Sunday, July 29, 2018

Tak Seperti Biasanya

Bebas dari Penjara (2)
Catatan Ibadah ke-1 Minggu 29 Juli 2018

"Bless the Lord, O my soul, O my soul. Worship His holy name. SING LIKE NEVER BEFORE, O my soul. I'll worship Your holy name."
Biasanya kita bernyanyi sesuai perasaan atau emosi kita. Ketika gembira, kita menyanyikan lagu gembira. Ketika sedih, kita menyanyikan lagu sedih. Ketika bersemangat, kita pun menyanyikan lagu penuh semangat. Ketika dalam masalah, kita minta Tuhan segera membebaskan kita dari masalah atau mendatangkan mujizat. Namun, ketika mujizat tak kunjung datang atau badai tak kunjung reda, kita menjadi marah dan kecewa kepada Tuhan karena merasa Dia pilih kasih. Mengapa yang lain segera ditolong, mengapa Dia justru terasa menunda-nunda dalam menolong kita? Lalu sebagian besar dari kita mulai berpaling kepada ilah-ilah lain yang mau segera menolong kita. Begitulah anak-anak.

1 Korintus 13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.
Nah, Tuhan tidak ingin kita terus menerus hidup sebagai anak-anak. Dia ingin kita belajar terbang ke atas karena Tuhan ingin kita bertumbuh ke atas, bukan ke samping... wkwwk... Jadi, ada saatnya Roh Kudus membawa kita ke padang gurun. Sebagaimana Yesus dicobai di padang gurun, kita pun tidak mungkin luput dari pencobaan tersebut.
Efesus 4:12-13 untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,

Padang gurun bukanlah tempat yang menyenangkan. Sekalipun di sana kita berdoa agar dijauhkan dari segala yang jahat, tetap saja tuh iblis mendatangi kita dengan aneka rupa wujud dan suara. Jika kita mulai kelaparan dan kehausan di gurun, kita bisa melihat roti dan air di depan kita. Namun, ketika kita meraihnya, seketika itu juga kita menyadari bahwa semua itu hanyalah fatamorgana.

Jadi, bagaimana cara bertahan hidup di gurun? Beberapa waktu lalu dalam khotbahnya Pdt. Isaac Albert mengatakan bahwa anaknya tidak perlu menanyakan cara dia memelihara mereka. Iya, mungkin dia tidak menanyakannya karena dia masih anak-anak. Ketika kita masih anak-anak, mungkin kita semua juga tidak menanyakan caranya karena semua yang kita minta langsung kita dapatkan dari orang tua kita. Jika tidak langsung kita dapatkan, sebagai anak kecil kita bisa bersenjatakan tangisan atau ratapan yang menyayat hati. Nah, banyak orang tua yang seringkali luluh ketika mendengar dan melihat anaknya menangis. Hehehe... akhirnya boss baby yang menang.

Namun, jika Bapa meninggalkan kita di padang gurun dan hanya membekali kita dengan lagu 'Allahku 'kan Memenuhi Keperluanku' (Filipi 4:19) dan 'Mujizat dalam Bersyukur' (1 Tesalonika 5:18), aku ya ingin tahu cara Dia memeliharaku. Bayangkan saja di sekitarmu hanya ada pasir, batu, semak duri, hewan gurun, dan sesekali ada angin kering yang bertiup hingga mengganggu penglihatanmu. Bayangkan situasi seperti itu lalu bernyanyilah dengan penuh rasa syukur. Jangan pasang muka jelek seperti anak-anak.

Sekalipun kehausan, bernyanyilah dengan sukacita. Sekalipun kelaparan, bernyanyilah dengan sukacita. Sekalipun kepanasan, bernyanyilah dengan sukacita. Sekalipun kesakitan, bernyanyilah dengan sukacita. Sekalipun tidak nyaman, bernyanyilah dengan sukacita. SING LIKE NEVER BEFORE. Bernyanyilah sekalipun situasi dan kondisimu tidak berubah. Bernyanyilah! Nyanyi! Pokoke nyanyi! Apapun yang terjadi, apapun yang kau alami, pokoke nyanyi karena Tuhan bertahta di atas pujian kita dan akan ada mujizat dalam bersyukur.

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.