Thursday, July 11, 2013

Aku Bukan Pujangga - bagian pertama

Aku Bukanlah Pujangga
Tentu Tak Pandai Merangkai Kata
Namun, Aku Nekat Mencoba
Membingkai Untaian Rasa

Karena sahabatku pernah berkata: Bernyanyilah seperti tidak ada yang mendengar. Menulislah seperti tidak ada yang membaca.”

Aku memang bukanlah seorang pujangga yang bisa mempercantik diri dengan lantunan irama nan indah. Aku hanyalah sekuntum bunga yang begitu lemah dan nyaris putus asa. Aku tinggal bersama keluarga dan teman-temanku di halaman sebuah kapel (gereja kecil). Di sekitarku ada banyak tanaman yang menarik. Namun, dari semua tanaman yang ada, aku paling iri pada bunga soka yang cantik mempesona. Dengan pulasan warna merah merona dan rasa nan manis menggoda, dia disukai banyak orang, terutama anak-anak.

Aku juga iri pada bunga mawar yang harum dan indah. Meskipun berduri tajam, orang-orang selalu menempatkannya di tempat-tempat pesta. Bahkan, banyak remaja mengungkapkan cinta mereka lewat sekuntum mawar.

Sementara itu aku biasa dipanggil bunga tembelek (tahi ayam). Nah... kalian pasti langsung muak padaku. Saat mendengar namaku tentulah kalian menduga bahwa aku tidak harum, tidak indah, dan tidak berguna. Ya... itulah perasaanku, kawan. Aku tidak ingin menjadi diriku karena beberapa orang tua melarang anak-anak mereka berada di dekatku.

Mereka selalu berkata: “Jangan ambil bunga itu. Baunya tidak enak.” Aku sungguh tidak tahan mendengar kata-kata tersebut sehingga aku selalu menyembunyikan diriku. Aku tidak melihat ada hal yang patut kubanggakan sehingga hatiku amat pedih. Aku selalu bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang: "Mengapa aku terlahir seperti ini?" Namun, semua diam membisu dan hanya menjadi pendengar setiaku.

Lalu, seperti biasanya si angin membawa berita segar sepulangnya dari bepergian. Si angin pun bercerita pada kami semua: "Di suatu hutan belantara hiduplah sekuntum bunga yang amat sangat jelek. Baunya juga amat sangat busuk sehingga dia dipanggil bunga bangkai."

Bunga tembelek berkata: "Tidak mungkin lebih jelek dan lebih busuk daripada aku."
"Kamu salah tembelek"
, ujar si angin.
"Masa sich?", balas tembelek
karena dia selalu berpikir bahwa dia adalah bunga terjelek yang ada di dunia ini.

"Setidaknya aku tahan berada di dekatmu, tetapi aku amat sangat mual saat ada di dekatnya karena rupa dan baunya jauh lebih menjijikkan daripada dirimu. Oleh karena itu, aku segera angkat kaki dari sana karena tidak tahan berada di dekatnya. Namun, ada hal luar biasa yang kulihat di sana. Meskipun bunga bangkai sangat jelek dan bau, banyak orang datang berduyun-duyun ke tempat itu hanya untuk melihatnya. Bahkan, beberapa dari mereka ingin memiliki bunga tersebut. Apakah kalian mengetahui penyebabnya?"

Semua tanaman yang ada di kapel menggelengkan kepalanya dengan wajah kebingungan. Maka dari itu, si angin melanjutkan kisahnya:
“Usut punya usut si bunga bangkai merupakan bunga yang amat langka lho... Bunga ini tidak banyak ditemukan di berbagai belahan dunia ini. Dengan demikian, orang yang melihat dan memilikinya merasa amat bangga.”


Aku Bukan Pujangga bagian kedua

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.