Beberapa hari lalu Ivana
yang merupakan teman kerjaku bercerita tentang salah satu pendeta favoritnya
yang bernama Sukirno Tarjadi.
Dia mengatakan bahwa khotbah pendeta ini menyenangkan. Namun, kubilang padanya
kalau aku belum bisa mengingat semua nama pendeta yang khotbah di GMS,
terutama kalau aku hanya melihatnya sekali saja. Selain itu, aku tidak
selalu dapat membaca tulisan nama pendeta yang dimunculkan di layar karena
kadang kala tertutupi kepala orang-orang yang ada di depanku. Jadi, aku tidak
tahu pendeta yang dia maksud.
Maka, dia tunjukkan foto Sukirno Tarjadi yang ada di
Facebook tetapi aku mengatakan bahwa aku belum pernah melihatnya. Lalu dia
bilang: "Ah, pasti kamu jarang ke
gereja sehingga tidak pernah melihatnya karena tiap bulan dia pasti khotbah di
GMS." Namun, aku tetap yakin bahwa aku belum pernah melihatnya.
Lalu sore ini aku melihat
Ivana ikut ibadah sore di GMS tetapi dia tidak melihatku karena aku belum
sempat menyapanya dan dia keburu pergi. Tak lama berselang muncullah seorang
pendeta yang berbicara cukup cepat. Lalu sebelum khotbah muncullah tulisan
namanya di layar 'Sukirno Tarjadi'... (hehehe... kini kutahu orangnya)
Lalu pak
Sukirno bercerita bahwa sebelumnya dia sempat ditanya oleh seorang jemaat GMS
(entah siapa). Pertanyaannya: "Besok Minggu pak Sukirno khotbah di GMS?" Saat itu pak Sukirno mengatakan bahwa dia mau pulang ke Jakarta
jadi Minggu tidak ke GMS. Namun, Tuhan berkehendak lain karena mendadak pak
Sukirno ditelepon dan diminta khotbah di GMS pada hari Minggu ini. (entah siapa yang meneleponnya, entah
siapa yang memintanya) Hal ini membuat pak Sukirno
pinjam dasi, dll hingga merasa penampilannya kurang sempurna tapi katanya:
“tak apalah”.
Lalu
mungkinkah pak Sukirno batal ke Jakarta karena Ivana ingin menunjukkan
khotbahnya padaku? Hahaha....., ini sich alasan yang terlalu mengada-ada karena
aku 'kan tidak terlalu penasaran untuk melihat dan mendengarnya khotbah di GMS.
Saat kuceritakan kepada titiku perihal
perbincanganku dengan Ivana, dia mengatakan bahwa pak Sukirno adalah penulis
buku ‘Catatan dari Pinggir Oasis’
yang telah dia berikan padaku dan telah kubaca sampai habis. Ealah... inilah
salah satu kebiasaan burukku: banyak membaca buku dan banyak melupakan nama
penulisnya.... hehehe... kebiasaan yang satu ini jangan ditiru dech.
Namun, aku
memang tak mampu mengenali dan mengingat
seseorang hanya dengan melihat fotonya. Jadi, minimal aku harus melihatnya
secara langsung dan mendengarnya bicara. Kalau dia punya gaya bercerita yang
mengesankan, wah biasanya semakin mudah bagiku untuk mengingatnya ...^.^
Namun, sesungguhnya hal penting apakah yang harus dia sampaikan di GMS
sehingga dia belum boleh balik ke Jakarta? Kalau begitu, mari dengar
pesan yang disampaikannya. Sebenarnya inti pesannya adalah perubahan
hidup agar menjadi serupa dengan Kristus.
Di dalam khotbahnya ini dia
membagikan banyak kisah tetapi salah satu ceritanya yang berkesan bagiku adalah
kisah sol sepatu. Dia bercerita bahwa pada suatu acara sol sepatunya rusak
tetapi dia tetap bersyukur karena: sol sepatunya copot saat selesai acara
dan bukan sebelumnya, yang copot cuma sol sepatu dan bukan anggota tubuh yang
lain, dan dua alasan lainnya yang kurang kuingat dan belum sempat kucatat.
Lantas kisah sol sepatunya ini mengingatkanku
pada kisah tentang sol sandalku yang copot saat aku mau ibadah di GMS beberapa
malam yang lalu. Saat itu aku pun bersyukur karena sol sandal kananku copot di
parkiran motor yang sepi sehingga hanya diketahui oleh titiku, sol sandal kiriku
juga dapat kucopot dengan mudahnya sehingga aku tetap mampu berjalan seimbang,
tali temali sandalku masih melekat erat pada alasnya sehingga sandal masih bisa
kupakai dengan segala ketidaksempurnaannya, hari pun sudah malam sehingga tak
banyak orang memperhatikan sandalku yang sudah tak bersol, jarak antar kursi
ibadah di GMS saling berdekatan sehingga jemaat lain juga tidak punya
kesempatan untuk memperhatikan sandalku.
Pada akhirnya, tali temali
sandal tak bersol ini tetap bertahan hingga aku tiba di rumah.... hahaha....
syukurlah. Alhasil, malam itu aku berkata pada memeku: "Ini artinya yang lama telah
berlalu dan yang baru akan datang.
Jadi, waktunya beli sandal baru." Saat itu memeku mengatakan
bahwa dia juga mau sepatu baru.
Waktu pun bergulir hingga
malam ini pak Sukirno yang diminta membatalkan kepulangannya ke Jakarta datang
ke GMS untuk menyampaikan firman ini: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia
adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah
datang." (2 Korintus 5:17)
Wow... ini 'kan mirip
kata-kata yang kuucapkan pada memeku saat sol sandalku copot
padahal saat itu aku tidak sedang mengingat-ingat firman dan firman ini juga
sama persis dengan firman yang kudapatkan pada hari baptisanku. Wow... luar
biasa... tampaknya hal-hal baru akan
segera terjadi: harapan baru, kesempatan baru, hubungan baru, dan
pastinya pengalaman baru dengan senyuman baru.
Jadi, perubahan itu pasti terjadi
tanpa berlambat-lambat.
KASIH-MU TERBESAR
ReplyDeleteYang lama t'lah berlalu, yang baru t'lah datang.
Kasih-Mu b'ri pengharapan, anugrah-Mu terbesar.
Tak perlu lihat ke b'lakang, langkahkan kaki ke depan.
Kasih-Mu b'ri pengharapan dan kekuatan.
Kasih-Mu, kasih-Mu, kasih-Mu Tuhan, kasih yang terbesar.
Kasih-Mu, kasih-Mu, kasih-Mu Tuhan, kekuatan kehidupan.
Kasih-Mu, kasih-Mu, kasih-Mu Tuhan, kasih yang terbesar.
Kasih-Mu, kasih-Mu, kasih-Mu Tuhan, kekuatan kehidupan.
KASIH-MU TERBESAR.
(Lagu Penutup Before 30 - Episode 118 : Beres Dengan Tuhan: http://youtu.be/h2I_Z62tuP4)