Catatan Ibadah ke-2 Jumat Agung 25 Maret 2016
Beberapa bulan lalu di
tengah-tengah perbincangan santai di rumah emak, tiba-tiba ada engku yang
mengatakan bahwa dia masuk Kristen karena anak perempuan dan isterinya memilih
masuk Kristen. Agar nantinya dapat berkumpul bersama di surga, dia pun masuk
Kristen pula.
Setelah itu dia bertanya:
"Bagaimana ya dengan Cilim - anak
laki-lakiku yang telah meninggal? Semula dia Kristen tetapi pada waktu SMP dia
pindah ke Islam sehingga ketika meninggal dia dikubur secara Islam. Sekarang
keluargaku Kristen semua. Apakah
nantinya kami bisa berkumpul bersama di surga?" Aku pun berusaha
menjawabnya: "Sepertinya tidak bisa
bertemu karena keyakinannya berbeda."
Lalu dia berkata: "Kasihan kalau dia sendirian. Ya...
kalau tidak bisa berkumpul, nanti di surga melambaikan tangan saja
kepadanya." (sambil menggerakkan tangan penuh harap)
Kata-kata dan sikapnya
segera membuatku mengalami kilasan ingatan akan sebuah mimpi di masa kecil.
Ketika masih SD, aku, adikku, dan adiknya sering bermain bersama Cilim setiap
kali masa libur panjang tiba. Cilim merupakan sosok yang menyenangkan. Dia
berani melakukan hal-hal yang ditakuti anak kecil seperti menyalakan api kompor
minyak tanah lalu menggoreng kerupuk. Dia juga mengajak kami bermain di pinggir
rel kereta api lalu berteriak kencang-kencang ketika kereta lewat. Aaaaaahhh...
hahaha... senang rasanya bisa bermain bersamanya.
Suatu hari Cilim dibawa
ke asrama putera dan hendak dititipkan di sana karena di rumah nakal tetapi
suster menolaknya karena dia sudah remaja (sekitar 13 tahun) dan suster merasa
tak sanggup mendidiknya pada usia segitu. Maka, dia tidak jadi masuk asrama
padahal aku sempat berharap dia diterima di asrama sehingga bisa bertemu dia di
sekolah. Tampaknya akan seru kalau ada dia di asrama.
Sekitar kelas 5 atau 6 SD
aku bermimpi sedang bermain kejar-kejaran dengan para sepupuku dan adikku
tetapi Cilim hanya duduk diam dengan wajah sedih sembari menyaksikan kami
bermain. Ketika bangun, aku bertanya-tanya: "Kenapa
Cilim tidak ikut bermain padahal biasanya dia yang selalu punya ide
permainan?"
Beberapa hari kemudian
pada hari Minggu mama datang menjenguk aku dan adikku lalu dia mengabarkan
bahwa Cilim telah meninggal beberapa hari lalu karena kecelakaan. Dia dan
teman-temannya melihat becak terparkir lalu dipakai diam-diam. Temannya yang
menyetir becak segera melepaskan setir ketika berpapasan dengan truk. Becak pun
tak terkendali dan Cilim yang menjadi penumpang becak tersebut segera dilindas
truk dan meninggal.
Kala itu aku baru
mengerti maksud mimpiku. Rupanya Cilim tidak ikut bermain karena dia telah
tiada. Mungkin saat itu dia berpamitan kepadaku. Aku pun berharap kami bisa bertemu lagi di surga kelak agar bisa
bermain bersama lagi. Namun, setelah aku masuk Kristen dan mengetahui bahwa
dia meninggal bukan sebagai Kristen, aku pun tak tahu harus berkata apa kepada
engkuku. Bagaimana kalau kami tidak bisa bertemu lagi? Mungkinkah kami akan
bersedih hati? Bukankah di surga tak ada kesedihan?
Wahyu 21:4 Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.
0 komentar:
Post a Comment