Sunday, May 5, 2019

Amsal 20:4-5 ~ Ps. Philip Mantofa

Amsal 20:1-3
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 05 Mei 2019
Amsal 20:4 Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa.
Ayat tersebut berkaitan dengan profesi petani. Zaman dulu petani dianggap kelas masyarakat yang bodoh. Ini berbeda dengan zaman sekarang. Di negara maju petani juga belajar teknologi dan komputer. Suatu hari nanti Indonesia juga akan maju dalam perekonomian. Namun, saat itu petani dianggap bodoh dan tak jauh berbeda dengan para nelayan. Maka, Yesus sengaja memilih nelayan, seperti Petrus untuk menunjukkan kepada dunia bahwa yang bodoh dari Allah besar hikmatnya.

Terus BelajarJadi, lebih baik bodoh daripada malas. Karena orang bodoh yang rajin bisa lebih berhasil daripada orang pintar yang malas. Saat SD nilai olah raga ko Philip hanya 5 dan 6 sekalipun dia pintar berolahraga karena dia selalu melawan gurunya. Sistem penilaian zaman dulu memang seperti ini. Seandainya saat itu ko Philip sudah membaca kitab Amsal, tentu dia tidak akan melawan gurunya atau kalaupun melawan, dia akan melawan dengan cara yang baik.

Sementara itu ko Philip memiliki teman yang kakinya cacat karena polio. Dia mendapat nilai 7 dan 8 untuk pelajaran olahraga padahal dia tidak bisa berlari cepat. Jika yang lain bisa 10 putaran, dia hanya menyelesaikan 1 putaran. Namun, dia mendapatkan gelar olahragawan teladan karena kesungguhannya.

Hal tersebut membuat mama ko Philip protes kepada guru: "Bagaimana mungkin ko Philip yang jago olahraga malah diberi nilai lebih rendah daripada temannya yang kurang bisa berolahraga?" Maka, saat kelulusan nilai ko Philip bisa 7 dan 8 karena guru takut kepada mamanya. Di Indonesia jika sut, ibu jari lawan kelingking, yang menang kelingking. Jadi, yang kuat atau besar juga belum tentu menang.

Oleh karena itu, jangan sekedar mengandalkan IPK. Tidak ada jaminan bahwa mereka yang memiliki IPK tinggi bisa lebih sukses daripada yang bodoh. Jika sekarang ada yang menghina atau menganggap kita bodoh, Tuhan tidak akan diam. Asalkan kita tetap rajin, nanti akan tiba waktunya Tuhan sendiri yang akan mengangkat kita.
Amsal 20:5 Rancangan di dalam hati manusia itu seperti air yang dalam, tetapi orang yang pandai tahu menimbanya.
Kita membutuhkan banyak waktu jika ingin mengetahui isi hati orang lain. Biasanya wanita cenderung mengedepankan perasaan, sedangkan pria cenderung memakai logika pemikiran. Ini sebabnya pria cenderung tidak mau kalah dalam mengemukakan pemikirannya.

Belajar Mendengarkan
Sebaliknya, wanita bisa sulit mengemukakan pikirannya. Jika wanita cenderung marah-marah dulu saat ada masalah, pria harus membiarkan semua pelurunya meleset terlebih dahulu sambil mendengarkan. Jika terpancing ikut marah, berarti kita sudah terkena pelurunya. Maka, tepatlah perkataan Yakobus bahwa kita harus cepat mendengar, tetapi lambat berkata-kata.

Misalnya pria merasa makanan isteri kurang asin, ya sampaikan secara baik-baik dan tidak perlu sambil menggebrak meja sekalipun sudah lelah sehabis bekerja. Ini memang membutuhkan kesabaran. Kita juga harus bisa menimba dan menimbang setiap persoalan. Kita tidak perlu selalu melibatkan diri dalam masalah orang lain. Jangan semua hal dimasukkan ke dalam hati. Jika kita mau memperjuangkan sesuatu, pastikan kita melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk kepentingan pribadi kita.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.