Sunday, March 19, 2017

Jika Dia Belum ‘Move On’, Keluarganya harus Banyak Mengalah

Catatan Ibadah ke-1 Minggu 19 Maret 2017

Di keluarga lain ada seorang putera tunggal yang pantang mengalah. Dia selalu berambisi menjadi orang kaya karena tampaknya dia sudah kenyang dengan penghinaan dan ingin mencukupi banyak kebutuhannya. Bahkan, calon mertuanya berkata kepadanya: "Jika mau menikahi anakku, kamu harus sudah punya rumah dulu." Dari dulu dia selalu berhasil mendapatkan keinginannya. Jika tidak berhasil, dia akan marah. Selagi balita dia akan berjongkok di depan toko dan tak mau pulang hingga mamanya membelikan mainan untuknya.

Keluarga harus Mengalah: Dahulukan Kebutuhannya

Ketika mulai kuliah, putera keluarga ini ingin komputer canggih dengan alasan bahwa komputer spesifikasi biasa tak akan cukup untuk tugas-tugas kuliahnya yang berhubungan dengan desain rumah. Orang tuanya tak punya cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya ini. Namun, cecenya sudah bekerja dengan nyaman sebagai seorang staf perusahaan. Dia pun menghemat sedemikian rupa agar bisa membeli rumah atau mobil tetapi akhirnya dia tak tega terhadap titinya itu sehingga di akhir tahun 2007 dia merelakan sekitar Rp10juta untuk membelikan komputer lengkap dengan printer dan scanner-nya. Keluarga ini pun berbahagia sesaat lamanya.

Beberapa waktu kemudian kebakaran terjadi dan merenggut komputer canggih tersebut sehingga dia hampir putus asa untuk melanjutkan kuliahnya. Namun, tiba-tiba ada yang meminjamkan laptop kepadanya untuk menyelesaikan tugas akhir. Cecenya pun tak keberatan membiayai kuliahnya hingga selesai karena orang tuanya sudah tak sanggup membiayainya. Beberapa bulan kemudian uang cecenya kembali terkumpul. Maka, titinya memohon kepadanya: "Pinjamkan aku uang untuk membeli laptop seharga Rp16juta. Nanti akan kukembalikan setelah aku bekerja." Dengan senang hati cecenya memberikan uang sebanyak itu karena berharap dia menyelesaikan kuliah dengan baik dan memperoleh pekerjaan yang baik pula.

Keluarga harus Mengalah: Dukung Bisnisnya Walau Terasa Berat

Tak lama kemudian putera keluarga ini ingin berbisnis saham dan dia yakin akan berhasil sehingga dia meminta modal dari cecenya dan dia pun memperolehnya. Namun, usaha ini gagal karena krisis moneter di luar prediksinya. Kemudian dia mulai bekerja dan menghasilkan sejumlah uang. Sementara itu cecenya mulai sakit hingga harus berhenti bekerja. Tak lama berselang putera keluarga ini juga memutuskan resign karena tidak betah dengan beberapa orang di tempat kerjanya. Maka, dia mulai berbisnis makanan dengan temannya.

Rasa Sakit IbuNamun, dengan adanya usaha ini, mamanya dipaksa bangun pagi untuk memasak dan menyiapkan makanan yang akan dijual. Cecenya juga harus membantu. Mamanya berkata kepada cecenya: "Jual makanan adalah pekerjaan yang paling melelahkan. Mama berharap dia berbisnis sendiri tanpa merepotkan mama tetapi jika dia tidak dituruti, dia akan marah."

Beberapa bulan kemudian putera keluarga ini menyerah dengan bisnis kecil tersebut lalu mencoba peruntungan dengan bisnis makanan lain dan modal lebih besar daripada sebelumnya. Namun, pada akhirnya dia menyerah lagi sehingga dia sempat diomeli orang tua karena usaha gagal terus. Lantas dia menjawab: "Lebih baik gagal berkali-kali di masa muda daripada tidak pernah mencoba."

Iya... itulah wejangan para pebisnis sukses. Tapi, masalahnya dia tidak juga belajar dari kegagalannya. Dia selalu buru-buru memulai bisnis dengan berapi-api lalu redup semangatnya di tengah jalan karena uang yang diharapkan tak kunjung diraih. Selain itu, demi bisnisnya mengapa dia amat tega memaksa dan memarahi mamanya jika mamanya tak mau mendukungnya? Mamanya bukan koki atau pembantunya lho. Untung mamanya sabar dan hanya bisa mengelus dada atas sikap puteranya ini.

Keluarga harus Mengalah untuk Hewan Peliharaannya

Setelah mampu menghasilkan uang, putera keluarga ini juga memutuskan untuk memelihara seekor anjing kecil. Cece-cecenya tak setuju karena mereka takut anjing. Memenya juga tak setuju. Orang tuanya juga keberatan tetapi dia tetap mempertahankan keinginannya. Anjing pun dibawa ke rumah setelah berkata kepada mamanya bahwa anjing tak akan dibiarkan berkeliaran.

Namun, janji tinggallah janji. Laksana segenggam air laut di bawah terik mentari, janji itu menguap begitu saja. Anjing dibiarkan ke sana kemari dan kotorannya mencemari rumah. Dia pun malas membersihkannya hingga seringkali orang tua yang harus membersihkan semua kotoran itu. Dia pun jarang di rumah dan dia akan marah jika orang tua lupa memberi makan anjingnya. Padahal, mamanya sendiri sering lupa makan demi menjaga dan merawat 2 cucu dari anaknya yang lain.

Seorang mama tentu selalu berharap anaknya bertanya: "Mama sudah makan?" tetapi sayangnya dia lebih sering mendapat pertanyaan: "anjingku sudah diberi makan?" Karena kelelahan, mamanya mulai mengeluh dan minta anjingnya diberikan ke orang lain agar tak lagi merepotkan. Namun, dia mengatakan bahwa anjing itu seperti anak dan katanya kepada mamanya: "Masa anak itu merepotkan?"

Hmmm... kasihan mamanya. Jika benar anjing seperti anaknya, mengapa dia juga tidak peduli akan nasib anjingnya? Anjingnya sering ditinggal-tinggal ke luar kota atau luar pulau. Anjingnya selalu ketakutan saat listrik mati. Anjingnya tak punya tempat tinggal yang layak karena dia tak mau membersihkan kotorannya tiap hari. Anjingnya pun tak punya teman sejenis sehingga kesepian. Anjingnya pun jarang diajak jalan-jalan. Jadi, jika dia punya anak, kasihan sekali anaknya. Ah, anak mana yang suka punya papa otoriter seperti dia?

Kalah tapi MenangSelain itu, keluarganya juga tak suka anjing. Kenapa dia selalu memaksakan keinginannya? Apakah dia bahagia setelah mendapatkan semua keinginannya? Apakah dia bahagia setelah menang dari seisi keluarganya? Jika ya, dia tak mungkin mudah marah. Papanya pun tak bisa menegurnya sehingga hanya berkata kepada mamanya: "Anakmu ya gitu itu... keras kepala dan tidak pernah mau menuruti omongan orang tua." Mamanya hanya bisa berkata: "Anakku ya anakmu juga. Dia keras kepala sepertimu."

Beberapa waktu kemudian putera keluarga ini mengajak pacarnya datang ke rumah. Mamanya langsung berkata kepada pacarnya: "Ntar tolong kamu beritahu puteraku untuk memberikan anjingnya kepada orang lain. Kalau kamu yang bicara, mungkin dia mau mendengarkan karena dia tidak mau mendengarkan mama." Namun, tak lama kemudian dia mengatakan kepada mamanya bahwa dia ada masalah dengan pacarnya sehingga dia memutuskan untuk tinggal sebulan di luar kota agar tidak sering-sering bertemu pacarnya.

Oh, berapa lama seisi keluarga ini harus mengalah kepada putera tunggalnya? Kapankah dia bisa bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambilnya? Kapan dia mau mendengarkan keluarganya sebagaimana dia ingin didengar? Orang tuanya memang membutuhkan uang untuk memperbaiki rumah atau biaya hidup sehari-hari. Namun, orang tuanya lebih membutuhkan perhatian dan kepeduliannya daripada uang itu sendiri. Kapankah dia dewasa dan tidak lagi lari dari masalah?
Ulangan 5:16 Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.
Jika belum bisa memberikan banyak uang kepada orang tua, setidaknya berikan perhatian. Jika belum bisa menyenangkan orang tua, setidaknya juga jangan memarahinya untuk meraih impianmu. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan mengambil kehidupan kita atau kehidupan orang tua kita. Mereka telah banyak berkorban bagi kita. Selain itu, hadapi masalahmu dengan penuh tanggung jawab. Jika tak bisa mengubah orang lain, ubahlah diri sendiri terlebih dahulu. Jika orang lain tetap mengeraskan hati dan tak mau mengalah, marilah kita yang dewasa mau belajar mengalah demi Kristus yang telah berkorban bagi kita. Inilah keluarga.

MENGERTI HATIMU
Ajariku mengerti hati-Mu, memahami pikiran-Mu. Ajariku ikuti rencana-Mu, melakukan kehendak-Mu.
Reff: Kuingin diriku menjadi pribadi yang Kau rindukan S`bab hanya Engkaulah menjadi tujuan hidupku ya Tuhan.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.