Aku Bukanlah Pujangga
Tentu Tak Pandai Merangkai Kata
Namun, Aku Nekat Mencoba
Membingkai Untaian Rasa
Tentu Tak Pandai Merangkai Kata
Namun, Aku Nekat Mencoba
Membingkai Untaian Rasa
Karena sahabatku pernah berkata: “Bernyanyilah seperti tidak ada yang mendengar. Menulislah seperti tidak
ada yang membaca.”
Aku memang bukanlah seorang pujangga yang bisa
mempercantik diri dengan lantunan irama nan indah. Aku hanyalah sekuntum bunga
yang begitu lemah dan nyaris putus asa. Aku tinggal bersama keluarga dan
teman-temanku di halaman sebuah kapel (gereja kecil). Di sekitarku ada banyak
tanaman yang menarik. Namun, dari semua tanaman yang ada, aku paling iri pada bunga soka yang
cantik mempesona. Dengan pulasan warna merah merona dan rasa nan manis
menggoda, dia disukai banyak orang, terutama anak-anak.
Aku juga iri pada bunga mawar yang harum dan indah.
Meskipun berduri tajam, orang-orang selalu menempatkannya di tempat-tempat
pesta. Bahkan, banyak remaja mengungkapkan cinta mereka lewat sekuntum mawar.
Sementara itu aku biasa dipanggil bunga tembelek
(tahi ayam). Nah... kalian pasti langsung muak padaku. Saat mendengar namaku
tentulah kalian menduga bahwa aku tidak harum, tidak indah, dan tidak berguna.
Ya... itulah perasaanku, kawan. Aku tidak ingin menjadi diriku karena beberapa orang tua melarang anak-anak mereka berada
di dekatku.
Mereka
selalu berkata: “Jangan ambil bunga itu.
Baunya tidak enak.” Aku sungguh tidak tahan mendengar kata-kata tersebut
sehingga aku selalu menyembunyikan diriku. Aku tidak melihat ada
hal yang patut kubanggakan sehingga hatiku amat pedih. Aku selalu
bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang: "Mengapa aku terlahir seperti ini?"
Namun, semua diam membisu dan hanya menjadi pendengar setiaku.
Lalu, seperti biasanya si angin membawa berita segar
sepulangnya dari bepergian. Si angin pun bercerita pada kami semua: "Di suatu hutan belantara hiduplah
sekuntum bunga yang amat sangat jelek. Baunya juga amat sangat busuk
sehingga dia dipanggil bunga bangkai."
Bunga tembelek berkata: "Tidak mungkin lebih jelek dan lebih busuk
daripada aku."
"Kamu salah tembelek", ujar si angin.
"Masa sich?", balas tembelek karena dia selalu berpikir bahwa dia adalah bunga terjelek yang ada di dunia ini.
"Kamu salah tembelek", ujar si angin.
"Masa sich?", balas tembelek karena dia selalu berpikir bahwa dia adalah bunga terjelek yang ada di dunia ini.
"Setidaknya
aku tahan berada di dekatmu, tetapi aku amat sangat mual saat ada di dekatnya
karena rupa dan baunya jauh lebih menjijikkan daripada dirimu. Oleh karena itu,
aku segera angkat kaki dari sana karena tidak tahan berada di dekatnya. Namun, ada hal luar biasa yang
kulihat di sana. Meskipun bunga bangkai sangat jelek dan bau, banyak
orang datang berduyun-duyun ke tempat itu hanya untuk melihatnya. Bahkan,
beberapa dari mereka ingin memiliki bunga tersebut. Apakah kalian mengetahui
penyebabnya?"
Semua tanaman yang
ada di kapel menggelengkan kepalanya dengan wajah kebingungan. Maka dari itu,
si angin melanjutkan kisahnya:
“Usut punya usut si bunga bangkai merupakan bunga yang
amat langka lho... Bunga ini tidak banyak ditemukan di berbagai belahan dunia
ini. Dengan demikian, orang yang melihat dan memilikinya merasa amat bangga.”
0 komentar:
Post a Comment