Thursday, July 11, 2013

Aku Bukan Pujangga - bagian kedua

Aku Bukan Pujangga bagian pertama

“Wah.... ternyata bunga terjelek dan terbau juga bisa bermakna bagi kehidupan. Seharusnya aku pun punya makna bagi kehidupan ini”, celetuk bunga tembelek.
Sahut pohon asem: “Tentu saja lha.... karena setiap makhluk hidup memang diciptakan sempurna dengan segala ketidaksempurnaannya. Jadi, berhentilah meratapi dirimu dan syukurilah apa yang ada padamu.”

“Ya... mungkin kamu benar pak Asem. Tapi....kau berkata begitu karena kau memang selalu bisa melindungi kami dari kepanasan dan buahmu juga amat berguna bagi manusia. Hmmm... mengapa sich aku tidak tercipta semanis bunga soka, sekokoh dirimu, atau minimal seharum bunga mawar?”, tanya bunga tembelek.

“Aduh... tembelek. Berhentilah mengeluh. Memang kita tidak pernah mengetahui rencana Tuhan atas diri kita tetapi percayalah bahwa rencana Tuhan pasti indah. Setidaknya kamu pun tidak diinjak-injak orang setiap harinya ‘kan.”, sahut rerumputan yang mulai gusar pada tembelek.

Pak Asem berkata dengan sabar: ”Hidup ini adalah sebuah proses yang tidak akan pernah kita ketahui akhirnya. Jadi, satu hal yang perlu kita lakukan hanyalah memiliki keyakinan bahwa semuanya baik. Hal yang buruk belum tentu buruk, cobalah kamu belajar dari kisah bunga bangkai, tembelek. Suatu hari nanti kamu pun akan menyadari makna dirimu bagi sesama.”

Bunga Soka, Bunga Melati
Mekar Berseri Di Tengah Halaman
Sejuta Rasa, Sejuta Mimpi
Terajut Dalam Untaian Harapan
Daun Asem Pun Berguguran...
Jatuh Di Atas Rerumputan...
Berhati-Hati Aku Berjalan...
Menyongsong Sejumput Harapan...

Bunga tembelek pun mulai tersenyum dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa hal indah telah menantinya di luar sana. Dia segera keluar dari persembunyiannya dan mulai menghadapi kenyataan hidup dengan penuh harapan.

Beberapa bulan berlalu sejak percakapan tersebut......
Pada suatu pagi yang cerah ada seorang gadis yang tertarik mendekatiku. Dia raih tanganku ketika aku telah jatuh ke tanah lalu dia pun menyibakkan kelopak-kelopakku yang berwarna putih. Perlahan-lahan dia mulai melihat bahwa aku punya “jarum” yang unik di dalam tangkaiku. Maka, dia pun mengambil “jarum” tersebut dan dengan hati-hati dia letakkan “jarum”ku di telapak tangannya. Lalu dia tiup perlahan-lahan hingga aku berputar seperti jarum jam.

Anak itu amat senang karena menemukan mainan baru lalu dia segera memanggil kawan-kawanya untuk bermain bersama. Tentu saja aku lebih senang daripada dirinya, kawan. Ternyata selama ini aku telah memiliki sebuah jarum yang tiada duanya, tidak tajam, dan disukai oleh anak-anak. Bahkan, mereka tidak berkeberatan dengan bauku karena menurut mereka bauku tidaklah menyengat dan dapat dihilangkan dengan mudah, yaitu dengan mencuci tangan mereka.

Dari anak-anak tersebut akhirnya aku pun mengetahui bahwa aku bukanlah bunga tembelek melainkan bunga tapak dara putih. Namun, selama ini semua yang ada di sekitarku sengaja menyebutku tembelek yang berbau tak sedap agar tak ada seorang pun yang memetikku. Namun, bagimanapun juga kejujuran lebih baik daripada kebohongan karena dengan mengenal kelebihan dan kekuranganku aku semakin percaya diri.


Dari anak-anak tersebut aku pun mengetahui bahwa bunga tembelek mempunyai banyak manfaat, yaitu untuk mengobati sesak nafas, TBC paru dengan batuk berdarah, dll. Luar biasa bukan?? Bila bunga terjelek dan terbau mampu bermanfaat bagi sesama, tentunya aku pun punya makna. Aku hanya perlu menggali dan mengembangkan semua potensi di dalam diriku dengan penuh keyakinan. Lalu aku pun mengetahui bahwa aku juga berguna untuk menyembuhkan penyakit kurang darah, hipertensi, kencing manis, dan masih banyak lagi.

Laksana Embun Di Pagi Hari
Hatiku Berseri-Seri
Karna Kasih Karunia-Mu Tercurah Sepanjang Hari…
Mewarnai Diriku Dengan Aksesoris Yang T
lah Kau Beri Hingga Kini

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.