Sunday, November 1, 2015

Sudah Diberi Ati Kok Masih Minta Rempelo?

Aku Mulai Kesal dengan Alasannya
Catatan Ibadah ke-2 Minggu, 01 November 2015

Dia pun merasa sakit hati karena diminta meninggalkan ladang kecil tetapi dia tidak mau pergi kecuali diberi pesangon sesuai keinginannya. Maka, aku hanya bisa berkata: "Buat apa kamu sakit hati terhadap kata-katanya. Itu 'kan hanya kata-kata semata karena faktanya dia tidak melarangmu tetap bekerja di ladang kecil ini. Kalau di ladang lain, kamu bisa langsung dipecat tanpa pesangon seperti yang dialami temanku."

Jadilah Pembawa Damai
Lantas dia bertanya: "Apa salahnya?"
Jawabku: "Kesalahannya adalah membantah atasan atau bos."
Dengan percaya diri berlebihan dia berkata: "Tidak bisa. Penjaga ladang utama lebih membutuhkanku daripada penjaga ladang kecil ini."
Kataku: "Sudahlah. Buat apa kamu terus menerus ribut dengan penjaga ladang kecil? Bagaimanapun juga dia itu atasanmu. Kamu tidak berhak menggurui dia. Kamu bisa memberinya saran tetapi kalau dia tidak mau menerima saranmu, ya jangan dipaksakan. Belajarlah dari Daud terhadap Saul. Walaupun Saul menyebalkan, Daud tetap menghormati Saul dan tidak cari ribut."
Balasnya: "Tapi 'kan lama."

Ouch... Apakah ini pantas dijadikan alasan untuk ribut terus?

Puteri Kriminolog 'kan masih dibayar oleh pemilik ladang. Dia masih mau upahnya tetapi kok tidak mau menerima tugasnya dengan penuh tanggung jawab? Setiap kali tugasnya menumpuk dia selalu bersikap seperti puteri manja dan menyerahkan tugasnya kepadaku. Sesekali yach aku bantuin. Tapi, kalau terus menerus, emangnya hanya dia yang sibuk? Enak saja sudah diberi ati kok masih minta rempelo. Ntar kalau kuberi rempelo, pasti minta jantung.

Dia selalu berpikir bahwa dia yang paling sibuk tetapi dia tidak pernah menghitung banyaknya jam santai yang telah dia lalui selama di ladang kecil. Beberapa orang sampai sering lembur dan tidak pernah cuti tanpa mengeluh tetapi dia terus saja mengeluh. Dimana ada dia, di situ ada masalah. Setiap orang di ladang pernah diajak ribut olehnya dan dia tetap saja merasa benar.

Kok mau enaknya terus? Dia selalu berkata: "Kita itu harus saling membantu. Yang tidak sibuk perlu membantu yang sibuk." Namun, mengapa dia hanya mau dibantu tetapi tidak mau membantu? Ketika ada rekan sekerja yang sibuk bekerja pada saat jam istirahat, dia malah sibuk membaca berita-berita kriminal dengan dalih supaya bisa waspada terhadap berbagai tindak kejahatan. Ah, apanya yang saling bantu? Bahkan, berita kriminal tersebut malah meracuni hati dan pikirannya sehingga dia selalu mencurigai setiap orang yang ditemuinya. 

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.