Catatan Ibadah ke-1 Minggu 13 Nov 2022
Beberapa minggu lalu seorang bapak
bertanya, “Kenapa sih kita harus dilahirkan padahal hidup ini tidak enak. Toh, nantinya
kita harus mati. Jadi, ngapain hidup susah-susah di dunia? Ini semua
karena Adam dan Hawa. Kenapa mereka harus makan buah terlarang padahal
hidup di sana sudah enak. Kalau mereka tidak jatuh ke dalam dosa, kita juga
bisa hidup enak di sana.”
Sambil tersenyum, aku hanya menjawab
singkat, “Kalau kita ada di posisi mereka, pastilah kita juga jatuh seperti mereka.
Manusia itu memang mudah berdosa.” Nah, setelah menjawabnya aku malah berpikir
lama.
Aku teringat bahwa pertanyaannya sama
seperti pertanyaanku ketika masih kanak-kanak. Di kala aku masih imut aku
pun menyalahkan Adam dan Hawa, sama seperti dirinya. Andaikata mereka tidak
berdosa, tentulah saat itu aku tak akan hidup seperti burung dalam sangkar
emas.
Namun, sekarang aku menyadari suatu hal. Bapak
tadi kukenal sebagai pria takut istri. Dengan kata lain, dia akan mengabulkan
semua permintaan istrinya. Sebagai pria berbibir sumbing, dia kurang percaya
diri sehingga takut ditinggalkan oleh istrinya yang cantik.
Nah, bayangkan saja posisi Adam pada
saat itu. Dia hanya memiliki satu istri bernama Hawa. Jika dia menolak
permintaan Hawa, mungkin saja Hawa akan merajuk atau tak mau lagi berbicara
kepadanya. Jika Adam pandai merayu atau membujuk, tentulah tak masalah baginya.
Namun, bagaimana jika dia sosok pria yang
kurang percaya diri? Sebelum ada Hawa dia tuh kuper–kurang pergaulan. Semula
Adam hanya berteman dengan hewan dan tumbuhan. Alhasil, dia merasa kesepian
dan tiap hari dia bernyanyi sedih.
Lonely, I'm Mr. Lonely. I have nobody for my own. I'm so
lonely, I'm Mr. Lonely. I have nobody for my own. I am so lonely.
(Kesepian, aku Tuan Kesepian.
Saya tidak punya siapa-siapa untukku sendiri. Aku sangat kesepian, aku Tuan
Kesepian. Aku tidak punya siapa-siapa untukku sendiri. Aku sangat kesepian.)
Tuhan mendengar nyanyiannya lalu memberikan Hawa. Ketika Adam melihat Hawa muncul di depannya, dia amat terpesona. Wanita ini merupakan hadiah paling istimewa di dalam hidupnya. Hawa tampak jauh berbeda dengan teman-temannya yang dulu. Dia mirip dengannya. Dia bisa tersenyum dan berbicara seperti dirinya. Maka, hidup Adam mulai terasa berarti. Hatinya tak lagi sunyi sepi sendiri. Dia pun menyanyikan lagu baru bersamanya.
Kemesraan ini janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ingin kukenang selalu. Hatiku damai, Jiwaku tentram di sampingmu. Hatiku damai, Jiwaku
tentram bersamamu.
Mungkin jauh di dalam lubuk hatinya Adam
berkata, “Aku akan membahagiakan wanita ini seumur hidupku. Hanya dia
satu-satunya wanita yang kukenal di dunia. Aku tak sanggup kembali ke kehidupan
lamaku ketika tak ada dirinya.” Maka, apa pun yang Hawa minta, dengan senang
hati Adam kabulkan.
Suatu hari di kala kita duduk di tepi pantai dan
memandang ombak di lautan yang kian menepi, burung camar terbang, bermain di derunya
air, suara alam ini hangatkan jiwa kita.
Kala itu di tepi pantai, Adam melihat bahwa
Hawa adalah wanita tercantik di dunia. Begitu pula sebaliknya. Hawa melihat
Adam sebagai pria tertampan di dunia. Ini beneran lho. Ini bukan gombal.
Ini fakta saudara-saudara. Ketika sedang kasmaran, dunia bukan serasa milik berdua
dan yang lain cuma menumpang.
Faktanya, mereka memang hanya berdua saja
di dunia yang luas tersebut. Mereka sama-sama tak punya saingan. Hewan dan
tumbuhan tidak masuk hitungan ya. Tak sekalipun kudengar mereka berselisih. Mereka
tuh benar-benar pasangan yang serasi. Tampaknya mereka memiliki banyak kecocokan.
Sayangnya, mereka bukan hanya cocok dalam kebenaran, tetapi juga cocok dalam
dosa.
0 komentar:
Post a Comment