Sunday, July 10, 2016

Kasihan tapi Takut hingga Harus Menahan Tawa

Hadapi dengan Tertawa
Catatan Ibadah ke-2 Minggu 10 Juli 2016

Suatu ketika di terminal di dalam bemo yang kunaiki ada seorang gadis bertingkah aneh. Dia membeli banyak minuman dan camilan lalu ditawarkan kepada orang-orang di sekitarnya. Karena tak ada yang mau, dia memakannya sendiri. Ini belum terlalu aneh... mungkin dia memang murah hati.

Setelah camilannya habis dia memanggil penjual minuman lalu bertanya: "Ibu suka minuman yang mana?" Ibu itu pun memilih sebuah minuman jeruk lalu dia membeli minuman tersebut dari si ibu dan mengembalikannya seraya berkata: "Ini buat ibu karena ibu suka ini." Jadi, dia beli minuman dari penjual untuk diberikan ke penjual itu juga.

Dengan kebingungan ibu penjual minuman menerimanya lalu berkata: "minuman ini buat balita ini saja." (sambil mengarahkan minuman kepada seorang balita). Namun, gadis itu berkata: "Jangan... nanti saya belikan dia kalau dia sudah besar... ini buat ibu." Setelah itu dia juga membeli kacang dan minuman lain. Lantas dia membayarnya tetapi ibu penjual mengatakan bahwa uangnya masih kurang Rp5000,-

Gadis itu pun mengambil uang Rp500,- dan memberikan ke ibu itu. Seketika ibu itu berkata: "Ini Rp500,- bukan Rp5000,-" tetapi gadis itu berkata: "sudah terima saja... nanti bisa berubah menjadi Rp5000,-" Ibu itu balik berkata: "mana bisa seperti itu?" tetapi pada akhirnya dia pun mengalah dan tidak lagi menagihnya. Setelah itu gadis tersebut memberikan kacangnya kepada seorang pria di luar bemo tetapi pria itu menolaknya. Ketika bemo meninggalkan terminal, gadis itu segera melemparkan kacang tersebut ke luar bemo agar diterima oleh pria tersebut.

Di dalam bemo tiba-tiba gadis itu tampak tertarik kepada seorang nenek yang duduk di samping kananku. Di sebelah kanan nenek itu ada wanita muda dan di sebelahnya barulah gadis itu. Meskipun demikian, tanpa ragu gadis itu segera berkata kepada nenek tersebut (ekspresinya seolah-olah dia baru saja bertemu artis): "Hai Rose Hewit ya? ... Cantik sekali." (seraya mengelus pipi nenek itu).

Nenek itu tampak ketakutan lalu tacik yang duduk di depannya menenangkan nenek itu: "tidak apa-apa... tenang saja." Kemudian tacik itu juga menegur gadis tersebut: "Kamu jangan kurang ajar kepada orang tua.Tidak boleh seperti itu." Gadis itu pun diam saja. Nenek itu pun menjadi tenang dan tak lagi ketakutan.

Beberapa saat kemudian gadis itu kembali membuka dompetnya dan mengambil uang koin Rp1000,- untuk diberikan ke nenek itu tetapi nenek itu tidak mau menerimanya. Maka, gadis itu berkata: "Kalau begitu, aku kasih yang lebih besar." Dia pun mengeluarkan uang kertas Rp1000,- tetapi nenek itu tetap tak mau menerimanya sambil berkata: "buat kamu saja."

Namun, gadis itu bersikeras agar nenek tersebut menerimanya. Maka, nenek itu berkata: "Tukar dengan yang tadi saja... yang kecil." Gadis itu tidak mau dan tetap memaksa si nenek untuk menerima yang besar sebagai tanda kenang-kenangan darinya. Nenek pun terus berkeras untuk meminta yang kecil.

Huahahaha.... Aduh... aku dan beberapa penumpang pun tersenyum melihatnya tetapi aku juga harus menundukkan kepala sedalam-dalamnya sembari mati-matian menahan tawa melihat ulah mereka. Mungkin gadis itu memang tidak menyadari bahwa uang koin dan uang kertas tersebut bernilai sama tetapi si nenek pastilah mengetahui bahwa nilainya sama-sama Rp1000,- tetapi kenapa dia tetap ngotot minta ditukar?

Aduh... perutku sampai mules karena menahan tawa sehingga aku putuskan untuk mengabaikan mereka agar tak lagi terpancing untuk tertawa karena aku benar-benar tak bermaksud menertawakan mereka. “Oh Tuhan... bantu aku menahan tawa.” Akhirnya aku pun menundukkan kepala dan berpura-pura tidur karena sesungguhnya aku juga takut kepada gadis itu. Bagaimana jika gadis itu berbuat aneh kepadaku atau marah kepadaku karena aku tertawa melihat kejadian itu?

Setelah saling berdebat akhirnya nenek itu mengalah dan menerima uang kertas Rp1000,- tersebut. Kemudian gadis itu juga memberikan sisa kerupuknya kepada nenek itu. Kali ini nenek itu langsung menerimanya.

Sekitar 15 menit kemudian banyak penumpang turun dari bemo dan hanya menyisakan aku, seorang ibu berjilbab, dan juga gadis aneh itu. Akhirnya aku semakin ketakutan dan bemonya terasa semakin lambat. "Oh Tuhan... jangan biarkan aku berdua dengan gadis itu. Semoga ibu berjilbab yang duduk di depanku tidak turun mendahuluiku. Kalau ibu itu sampai turun sebelum gadis itu turun, aku akan ikut turun bersama ibu itu."

Eh, beberapa menit kemudian tiba-tiba ada seorang penumpang pria yang ikut naik bemo itu dan dia pun duduk di dekat pintu. Syukurlah... ada tambahan bantuan... tetapi pria itu belum mengetahui keanehan gadis ini. Bagaimana kalau dia tahu? Apa dia tidak takut? Lalu dengan sudut mataku aku melihat gadis itu membuka dompetnya lagi dan mengeluarkan uang koin Rp500,- Lantas dia menjamah bahu pria itu yang duduk membelakanginya. Ketika pria itu menoleh, dia berkata: "ini untukmu" (sambil menyodorkan uang koin Rp500,-). Meskipun tampak bingung, pria itu menerimanya dan berterima kasih kepadanya.

Aku dan ibu berjilbab hanya diam saja dan berpura-pura tak melihatnya. Aku tak mau menarik perhatian gadis itu sehingga berusaha untuk tidak melihat ke arahnya dan diam saja. Tampaknya ibu berjilbab itu juga melakukan hal yang sama. Entah dia juga takut atau hanya cuek atau biasa saja... aku tak tahu... pastinya kami tak saling bicara sehingga tidak memancing perhatian gadis itu.

Fiuh... setelah perjalanan yang terasa lama ibu itu memencet bel sebagai tanda mau turun dan untunglah aku pun sudah tiba di tempat tujuanku. Lalu tersisalah penumpang pria dengan gadis itu tetapi tampaknya pria itu tidak takut kepada gadis aneh itu. Ternyata aku dan ibu itu turun di tempat yang sama. Ah... andaikata aku sudah mengetahuinya sejak awal, ngapain tadi aku takut? Hahaha... terkadang sesuatu yang kita takutkan tidaklah terjadi seperti yang kita bayangkan. Namun, aku sungguh merasa aneh. Di satu sisi aku kasihan kepada gadis itu tetapi di sisi lain aku takut kepadanya.

JURU SELAMATKU: Walau ku harus berjalan Dalam lembah kekelaman, Perlindungan-Mu oh Tuhan Nyatalah bagi hidupku. Tiada pernah sedetikpun, Tiada pernah Kau tinggalkan. Sungguh mulia dan sempurna, Hanya Kaulah yang disembah. Yesus Engkau Juru selamatku. Dalam janji-Mu kemenanganku. Selamanya 'kan kunyatakan Besar setia-Mu Tuhan di hidupku.
1 Yohanes 4:18-19 Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.
Ouw... kasihku belum sempurna. ini berarti aku masih perlu dikasihi lebih banyak lagi... hehehe... Tidak. Tidak. Aku hanya perlu lebih yakin akan penyertaan-Nya meskipun Dia tak terlihat...^.^ Aku pun sempat berpikir: "Andai saja dia dipertemukan dengan seorang psikolog atau dokter ahli jiwa atau pendeta yang bisa mendoakannya dengan penuh kasih, mungkin dia bisa dibantu. Oh, mengapa dia dipertemukan denganku? Belum ada yang bisa kulakukan untuknya karena kasihku belum bisa melebihi ketakutanku."

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.