Sunday, December 24, 2017

Saya Salah Pilih Kandang

Kenakanlah Roh Seorang Putera
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 24 Desember 2017

Hahaha... kalau tepuk bakso dulu, apa tak keburu tukang baksonya kabur? Ada-ada saja sich. Kenapa juga makan bakso dan bukan makanan lain? Gurunya penggosip pula. Aduuuh..., kenangan lama jadi bersemi lagi nich. Dulu aku juga pernah merasa seperti yatim piatu. Dulu lho... dulu... dulu sekali... Sekarang sich lain ya... ^_^

ABANG TUKANG BAKSO. Abang tukang bakso, mari mari sini, aku mau beli. Abang tukang bakso, cepatlah kemari, sudah tak tahan lagi. Satu mangkuk saja dua ratus perak yang banyak baksonya. Tidak pake saos, tidak pake sambel, juga tidak pake kol. Bakso bulat seperti bola pingpong. Kalo lewat, membikin perut kosong. Jadi anak, jangan kau suka bohong. Kalo bohong, digigit kambing ompong. (digigit nenek gondrong)

Hehehe... bakso bukanlah makanan favoritku. Kalo lewat, ya tidak bisa langsung membikin perutku kosong. Namun, bakso juga bukan makanan yang kuhindari sehingga masih bisa kumakan kalau perut kosong. Bakso pun punya cerita tentang seorang pangeran bershio kambing.

Alkisah seekor itik pendiam memasuki suatu kandang asing. Di komunitas ini si itik pendiam merasa didiamkan oleh para penghuni kandang. Dia hanya sekilas mendengar beberapa penghuni lama berbisik-bisik tentang dirinya. Karena bukan seekor semut yang mudah berbaur dengan hewan-hewan asing, itik pendiam pun diam saja sembari mengamati situasi. Karena merasa situasinya tidak bersahabat, itik pendiam merasa bahwa kehadirannya kurang diterima di sana.

Aku Berbeda
Suatu hari pangeran kambing terdengar akan datang berkunjung ke peternakan. Maka, ibu itik dan anak-anaknya sibuk mempersiapkan jamuan bakso untuk menyambutnya karena kabarnya pangeran kambing amat sangat suka makan bakso. Mereka pun menyiapkan bakso tanpa melibatkan itik pendiam tetapi itik pendiam tidak protes meskipun tidak diajak oleh mereka. Lalu apakah dia harus bersembunyi ketika pangeran datang seperti Cinderela si anak tiri? Hmmm... tidak perlu lha. Ini bukan kisah Cinderela.

Sementara mereka menyiapkan bakso dan pangeran kambing berbincang dengan seekor itik jantan di sebuah kandang tertutup, itik pendiam pun diam-diam berbincang dengan Tuan Tanah: "Lihat Pak, semua hewan di peternakan ini menyibukkan diri di dapur dan mengabaikanku. Ini bukan yang pertama kalinya mereka begitu. Sedari awal mereka juga mendiamkanku padahal di tempat-tempat lainnya aku selalu disambut hangat sehingga lama kelamaan aku tak merasa asing lagi dengan kandang baruku. Namun, di sini lain Pak. Sepertinya aku tidak dibutuhkan di tempat ini. Lebih baik aku pergi saja ya?"

Eh, tak lama berselang pangeran kambing keluar dari kandang tersebut. Dia melewati itik pendiam yang sedang membelakanginya lalu segera menuju ke pintu keluar (hendak ke palungan) lalu berhenti di pintu itu. Sembari satu tangan memegang gagang pintu kandang, pangeran mengajak dua itik jantan lainnya untuk makan. Itik pendiam berpikir bahwa pangeran pun akan segera pergi seperti yang lain karena pangeran belum mengenalnya dan juga belum mengetahui namanya sehingga tentu saja pangeran tidak wajib menyapanya.

Namun, tampaknya pangeran tidak kunjung pergi karena itik pendiam tidak jua mendengar pintu ditutup. Eh, tiba-tiba Tuan Tanah memberinya kode seakan berkata: "menolehlah" sehingga itik pendiam menoleh ke arah pangeran kambing. Sungguh tak disangka olehnya bahwa pangeran kambing sedang menatapnya sedari tadi. Maka, ketika itik pendiam menoleh ke arahnya, pangeran segera berkata: "ayo makan" . "Iya", itik pendiam pun menjawab dengan singkat karena tidak menyangka bahwa pangeran berbeda dari para penghuni kandang lainnya. Lalu pangeran kambing ke ruang makan untuk mencicipi baksonya. Namun, itik pendiam tetap tidak pergi ke palungan karena dia melihat jam makannya belum tiba dan ketiga itik jantan juga belum berani meninggalkan kandangnya.

Hahaha... ternyata kala itu Tuan Tanah memakai pangeran kambing untuk mengusir roh yatim piatu yang sempat menghinggapi itik pendiam. Beberapa waktu kemudian itik pendiam pun diberitahu oleh seekor burung bahwa para itik bersikap tidak baik kepadanya karena ada yang menyebarkan gosip tentang dirinya. Karena gosip yang beredar itu, mereka disarankan untuk tidak berteman dengan itik pendiam.

Hmmm... emang gosip lebih kejam daripada pembunuhan tetapi itik pendiam mulai mengenal kasih Bapa lewat pangeran kambing. Semenjak saat itu jika itik pendiam tidak hadir dalam suatu acara yang diadakan peternakan, dia pun merasa dicari-cari oleh seluruh penghuninya padahal biasanya dia mempunyai keahlian menghilang dari keramaian tanpa diketahui... xixixi... Sebenarnya mereka tulus kepada itik pendiam atau hanya takut kepada pangeran? Entahlah...

Pastinya beberapa dari mereka punya keahlian bermuka ganda. Di depan itik pendiam ada itik yang mengatakan tidak suka kepada para itik lainnya tetapi anehnya itik ini mampu bersikap manis sekali kepada para itik yang katanya tidak dia sukai itu. Bagaimana jika itik ini juga bersikap manis kepada itik pendiam tetapi di belakangnya juga mengatakan kepada para itik lain bahwa dia tidak menyukai itik pendiam? Wew... tentu saja sulit bagi itik pendiam mempercayai itik hebat semacam ini.

Namun, para itik ini bukanlah tokoh utama dalam kisah ini jadi lupakan saja. Kembali ke pangeran kambing. Karena kesan pertama dia terlihat baik, itik pendiam berpikir bahwa dia memang baik tetapi ternyata sifat aslinya baru kelihatan ketika dia diuji. Ketika itik pendiam mengetahui bahwa dia pemarah, terutama saat dikado masalah, itik pendiam pun waspada terhadapnya.

Suatu hari itik pendiam melihat mata pangeran kambing memancarkan sorot mata ular tua seperti sorot mata yang dulu pernah dipancarkannya ketika gagal mengalahkan roh mak lampir. Iiiiih... serem dech. Rasanya kasih itik pendiam terhadapnya juga belum sanggup mengalahkan ketakutannya terhadap sorot mata tersebut. Dulu aja itik pendiam sampai tak berani bercermin

Angsa Pelangi
Namun, beberapa hari lalu Tuan Tanah membuatnya merenungkan kasih-Nya lewat pangeran itu sehingga dia pun bisa menghadiahinya sebuah ebook yang diberi judul 'Allah itu Baik'. Karena kasih Tuan Tanah, itik pendiam pun menyadari bahwa selama ini dia sudah salah pilih kandang. Sebenarnya dia berbeda. Ternyata dia bukanlah itik melainkan angsa. Maka, dia pun segera terbang meninggalkan kandang para itik untuk menemukan komunitas angsa yang tak dia jumpai di dalam peternakan itu.

Hahaha... aku bermimpi diberi buku berjudul 'Allah itu Baik' tetapi faktanya aku malah menulis ebook berjudul 'Allah itu Baik' untuk kuberikan kepada orang yang kuanggap tidak baik. Namun, dengan menulis ebook tersebut, aku pun bisa menyadari kebaikannya sehingga bisa berterima kasih pula kepadanya. Terima kasih banyak ko. Banyak... banyak... buanyak terima kasih. Fiuh... kini aku benar-benar bisa terbang dengan bebas seperti itik pendiam itu. ^_^
Amsal 4:23 Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
Aku tahu aku tak mampu menjaga hati ini sendirian sehingga aku selalu meminta bantuan Bapa untuk menjaganya dan Bapa pun membantuku. Hore... aku menang lagi. Iblis gagal mencuri hatiku lagi. ^_^ Hahaha... Dengan memberi, aku pun menerima. Mau mencuri hatiku? Hadapi dulu Bapaku. ...wkwwk... Hohoho... Selamat Natal. Damai di bumi, damai di hati.

HANYA DEKAT KASIHMU. Hanya dekat kasih-Mu Bapa, jiwaku pun tenang. Engkau menerimaku dengan sepenuhnya. Walau dunia melihat rupa namun Kau memandangku sampai kedalaman hatiku. Tuhan inilah yang kutahu Kau mengenal hatiku jauh melebihi semua yang terdekat sekalipun. Tuhan inilah yang kumau Kau menjaga hatiku supaya kehidupan memancar senantiasa.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.