Catatan Ibadah ke-1 Minggu 29 Juli 2018
Ayub 23:2 "Sekarang ini keluh kesahku menjadi pemberontakan, tangan-Nya menekan aku, sehingga aku mengaduh.
Kataku saat itu: "Tidak bisa Bapa. Mana bisa bersyukur di tengah krisis ini? Aku menyerah. Jika mujizat-Mu bersyarat, tak usahlah memberiku mujizat. Kembalikan saja aku menjadi debu agar aku tidak merasakan apa-apa lagi. Ini ujian yang terlalu berat. Tolong hentikan ujian ini karena aku tidak sanggup. Aku menyerah. Bagaimana bisa Engkau membiarkan anakmu hidup seperti ini? Anakmu ini membutuhkan roti tetapi malah diminta meninggalkan jala dan harus belajar cinta karena dijanjikan pernikahan. Ini tidak masuk akal. Manusia itu masih bisa hidup tanpa pernikahan tetapi manusia tak bisa hidup tanpa roti. Apa Bapa lupa jika aku ini masih di dalam tubuh manusia? Ada apa dengan cinta? Emangnya kita bisa hidup hanya dengan cinta? Lihat tuh banyak pasangan kawin cerai karena dinafkahi cinta doank. Selain itu, ketiadaan roti sering menimbulkan masalah bagi keharmonisan keluarga. Lagipula membangun cinta tuh membutuhkan waktu lama. Kata dunia: "makan tuh cinta". Nah, jika aku sampai mati kelaparan, jangan salahkan aku lho. Ada tertulis bahwa pencobaan tidak akan melebihi kekuatanku tetapi mengapa Engkau memberikan cobaan melampaui batas kekuatanku? Ini tidak sesuai dengan janji-Mu. Jika terus seperti ini, aku akan berontak. Hmmm... apa aku perlu mengubah batu menjadi roti?"Bapa diam saja lalu aku berpikir: "Masa aku harus meninggalkan-Nya lagi? Dulu aku pernah meninggalkan-Nya tetapi Dia tetap setia. Jika sekarang aku meninggalkan-Nya lagi, ntar Dia lakukan hal yang sama lagi. Siklusnya akan berulang lagi karena Tuhan tak pernah gagal. Masa aku seperti anjing yang kembali ke muntahnya? Iiihh... nggak dech. Jadi, aku harus bagaimana nich? Mengapa Tuhan tidak memberi ide? Emang sich Guru diam saja kalau sedang memberi ujian, tetapi jika murid-Nya bilang mau menyerah, kenapa Dia tetap diam?"
2 Tawarikh 15:7 Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!"
Oh, bagaimana bisa bersemangat jika Bapa tak segera menolong? Jika Engkau bisa berbuat baik, mengapa ditunda-tunda sich? Aku tahu Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, termasuk menghidupkan orang mati. Namun, jika mau menolongku, jangan tunggu mati atau minus dulu donk karena aku belum bisa beriman seperti Yairus dan aku tidak mengerti rencana-Mu.
Mazmur 73:21-23 Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku.
Hmmm... kelihatannya agak senasib dengan Daud nich. Daud hebat tuh. Dia sering mengawali Mazmurnya dengan keluh kesah tetapi selalu bisa menutupnya dengan ucapan syukur sebagai bentuk iman, pujian, dan penyembahan kepada Tuhan. Kira-kira dulu Daud bertahan hidup di gua Adulam dengan cara apa ya? Apakah dia berburu babi hutan? Kenapa tidak diceritakan ya? Oh, kalau Elia mengalami kekeringan, dia diberi makan oleh burung gagak dan minta roti kepada janda miskin di Sarfat. Namun, mukaku, hatiku, dan imanku belum setebal Elia pula. Jadi, mana bisa dengan cara itu?
Matius 3:4 Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan.
Hmmm... seleraku juga berbeda daripada Yohanes pembaptis. Ketika ada teman yang menawarkan belalang goreng, yieeks... hiiiihh... nggak dech, bisa muntah aku, melihatnya saja sudah gilo, tidak mungkin aku memakannya sekalipun temanku mengatakan rasanya seperti udang. Ah, mana mungkin Bapa memberikan makanan yang tak lazim bagi anaknya. Tidak mungkin seperti itu.
0 komentar:
Post a Comment