Siapa Takut?
Catatan
Ibadah ke-1 Minggu 23 Oktober 2022
Beberapa
hari lalu ada seorang bapak guru muda yang ketahuan meminjam sejumlah uang pada
beberapa guru setelah kasusnya ditangani polisi. Semua terkejut karena tak
menyangka dia meminjam amat banyak uang kepada hampir semua guru, padahal dia
masih ada hubungan darah dengan pemilik yayasan.
Seketika
itu juga reputasi baiknya menjadi rusak. Karena dia tak mampu membayar, koko
bapak guru muda tersebut yang mengambil alih tanggung jawab. Dia mengembalikan
semua yang telah dipinjam adiknya kepada guru-guru tersebut.
Ketika
seorang ibu guru muda menceritakan hal itu, kubilang padanya untuk berbincang
dengan bapak guru muda itu. Kita tidak bisa mendengar sepihak saja. Bagaimanapun
juga jika dia berbuat salah, dia berhak mendapat kesempatan kedua. Dia toh
tidak kabur dari sekolah dan tetap mengajar seperti biasanya. Itu berarti dia
masih mau bertanggung jawab.
Eh,
ternyata masalah tersebut berkaitan dengan ancaman pinjol (pinjaman online).
Sekitar dua tahun lalu dia pernah meminjam secara online dan sudah melunasinya.
Namun, tiba-tiba dia ditagih lagi dan diancam akan disebarluaskan ke semua
kontaknya jika dia tidak mau membayar.
Karena panik, dia langsung meminjam sejumlah uang kepada guru-guru lain untuk menutup mulutnya tanpa meminta saran dari orang lain. Dia memang sosok pria yang tertutup. Dia terbiasa memendam masalahnya seorang diri. Dia pun tidak ada kekuatan untuk melakukan klarifikasi dengan para guru dan membiarkan nama baiknya rusak.
Namun, seharusnya masalah tersebut bisa dihindari jika dia tidak panik. Seharusnya dia memiliki bukti pelunasan hutang yang bisa dipakainya untuk membela diri. Sayangnya, dia panik. Kepanikan seringkali membuat seseorang tak mampu berpikir jernih. Pengalaman itu memang mahal harganya ya…
Syukur
deh jika kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. Namun, tentu saja tidak
semua hal bisa dipelajari dari mendengar pengalaman orang lain. Ada hal-hal
tertentu yang benar-benar baru bisa kita pahami setelah mengalaminya sendiri.
Ini sebabnya Tuhan juga tidak mau kita hanya mendengar Dia dari perkataan orang
lain. Tuhan mau kita mengalami-Nya sendiri.
Hal
ini mirip kisah emakku yang telah tiada. Dulu dia juga pernah ditelepon seorang
pria tak dikenal yang mengatakan bahwa anak tertuanya ada di kantor polisi
karena narkoba. Emak pun diminta mentransfer sejumlah uang jika ingin anaknya
bebas. Karena panik, dia langsung meminta asisten rumah tangga mengantarnya ke
bank.
Untunglah
di bank dia bercerita kalau dia buru-buru mau transfer karena mendapat kabar
buruk itu. Maka, pegawai bank yang pintar tidak jadi menuruti permintaannya.
Dia diminta menelepon anaknya terlebih dahulu. Tentu saja penipu tidak bekerja
sendiri. Dia sengaja menelepon anaknya itu sehingga tidak bisa dihubungi oleh
emak.
Meskipun
demikian, pihak bank tetap tidak mau memproses transferan tersebut hingga dia
berhasil menghubungi anaknya. Jadi, asisten rumah tangga mengajak emak menemui
anaknya yang lain, yaitu mamaku. Ah, akhirnya emak merasa lega karena ternyata
dia batal ditipu. Maka dari itu, jika menerima ancaman atau kabar buruk dalam
bentuk apapun, ingat kata Tuhan: "Jangan takut! Percaya saja!"
Dengan kata lain, jangan panik dan tetaplah tenang, seperti Habakuk.
1 Petrus 4:7 Kesudahan
segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang,
supaya kamu dapat berdoa.
TENANG ~ GMS Live
Bapa Kau mendengar seruan
hatiku. Tak pernah Kau lepaskan dari kasih-Mu. Lewat lembah kelam, Kau temani
aku. Roh-Mu bekerja s’lalu untuk kebaikanku.
Mengalir kuasa dari tempat mahatinggi. Bapa kekal mulia, Kau hadir di sini.
Memulihkan hati, menyembuhkan yang terluka. Ku ‘kan tenang bersama-Mu Bapa.
0 komentar:
Post a Comment