Sunday, November 1, 2015

Aku Mulai Kesal dengan Alasannya

Puteri Kriminolog Berusaha ‘Cuci Tangan’
Catatan Ibadah ke-2 Minggu, 01 November 2015

Ketika penjaga lumbung kehilangan barang dan harus menggantinya, penjaga ladang mengizinkannya untuk mencicil. Namun, Puteri Kriminolog keberatan dengan hal itu dan meminta segera diganti secepatnya (tanpa mencicil). Untunglah penjaga ladang tidak terprovokasi oleh kata-katanya.

Namun, ketika Puteri Kriminolog berbuat salah, dia selalu berkata: "Maklum lha... namanya juga manusia... bisa salah. Maaf ya." Bahkan, bila diperlukan, dia tidak segan-segan menangis minta diampuni kesalahannya. Yesus, Kau pun telah berbaik hati mengampuninya berulang kali tetapi mengapa dia tetap sulit mengampuni orang lain?
Matius 18:32-35  Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Puteri Kriminolog semakin aneh saja. Katanya dia kaya tetapi mengapa dia menangis amat keras dan mempermalukan dirinya di depan banyak orang hanya karena Rp100.000,-? Bahkan, ini bukan kejadian yang pertama baginya. Kok dia tidak juga sadar sich? Katanya mau sportif, mana buktinya?

Enggan Melakukan Firman Tuhan
Oh Bapa, dengarlah curhatku karena aku sudah tak sanggup lagi menerangi kegelapan hatinya. Jika terus menerus mendengar keluh kesahnya, aku bisa terseret ke dalam kegelapan jiwanya. Ouch... sekarang saja aku sudah mulai kesal. Aku merasa seperti orang yang berusaha menariknya keluar dari gua yang gelap tetapi dia selalu tidak mau dengan beragam alasan.

Katanya dia selalu bertanggung jawab (tidak seperti Pontius Pilatus) tetapi kenapa dia malah melarikan diri dari tugasnya dengan beragam alasan? Ada kalanya dia beralasan mau menghadiri pesta ultah. Ada kalanya dia beralasan mau ke rumah sakit untuk di-vaksin. Bahkan, dia cuti pada saat tugas menumpuk dan dengan sengaja melemparkan pekerjaannya kepadaku. Apa pekerja profesional layak meninggalkan tugas untuk suatu kepentingan yang tidak mendesak? Penjaga ladang kecil pun tidak menolak permintaannya karena sudah muak ribut dengannya dan sudah lelah mengusirnya.

Hmmm... Mengapa Puteri Kriminolog mendahulukan hak di atas kewajibannya? Dia pun berdalih bahwa dia lebih mengutamakan keluarga daripada pekerjaan. Kalau begitu, mengapa dia tidak menjadi ibu rumah tangga saja sesuai permintaan penjaga ladang kecil? Dia pun beralasan bahwa penghasilan suami tidak cukup baginya. 

0 komentar:

Post a Comment

* Semua Catatan Ibadah di blog ini tidak diperiksa oleh Pengkhotbah terkait.