Sunday, October 21, 2018

Kapan Sadarnya?

Menjadi Pengaruh
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 21 Okt 2018

Agar dapat mempengaruhi kehidupan orang lain, kita harus ditransformasi terlebih dahulu, yaitu transformasi dari dalam ke luar. Jika tidak, tentulah kita akan merasa berat di hati… xixixi… Untuk memberi pengaruh positif, tidak cukup hanya dipengaruhi oleh orang-orang positif karena kita membutuhkan kekuatan Allah Roh Kudus. Ini sebabnya Tuhan berkata: “Hiduplah di dalam Roh karena daging tidak berguna.” Namun, bagaimana caranya hidup di dalam Roh? Jawabannya ada di dalam khotbah Pengurapan Roh Kudus.

2 Korintus 3:16-18 Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya. Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.
Di dalam khotbah tersebut kita akan temukan tiga caranya, yaitu hati yang mudah hancur (berbalik kepada Tuhan), memiliki sukacita, dan senantiasa rindu memuliakan Tuhan di dalam segala sesuatu. Bersukacita? Kedengarannya indah tetapi katanya “Untuk memiliki iman yang kuat, kita harus bersedia dibentuk atau memiliki hati yang mudah hancur.” Hancur, hancur, hancur hatiku… hehehe… pembentukan itu benar-benar tidak enak. Setiap orang yang telah mengalaminya pasti setuju yach…

Ada seorang bapak curhat perihal anaknya yang tidak hormat kepadanya. Bapak ini bercerita bahwa puterinya takut kepada perintah-perintah Tuhan lainnya, seperti perpuluhan, dan lain-lain tetapi ada satu perintah yang tidak dia takuti sama sekali, yaitu hormati orang tua. Ketika ditegur olehnya, puterinya malah menjawab: “Papa sendiri yang bikin kesal.” Lantas kuberitahu dia bahwa dulu dia terlalu memanjakan puterinya dan itulah kesalahannya tetapi sekarang dia perlu mendoakan puterinya tersebut agar berubah. Dia pun mengatakan bahwa dia sudah melakukannya tiap hari tetapi puterinya tidak berubah. 

Bapak itu yakin bahwa puterinya bisa berubah jika mamanya mau menegurnya tetapi mamanya sendiri sudah tidak mau tidur dengannya sejak 20 tahun lalu. Maka, dia bertanya: Kapan dia baru sadar? Apa menunggu aku mati dulu?” Ah, mana bisa kujawab? Aku hanya memintanya untuk tetap bersabar dan berdoa hingga sesuatu terjadi. Dia mengatakan bahwa dia sudah berusaha sabar tetapi tetap saja ada masanya dia lepas kendali sehingga kukatakan kepadanya agar berdoa pula untuk meminta kekuatan dari Tuhan karena sabar itu memang susah. Huff… rasanya sabar itu bikin sesak nafas… hehehe…

Ada pula seorang ibu yang curhat perihal puterinya yang selalu mengucapkan kata-kata menusuk. Ketika lututnya sakit, puterinya malah bertanya: “Memangnya mama mau hidup sampai kapan?” Jadi, kuminta dia bersabar pula tetapi dengan ekspresi marah dia berkata: “Aku ini sudah sangat sabar, sampai kudiamkan kalau dia bicara, tetapi tetap saja dia mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. Mau sabar sampai kapan? Kukatakan padanya pula untuk meminta kekuatan dari Tuhan agar bisa bersabar karena ini artinya dia sedang diuji terus menerus lewat puterinya dan ujian ini pasti berakhir dengan sendirinya ketika dia lulus. Hehehe… sabar tuh nikmatnya bagaikan lukisan abstrak karena tidak langsung dipahami maknanya. Sementara itu puterinya juga mengatakan bahwa mamanya egois dan pilih kasih kepada anak-anaknya semenjak dia masih muda hingga dia bertanya: “Kapan dia sadar?” Wew…

Ketika sedang kelelahan, sepasang orang tua juga berkeluh kesah perihal rumahnya yang selalu kotor karena puteranya hanya mau memelihara anjing tetapi tidak mau membersihkan kotoran-kotoran yang ditimbulkan oleh anjingnya itu. Bahkan, mereka juga harus sibuk mengurus makanan anjing puteranya hingga mereka bertanya: “Kapan ya puteraku sadar?” Aku pun menjawab sekenanya: “Tunggu dia menjadi seorang bapak.” Namun, mereka tahu jawaban seperti ini juga belum bisa dipastikan kebenarannya. Ada anak-anak yang tetap tidak sadar akan lelahnya menjadi orang tua setelah mereka sendiri menjadi orang tua karena ternyata mereka melarikan diri dari tanggung jawab mereka sebagai orang tua.

Ada seorang manajer yang dimarahi anak bos karena berbaur dengan bawahannya secara akrab. Dia dianggap tidak bisa membawa diri di depan bawahan lalu dia curhat kepadaku sambil bertanya: “Salahku apa?” Karena aku sering mendengar cerita perihal anak bosnya yang selalu jaga jarak dari karyawannya, aku pun menjawab: “Mungkin dia ingin kamu seperti dirinya yang jaga jarak dengan bawahan.” Namun, manajer ini tidak mau menjadi seperti dia karena kalau jaga jarak dari bawahan, nantinya dia bisa kesulitan meminta bantuan dari bawahan. Hehehe… aku pun berharap dia tidak berubah menjadi seperti anak bosnya karena anak bosnya terdengar kejam. Ketika ada karyawan yang tidak menghadiri acara perusahaan atau melakukan satu kesalahan, gajinya tuh langsung dipotong satu juta Rupiah. Tega sekali dia sehingga manajer ini bertanya: Kapan anak bosku sadar?” Hehehe… mungkin tunggu bisnisnya bangkrut sehingga dia bisa merasakan seninya hidup sebagai karyawan.

Oh Tuhan, aku harus bersabar sampai kapan? Kapan dia sadar? Kapan mereka sadar?”
Itulah pertanyaan yang biasa diajukan oleh orang-orang yang terus menerus menghadapi tekanan ketika merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk menginspirasi atau memberi pengaruh positif dalam kehidupan orang lain. Namun, jawabannya sulit dipastikan karena faktanya ada orang yang tetap tidak sadar sampai hari kematiannya. Jadi, jika sampai kudengar ada yang bertanya: “Kapan aku sadar?”, oh pastilah aku sedang bermimpi… hihihihi… Tampaknya hidup ini bagaikan mimpi karena banyak yang tidak sadar, termasuk yang menuliskan ini… wkwwkw… Jika diri sendiri belum sepenuhnya sadar, bagaimana bisa menyadarkan orang lain?

BAGAIKAN BINTANG-BINTANG
Verse 1: Kumau hidup seturut kehendak-Mu mengerjakan kes'lamatan yang telah Kau beri. Biarlah hidupku menjadi jawaban bagi setiap orang yang membutuhkan.
Chorus: Kumau bercahaya bagaikan bintang-bintang di tengah kegelapan terpancar terang kasih Tuhan. Kumau bercahaya bermegah dalam Dia, menyaksikan kemurahan Tuhan, menc'ritakan perbuatan Tuhan. Kurindu hidup s'lalu bercahaya dalam kemuliaan-Nya.
Verse 2: Setiap harga yang harus kubayar telah menjadikan aku dewasa dalam-Mu. Berikanlah hati-Mu di dalamku agar hidupku hanya untuk memuliakan-Mu.
Bridge: Menjadi alat-Mu itu rindu-Mu padaku. Firman-Mu yang menjagaku. Berikanku kuasa 'tuk genapi rencana-Mu sampai bumi ini penuh kemuliaan-Mu.
  

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.