Catatan Ibadah ke-1 Minggu 19 Maret 2017
Suatu hari sebuah keluarga
mendapat telepon dari pria WNI di Korea. Ketika masih muda dan tampan, pria ini menikahi seorang wanita dari suku
lain tanpa persetujuan orang tuanya. Setelah menikah dia pun tinggal
bersama keluarga isterinya di desa karena takut menemui keluarganya. Rumornya
dia bekerja di sana sebagai petani dengan penghasilan yang tak pasti.
Waktu pun bergulir hingga
isterinya melahirkan seorang putera dan seorang puteri. Sementara itu keluarga
pria tersebut terus mencarinya ke sana kemari. Setelah pencarian yang cukup
lama mereka berhasil menemukan pria tersebut dan berusaha menolongnya. Orang
tuanya telah memafkan dan menerima dia beserta keluarganya. Pria itu pun dibiayai
untuk bekerja di Korea dan anak-anaknya diasuh oleh koko-kokonya yang tidak
menikah.
Sekitar 5 tahun kemudian pria
itu ingin pulang karena tidak betah dengan tempat kerjanya. Beberapa kali hal
ini terjadi. Namun, koko-kokonya menyarankan agar dia bertahan di sana karena anak-anaknya membutuhkan biaya sekolah.
Maka, dia pun bertahan.
Kini, telah 15 tahun dia di
sana. Kepalanya sudah botak dan dia tak setampan dulu. Dia pun mencurahkan isi
hatinya perihal anak-anaknya yang tidak mau menerima teleponnya. Bahkan,
anak-anaknya hanya mau menelepon atau menerima teleponnya bila mereka
membutuhkan uang. Puterinya sudah bekerja di luar pulau tetapi tetap saja
berusaha meminta uangnya dengan alasan bahwa penghasilannya tidak cukup.
Puteranya juga tak mau sekolah
dan juga tidak bekerja. Bahkan, puteranya pernah mencuri harta benda
koko-kokonya sehingga dia diusir kembali ke desa isterinya. Isterinya pun telah
merantau di Hongkong semenjak beberapa tahun silam. Jadi, kali ini dia sudah
kehilangan keinginan untuk cepat-cepat pulang. Katanya: "Aku tidak cocok dengan bosku yang sekarang tetapi mau pulang juga
tak tahu harus berbuat apa. Mau jualan juga tidak bisa. Rencananya aku akan
bertahan di sini 5 tahun lagi." Lantas dia berpesan kepada
keponakannya agar segera menikah agar nanti di masa tua ada anak yang
memeliharanya.
Pengkhotbah 1:14 Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Pria itu menikah agar ada yang
memelihara dia di masa tuanya tetapi apa yang terjadi? Isteri dan anak-anaknya
hanya menganggap dia sebagai penghasil uang. Nah, jika dia tak mampu
menghasilkan uang lagi, apa yang akan terjadi padanya? Apa gunanya dia bekerja sekeras itu hingga meninggalkan
anak-anaknya bertumbuh tanpa papa dan membiarkan isteri hidup tanpa suami? Dia
pun tak bisa menikmati makanan mewah atau jalan-jalan bersama keluarga atau
tinggal di tempat yang nyaman.
Pengkhotbah 3:22 Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?
Oh, apa gunanya dia mengumpulkan uang untuk anak-anak dan isterinya
selama 15 tahun jika tak ada saling pengertian? 5 tahun lagi bagaimana
keadaannya? Jika dia sakit, akankah ada anak atau isteri yang menjaganya? Apa
dia bahagia? Sepertinya dia menyimpan kekecewaan yang mendalam terhadap
keluarganya. Mungkin dia akan lebih berbahagia jika tidak menikah. Setidaknya
dia bisa menikmati jerih payahnya bersama teman-temannya.
Sekarang apa yang dia dapatkan?
Kulihat satu keluarga kecil hanya terdiri dari 4 orang tetapi semuanya menyebar
ke berbagai wilayah. Papa di Korea, mama di Hongkong, puterinya di Kalimantan,
dan puteranya di Malang. Oh Tuhan,
tolonglah mereka. Persatukan keluarga mereka dalam dekapan kasih-Mu.
Mengapa pula Kau perlihatkan
semua ini kepadaku? Apa yang harus kulakukan? Apa yang bisa kulakukan untuk
menyatukan mereka? Papanya akan pulang jika ada yang memberinya pekerjaan yang
cukup untuk masa tuanya. Mungkin mamanya juga begitu. Tapi, aku belum bisa
memberi mereka pekerjaan. Jadi, apa yang harus kulakukan? Oh, aku hanya bisa
mendoakannya dan menuliskannya agar tak ada lagi pembaca yang bernasib sama
seperti keluarga itu.
TEGUHKAN MEREKA SATU (Lagu asli: Teguhkan Kami Satu)
Dalam penderitaan-Mu Kau menengadah dan
berdoa agar mereka bersatu seperti Bapa dan Engkau satu. Maka dunia pun tahu akan
keagungan kasih-Mu dan betapa besarnya anug’rah dan kebaikan-Mu.
Pre Chorus: Engkau Tuhan kekal dan Mahakuasa. Tiada yang
mustahil bagi-Mu. Kami berpaling rendahkan hati. Jadikanlah kami seperti-Mu.
Chorus: Kami hadir menghadap tahta-Mu,
Bersama menyembah di rumah-Mu agar dunia melihat kasih-Mu. Yesus Kau Raja,
teguhkan mereka satu.
Jangan menikah karena emosi
sesaat. Jangan menikah tanpa restu orang tua meskipun pada akhirnya orang tua
mau memaafkan dan menerimamu kembali. Jika orang tua tidak merestui, berdoa dan
berusahalah memenangkan hati orang tua dengan kasihmu, bukan dengan uang.
Jangan menikah karena khawatir hari tua karena ada kemungkinan kamu menuai apa
yang kamu takutkan. Jangan manjakan anakmu dengan uangmu karena dia bisa
beranggapan bahwa kamu hanyalah mesin uang baginya. Namun, apapun yang terjadi.
Jangan sesali masa lalumu dan jangan sesali hari ini karena selama kamu masih
hidup tentulah masih ada harapan bagimu untuk memperbaiki masa depanmu. Jadi,
menikahlah karena Tuhan saja dan berkorbanlah bagi Tuhan karena di dalam Tuhan
tak ada yang sia-sia dan masa depanmu pasti terjamin di tangan-Nya.
0 komentar:
Post a Comment