulurkan tangan.
Reff: Dia s’lalu ada dengan cinta-Nya menembus hatiku, menyelamatkanku. Dia s’lalu bisa menunjukkan cara agar kupercaya Dia s’lalu ada.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.