Sunday, September 9, 2018

Tidak Melebihi Kekuatan

Menghadapi Pencobaan
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 09 Sept 2018

Beberapa hari lalu tiba-tiba hati sedih tanpa alasan tetapi terbersit lagu 'Terima Kasih Tuhan' untuk dinyanyikan. Meskipun tak mengerti tentang apa yang akan terjadi dan tidak sesuai dengan suasana hati, aku nyanyikan saja lagunya.
TERIMA KASIH TUHAN 
Terima kasih Tuhan untuk kasih setia-Mu yang kualami dalam hidupku. Terima kasih Yesus untuk kebaikan-Mu sepanjang hidupku. 
Reff: Terima kasih Yesusku buat anugerah yang Kau beri sebab hari ini Tuhan adakan syukur bagi-Mu.

Eh, beberapa menit kemudian di dapur terjadi musibah. Sepanci air panas yang sedang kuangkat dari kompor tiba-tiba memisahkan diri dari gagangnya padahal aku hanya memegang gagangnya. Alhasil, pancinya jatuh ke lantai dan airnya pun semburat ke segala arah hingga sebagian di antaranya mengenai kaki kananku mulai dari paha bawah hingga ke bagian atas telapak kaki. 

Seketika aku berlari ke kamar mandi sembari menyempatkan diri meletakkan gagang panci di sebuah meja. Langsung dech kusiram kakiku dengan bergayung-gayung air sampai panasnya hilang. Lalu kakiku luluran dengan pasta gigi sambil terus kusirami air agar pasta gigi tidak membeku di kulit. Selamatlah kakiku tetapi tetap saja meninggalkan sebuah luka kecil sekitar 1x1 cm persegi berbentuk hati.

SENYUM! ~ Senyum adalah mentari yang sanggup kau terbitkan setiap hari. Tanpa kenali batas malam dan siang. Terangi sudut demi sudut negeri, nyalakan dunia dengan benderang. ~ Puisi oleh Dee Lestari

Lantas kuberitahu salah seorang temanku yang kebetulan baru saja mengirimkan video mengharukan tentang musibah bom yang dialami suami Viva Mireti. Eh, dia meminta foto kakiku padahal sudah kuberitahu bahwa lukanya hanya sekitar 1x1 cm persegi. Jadi, kukatakan kepadanya bahwa kakiku terlihat normal seperti biasanya karena lukanya hanya kecil saja di bagian paha bawah. Jadi, dia tidak lagi meminta fotoku. Hehehe... aku hanya tidak mau bukit tinggi alias buka paha tinggi-tinggi karena bisa bahaya lho.

Beberapa saat kemudian aku jadi ingin tahu bagaimana cara yang benar dalam menghadapi siraman air panas karena luka kecilku itu tidak sembuh seketika. Jadi, kutanya om Google. Eh, ternyata seharusnya tidak boleh memakai pasta gigi. Seharusnya setelah menggunakan air mengalir atau air kamar mandi, langsung dech diberi salep luka bakar atau mentimun atau lidah buaya atau madu murni (tanpa campuran gula) agar kulit segera pulih. Meskipun demikian, tidak bisa sembuh dalam sedetik, tetap perlu proses ya…

Jadi, kuberitahu pihak-pihak terkait bahwa sebenarnya pasta gigi bukanlah solusi yang tepat. Lalu salah satu temanku berkata: "Enak ya sekarang, jika ingin tahu sesuatu, kita bisa cari tahu di Google." Jawabku: "Iya, tetapi Google tidak bisa digunakan dalam kondisi darurat. Jika kondisi darurat, harus gunakan insting atau naluri yang Tuhan berikan." Hehehe... dia pun setuju.

Di televisi kulihat ada seekor kadal berlari kencang di bawah terik matahari. Ketika dia tiba di area yang teduh, dia tampak lega karena dia segera membaringkan badannya. Hehehe... Tuhan memberikan insting kepada kadal tersebut agar mampu bertahan hidup. Ketika merasa panas, dia segera ke tempat yang sejuk. Hahaha... kelihatannya reaksiku tak jauh berbeda dari kadal itu. Manusia juga diberi insting. Ketika kaki tersiram air panas, langsung dech aku mencari air yang sejuk untuk menetralkan panasnya. Jika sampai terlambat, wah gawat, bisa luka parah dan harus ke rumah sakit.

Untunglah tak ada korban lain. Untunglah aku masih bisa berlari. Untunglah kamar mandi tak terlalu jauh dari dapur. Untunglah air PDAM tidak sedang mati. Untunglah bak mandi terisi penuh air. Ajaibnya hari itu angin terus menerus berhembus dengan sejuknya, terutama di sekitar kakiku yang kepanasan. Hahaha... meskipun anginnya tak terlihat, kakiku merasa seperti ditiup-tiup oleh angin sehingga jadi ingat sepenggal kalimat lagu yang berbunyi: 'Berhembuslah anginku, bawa kicauku. Bergoyanglah daunku, ...' ^_^

BURUNG GEREJA - Nugie
Melayang sehelai bulu rapuhnya, Menunduk paruhnya seakan meratap, Sanggupkah diriku berkicau menyambut pagi, oh...?
Melonjak tergesa ke dahan cemara, Teringat anaknya yang belajar terbang, Melanjutkan tugasnya mewarnai bumi.
Berhembuslah anginku, bawa kicauku. Bergoyanglah daunku, iringi kepakanku. Berhembuslah anginku, bawa kisahku. Bergoyanglah daunku, iringi kebebasanku, oh...
Menutup matanya dan terbang merendah, Menghindari segumpal awan menghitam, Akankah 'ku sanggup cerahkan langit?
Melayang sehelai bulu rapuhnya, Sanggupkah diriku berkicau menyambut...?
Berhembuslah anginku, bawa kicauku...

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.