Monday, April 3, 2017

Kenali Dirimu Dulu

Kejadian 3:12-13 Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."

Ketika Adam (manusia pertama) jatuh ke dalam dosa, Tuhan bertanya kepadanya: "Apa kamu makan buah terlarang?" Adam tidak menjawab pertanyaan tersebut tetapi langsung menyalahkan Hawa dan Hawa langsung menyalahkan ular. Siapa sangka ular tidak terdengar menyalahkan siapapun. Ya... mungkin ular memang lebih bertanggung jawab daripada manusia.

Keturunan Adam dan Hawa juga masih suka saling menyalahkan, terutama ibu-ibu yang berperan besar dalam budaya tak bertanggung jawab ini. Lihatlah ketika ada balita menangis karena jatuh dari kursi, ibunya akan berkata: "Cup cup cup... Kursinya nakal ya... Ini ibu pukul kursinya." Padahal, anak itu jatuh karena si ibu atau anak itu sendiri tidak hati-hati.

Dampaknya, saat ini di negeri kita semua orang saling menyalahkan. Atasan menyalahkan bawahan, bawahan menyalahkan atasan, menantu salahkan mertua, mertua salahkan menantu, dan begitu seterusnya. Tidak ada orang yang mau disalahkan, sehingga jika memungkinkan mereka selalu mencari orang lain untuk disalahkan. Jika tak ada orang yang dapat disalahkan, benda mati pun akan disalahkan. Luar binasa ya...

Suatu hari ada seorang wanita jelita (jelang lima puluh tahun) yang mencurahkan isi hatinya. Dia mengaku sedih karena mertuanya selalu menyalahkan dia tiap kali terjadi suatu masalah. Misalnya: Ketika gagang panci mertua rusak, dia yang disalahkan padahal suaminya yang tidak sengaja merusaknya. Ini memang terdengar sungguh memprihatinkan tetapi ternyata kita tak boleh mendengar dari satu sudut pandang saja. Kenali dulu pembicaranya.

Seringkali wanita itu lupa meletakkan sesuatu, seperti bolpoin atau benda-benda lainnya. Ketika dia tidak menemukannya, dia akan menyalahkan orang lain: "Hei kamu, dimana bolpoinku?" dan tentu saja yang ditanyai tidak tahu menahu. Beberapa saat kemudian bolpoin tersebut ditemukan di antara tumpukan bukunya dan dia tertawa. Orang-orang di sekitarnya juga tertawa lalu dia mengatakan bahwa kebiasaan ini sudah ada semenjak remaja.

Hal itu memang terkesan lucu bila masalahnya hanya menyangkut hal-hal kecil seperti bolpoin. Namun, bagaimana bila kebiasaan buruk tersebut dibawa ke dunia kerja? Apakah masih lucu ketika menyalahkan orang lain pada saat kita lupa akan tanggung jawab kita? Apakah masih lucu ketika kerja sama tim menjadi rusak karena kebiasaan kita yang tak bertanggung jawab itu?

Koreksi Dirimu
Ketika wanita tersebut lupa mengajari bawahannya, timbullah masalah yang tidak dia harapkan lalu dia langsung menyalahkan bawahannya. Dia selalu berkata kepada bawahannya: "Masa sich belum kuajari? Kamu itu belajarlah sendiri karena dulu aku juga belajar sendiri." Oke... jika bawahannya harus belajar sendiri, tentulah secara trial and error. Bila benar-benar terjadi error yang merugikan dia, masih pantaskah dia marah dan mengomeli bawahannya? Apakah sekarang dia masih terdengar lucu dan menggemaskan? Tidak. Ini sungguh mengenaskan.

Ketika dia tidak bisa menyampaikan keinginannya dengan baik kepada departemen lain, dia pun cenderung mengomel sambil menyalahkan mereka. Alhasil, tetangganya seringkali terdengar berteriak kepadanya sambil mengatupkan tangan tanda permohonan: "Dengarkan saya. Tolong dengarkan saya dulu, mbak. Begini lho..." Apakah wanita ini masih terdengar lucu? Mungkin ya, jika kita belum pernah merasakan sendiri ulah wanita tersebut.

Di hari yang lain dia juga tidak memahami penyampaian laporan dari departemen lain sehingga bawahannya diminta menangani permasalahan tersebut. Lantas bawahannya turun tangan dengan menemui kepala departemen yang bersangkutan. Setelah itu bawahannya menjelaskan kepada wanita itu tetapi dia malah mengomel: "Orang itu seperti bos saja. Mengapa kamu yang ke sana dan bukan dia yang ke sini?" Nah, kini coba perhatikan dengan teliti: siapa yang lebih terlihat seperti bos? Wanita itu atau kepala departemen lain atau keduanya? Nilai saja sendiri.

Ada kalanya dia pun bertanya: "Mengapa orang itu selalu meneleponmu? Mengapa dia tidak meneleponku? Apa dia tidak berani meneleponku karena takut diomeli. Lain kali mintalah orang itu untuk meneleponku sendiri. Katakan padanya bahwa pertanyaannya itu berkaitan dengan pekerjaanku dan bukan pekerjaanmu." Ouch... Dia diiyakan saja tetapi lebih baik diam saja daripada menjadi penyambung lidahnya. Kalau dia mau ribut dengan orang lain, biarkan dia ribut sendiri. Sebaiknya kita tidak usah ikut-ikut sekalipun dia atasan kita.

Bicaralah baik-baik jika ingin dimengerti oleh orang lain. Jika seseorang sering mengomel, dia akan kehilangan respek karena biasanya seseorang sering mengomel untuk menutupi ketidakmampuannya menghadapi masalah. Ini sebabnya saat terjadi suatu masalah, wanita itu bertanya sambil mengomel: "Bagaimana ini? Ini berimbas kepada orang lain. Nanti orang itu akan disalahkan." Wow... ini terdengar manis karena dia takut orang lain disalahkan padahal sebenarnya dia takut dirinya disalahkan. Alhasil, dia pun hanya bisa mengomeli bawahannya yang belum pernah diajari olehnya sehingga bawahannya hanya bisa curhat kepada anak bos sembari mengakui kesalahannya. Iya ko, semuanya salahku...^_^ dan pengakuan itu membawa kelegaan... wkwwk...
>> Siapa menabur angin, dia akan menuai badai. <<
Bagus... biarkan saja wanita itu terus menerus menyalahkan bawahan dan menyalahkan orang-orang dari departemen lain. Lalu biarkan saja dia menikmati ocehan mertuanya karena sesungguhnya rasa sakit yang dia rasakan karena tuduhan-tuduhan mertuanya adalah rasa sakit yang telah dia berikan kepada rekan-rekan kerjanya. Jadi, biarlah dia menikmati taburannya itu dan semoga mereka berdua panjang umur hingga mendapatkan pencerahan ilahi.
Amsal 10:19 Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. 
Kadang kala wanita itu juga membicarakan orang lain secara diam-diam. Suatu kali dia bercerita bahwa dia diundang makan oleh tetangganya yang seringkali dia omongin secara diam-diam. Dia juga bercerita: "Aku ini tidak bisa munafik. Aku tidak bisa menghadiri undangan dari orang yang telah kubicarakan secara diam-diam. Namun, setidaknya aku harus setor muka di depannya." Heh! Tidak munafik tapi setor muka? Apa wanita ini masih bisa dipercaya? Aku sich tidak mau setor muka manis di depan orang yang tidak kusukai karena mukaku hanya ada satu. Jika mukaku disetorin demi terkesan manis di permukaan doank, selanjutnya aku harus memakai topeng donk. Males banget. Diri sendiri aja dibohongi. Bagaimana dengan orang lain?

Orang Sukses Bertanggung Jawab
Jadi, janganlah menjadi pemimpin ala wanita pengomel itu. Belajarlah sabar, jujur, dan bertanggung jawab dari hal-hal yang kecil karena nantinya kita akan menghadap tahta pengadilan Allah untuk mempertanggungjawabkan hidup kita secara pribadi di hadapan-Nya dan saat itu kita tidak bisa lagi menyalahkan orang lain atau benda lain. Jika kita memang salah, ya akuilah kesalahan kita.
1 Timotius 1:15 Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.
TERIMA KASIH TUHAN (Ir.Niko Njotorahardjo)
Terima kasih Tuhan untuk kasih setia-Mu yang kualami dalam hidupku. Terima kasih Yesus untuk kebaikan-Mu sepanjang hidupku.
Reff : Terima kasih Yesusku buat anugerah yang Kau beri sebab hari ini Tuhan adakan syukur bagi-Mu.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.