Catatan Ibadah ke-1 Minggu 16 Juli 2017
Suatu hari seekor gagak
berkaok-kaok di depan bawahannya karena peternak memintanya menemukan penyebab
masalah program. Karena dia tidak bisa menemukan solusi, dia hanya bisa
menuntut para bawahannya. Kura-kura mencoba menjawabnya tetapi dia tidak puas
dengan jawaban tersebut dan berkata: "Jika penguasa yang bertanya, masa kamu
akan menjawab seperti itu?" Ah, jadi ingat dulu dia pun
memberitahu kura-kura bahwa kirim email kepada penguasa juga harus ‘sempurna’
alias tidak boleh salah.
Hehehe... jadi ingin ketawa ala
Betty la Fea. Belum tahu dia. Hahaha... andai dia tahu format email si
kura-kura kepada anak penguasa... bahasanya itu lho... bahasa gaul ala negeri
dongeng. Apa itu salah? Iya salah kalau ditujukan kepada orang sepuh tetapi
tidak salah lha jika ditujukan kepada anak muda yang suka film kartun.
Kura-kura juga pernah salah kirim email dan ketika menyadarinya, dia segera mengirim
lagi email yang benar disertai permintaan maaf. Maaf ye...
Salah satu kelemahan kura-kura
adalah tetap menjadi diri sendiri sekalipun berhadapan dengan penguasa. Kura-kura akan menyesuaikan jawabannya
sesuai karakter atau perilaku lawan bicaranya, bukan berdasarkan jabatan
atau tahta atau hartanya. Karakter itulah yang penting untuk diperhatikan saat
berkomunikasi. Biasanya sich karakter lawan bicara akan tergambar dengan jelas
lewat pengamatan mimik wajah, bahasa tubuh, intonasi suara, dan pengalaman
dengan yang bersangkutan.
Dulu di peternakan Peri
kura-kura ditegur oleh seorang penguasa: "Jendelamu
kok buram?" Karena penguasa tampak ramah dan murah senyum, kura-kura
menjawab: "Oh, ini filter screen...
hehehe..." Penguasa pun tertawa dan meminta kura-kura membersihkan
jendelanya... hahaha... Dengan sukacita kura-kura pun membersihkan jendelanya.
Alhasil, silau men... kura-kura pun memerlukan kacamata anti radiasi. ^_^
Di peternakan Hantu kura-kura
juga pernah menerima telepon dari orang asing. Karena tak mengenali suaranya,
kura-kura bertanya: "Siapa
ini?" tetapi si penelepon malah balik bertanya: "Ini siapa?" Kura-kura pun tak mau menjawabnya dan tetap
bertanya: "Siapa ini?"
sekalipun instingnya mengatakan bahwa penelepon adalah bosnya. Maka, telepon
ditutup.
Eng... ing... eng... tak lama
berselang Mak Lampir bertanya: "Siapa
yang baru saja menerima telepon?" Kura-kura
pun segera mengakuinya dan diminta ke ruangannya. Mak Lampir bertanya: "Apa kamu tidak mengenali suara bos?
Tadi bos yang menelepon dan kamu jawab apa?" Maka, kura-kura menjawab:
"Aku tidak mengenali suaranya. Aku
hanya menanyakan siapa dia tetapi dia malah balik bertanya siapa aku.
Dimana-mana penelepon harus menyebutkan identitasnya terlebih dahulu jika yang
menerima telepon tidak langsung mengenali suaranya tetapi dia tidak mau
menjawab."
Mak Lampir berkata: "Bos
sudah biasa seperti itu. Kita yang harus menjawab terlebih dahulu."
Kura-kura balik bertanya: "Bagaimana
jika yang menelepon ternyata bukan bos tetapi orang jahat yang ingin mengecek
situasi di dalam sini? Apa harus tetap menjawab terlebih dahulu?"
Dengan menahan kekesalan Mak Lampir berkata: "Ya sudah, lain kali kamu jangan menjawab telepon. Biar pekerja
lain saja yang menjawabnya, terutama yang sudah mengenali suara bos."
Hahaha... baguslah... ngapain juga menjawab telepon bos yang tidak mengetahui
etika menelepon. Kita harus berani
karena benar dan takut karena salah. ^_^
Oke... kembali lagi ke
peternakan Abang. Setelah menerima jawaban kura-kura yang tidak memuaskan,
burung gagak berkata: "Kalau ada
waktu, coba kamu selidiki penyebabnya." Haiya... dulu jadi bawahan itu
enak karena tugasnya hanya kongsian tanggung jawab dengan atasan. Bawahan hanya
perlu menjawab karena atasan yang akan menanggungnya sehingga atasan selalu
mengarahkan bawahan dan menyingkapkan berbagai hal yang belum diketahui oleh
bawahannya. Bawahan cuma mengikuti jalan atasan saja karena tak ada tuntutan
untuk berpikir lebih tinggi dari jabatannya.
Roma 12:3 Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
Dulu begitu. Lha sekarang kok
beda? Apa faktor pembedanya? Masa bawahan di akhir zaman dituntut untuk lebih
pintar daripada atasan? Bawahan harus bertanya kepada siapa donk??? Pantas saja
di Tanah Abang banyak atasan diobral. Piye iki? Piye? Biasanya jika atasan
tidak benar, berlakulah dua aturan dasar: “Aturan I: Atasan selalu benar. Aturan II:
Jika atasan salah, pasti bawahannya yang salah karena tidak memberitahu
kebenarannya.”
Kura-kura pun mencurahkan isi
hatinya di hadapan Sang Penasehat Ajaib: "Oh,
Penasehat Ajaib, aku dengar lisensi program peternakan Abang telah dibawa oleh
peternakan Ijo pada saat timbul perpecahan. Jadi, seharusnya solusi yang tepat
adalah membeli lisensi resminya lagi agar mendapatkan support dari pemilik
programnya secara langsung. Jika terlalu mahal, kenapa mereka tidak membeli
saja program buatan lokal? Jika tetap tak mampu, ya daripada membiarkan kelinci
dan tikus tidur-tiduran atau bermain-main di tengah jam kerja, alangkah baiknya
jika mereka diminta membuat program baru. Jika mau cepat, peternakan Abang juga
bisa meminta saran dari konsultan yang sudah ada. Jadi daripada berpura-pura
bisa atau memaksa diri berpikir hingga pusing tujuh keliling delapan putaran, bukankah
sebaiknya jujur saja akui keterbatasan
yang ada? Bagaimanapun juga pengakuan adalah awal pemulihan lho."
Mazmur 37:37 Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan;
KAMI PERLU KAU TUHAN
Kemanakah kami mencari kasih sejati?
Kemanakah kami berseru saat badai datang menderu? Yang kami tahu hanya Kau yang
mampu pulihkan s’gala sesuatu. (2x)
Reff: Kami perlukan keajaiban-Mu. Kami
butuhkan sentuhan tangan-Mu. Kami tak dapat berjalan sendiri. Kami perlu Kau
Tuhan.
0 komentar:
Post a Comment