Catatan Ibadah ke-1 Minggu 02 Sept 2018
Sementara itu di belahan bumi lainnya ada wanita yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya ketika dia masih kecil tetapi dia tidak menyalahkan Tuhan. Wanita ini pun tiba-tiba dipecat oleh bosnya tanpa alasan yang jelas dan dia juga sempat mengalami keguguran saat hamil anak pertama. Dia pun kesulitan mendapatkan pekerjaan baru karena tingkat pendidikannya yang pas-pasan dan dia juga masih belum bisa memiliki anak lagi. Meskipun demikian, wanita ini tetap mempercayai Tuhan.
Selanjutnya, Tuhan memberikan tanggung jawab besar kepadanya, yakni merawat mama mertuanya yang sudah susah berjalan dan sakit-sakitan serta merawat seorang keponakannya (anak dari adik suaminya) yang masih balita. Aduh, andaikata aku ada di posisinya, aku akan bertanya kepada Tuhan: “Mengapa Kau biarkan aku keguguran? Mengapa aku tidak diberi kesempatan untuk merawat anakku sendiri? Mengapa aku yang dipecat dan bukan adik iparku? Mengapa aku yang harus merawat mertua dan keponakanku? Mengapa bukan adik iparku yang merawat mamanya sendiri dan anaknya sendiri?”
Hmmm… memang kadang kala hidup ini terasa tidak adil, tetapi ketidakadilan semacam inilah yang bisa membuat kita semakin dewasa jika diresponi dengan benar. Kadang kala anak kandung saja enggan merawat orang tuanya yang sakit-sakitan dan orang tua kandung saja kadang kala juga enggan merawat anak kandungnya sendiri. Namun, sekalipun wanita itu masih muda dan seharusnya masih bisa bersenang-senang dengan anak muda seusianya, dia memilih untuk mengabdikan hidupnya kepada keluarga barunya. Dia juga senantiasa memasak untuk seisi rumah suaminya. Bahkan, ada kalanya dia tidak bisa ke gereja atau ikut KKR karena dia tidak bisa meninggalkan mama mertuanya sendiri di rumah. Oh, tampaknya dia memiliki hati seperti Rut.
Amsal 31:30 Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.
Dia bersedia menjadi Kristen ketika hendak menikah padahal sebelumnya dia Katolik. Setelah menjadi Kristen perjalanan hidupnya tidak semakin mudah dan menurutku dia menderita tetapi tak pernah kudengar dia berkeluh kesah dan kelihatannya tetap berseri-seri. Kadang kala dia juga masih sempat melibatkan diri dalam persekutuan doa. Wow… apa dia tidak capek? Beberapa waktu kemudian mertuanya pun meninggal dengan tenang dan damai tetapi masalah tak berhenti di sini. Karena hidupnya masih berlanjut, dia perlu mencari tambahan penghasilan untuk membantu suaminya membayar hutang biaya pemakaman dan memperbaiki makam kedua mertuanya yang belum dipercantik.
Karena curhatnya, aku pun berpikir tentang pentingnya prosesi pemakaman. Orang yang meninggal biasanya dimakamkan atau dibakar karena tidak pantas kita menelantarkan jenasah manusia. Dimakamkan atau dibakar pun setahuku tetap membutuhkan uang untuk membeli peti, kain kafan, jasa petugas pemakaman, dan budaya Tionghoa malah harus menyajikan hidangan pula bagi para pelayat. Intinya harus tetap berbagi rejeki di tengah kedukaan. Hmmm… jika seseorang sedang tidak punya uang karena sudah habis-habisan untuk memperpanjang usia seseorang alias biaya pengobatannya, apa tidak ada jalan lain baginya selain berhutang?
Oh Tuhan, mengapa masalahnya begitu banyak? Mengapa Kau tidak memberiku kemampuan untuk membantu setiap orang yang punya masalah, terutama yang curhat kepadaku? Jawab Tuhan: “Karena Aku mau setiap orang belajar bergantung kepada-Ku dan bukan bergantung kepadamu.” Hahahaha… iya ya… tetapi mengapa mereka harus curhat kepadaku? Selain untuk membantunya dalam doa, ini pasti karena ada hal-hal yang perlu aku pelajari dari mereka. Guru akan muncul saat murid telah siap dan guruku bukan hanya orang-orang yang bebas masalah. Kadang kala orang-orang bermasalah seringkali menjadi guru-guru terbaikku.
Kenapa dia bisa terlihat setegar itu? Dia selalu memberikan respon positif terhadap berbagai kejadian negatif yang dialaminya. Dia tidak menyalahkan Tuhan. Dia tidak menyalahkan situasi dan kondisi yang terjadi. Dia juga tidak menyalahkan orang lain. Ya, mungkin ini terjadi karena dia senantiasa memegang teguh semua kebenaran Alkitab yang diajarkan kepadanya semenjak kecilnya. Meskipun demikian, tidak semua orang bisa merespon dengan cara yang sama seperti dirinya. Sekalipun dibesarkan dan dididik dengan cara yang sama di tempat yang sama, ada pula wanita yang malah melupakan semua ajaran yang diterimanya hingga tersiar kabar bahwa dia menjadi wanita nakal. Huff…
Ini berarti teladan kehidupan dari orang lain memang penting bagi kita tetapi respon hati kita lebih penting. Jika kita sudah diberi teladan yang positif tetapi kita tidak mau mengikutinya atau tidak mau mendengarnya, ya hasilnya bisa negatif. Sebaliknya, jika sesuatu yang negatif diresponi dengan positif dalam kuasa Tuhan, hasilnya akan positif. Kesaksisan Redo pun menyatakan hal yang sama. Ketika Tuhan meminta Redo mengampuni, dia meresponi dengan ‘Ya’ dan ‘Ya’ pula untuk memeluk pembunuh mamanya dengan kasih. Maka, timbullah mujizat.
DI LUAR PIKIRAN
Syukur atas kuasa salib-Mu. Tak terjangkau akal budiku. Kau yang mulia rela jadi hina. Terima kasih Kau t'lah bersedia. Syukur atas kuasa darah-Mu dan pengorbanan-Mu. Bilur-bilur-Mu menyembuhkan lebih dari yang kuharapkan.
0 komentar:
Post a Comment