Mengklaim Janji Tuhan
“Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20)
Kami pun diangkut dengan truk pinjaman ke rumah pinjaman. Saat itu tanpa sadar aku tersenyum sambil melambaikan tangan kepada tukang becak kenalan keluarga kami yang berderet di pinggir jalan. Dia langsung berkata dengan lantang: “Rumahnya terbakar kok masih bisa senyum.”
Mendengar kata-katanya aku jadi tersadar dan malah semakin ingin tersenyum karena aku berpikir: “Kenapa tidak boleh senyum? Memang sich tempat tinggalku terbakar tetapi kami semua selamat. Kenapa aku harus berfokus pada yang hilang? Bukankah masih ada yang tersisa. Aku dan seisi rumahku masih boleh hidup tanpa lecet sedikit pun. Bukankah ini anugerah? Seandainya Tuhan tidak membuatku lupa cuti, mungkin aku sudah meninggal bersama ortu. Bila hari ini aku jadi cuti, aku pasti menutup toko pada siang hari untuk beristirahat bersama ortu di kamar atas. Jika kami ada di lantai atas, pasti sulit bagi kami untuk menyelamatkan diri. Namun, Tuhan masih memberi kami kesempatan untuk hidup lebih lama...”
Mendengar kata-katanya aku jadi tersadar dan malah semakin ingin tersenyum karena aku berpikir: “Kenapa tidak boleh senyum? Memang sich tempat tinggalku terbakar tetapi kami semua selamat. Kenapa aku harus berfokus pada yang hilang? Bukankah masih ada yang tersisa. Aku dan seisi rumahku masih boleh hidup tanpa lecet sedikit pun. Bukankah ini anugerah? Seandainya Tuhan tidak membuatku lupa cuti, mungkin aku sudah meninggal bersama ortu. Bila hari ini aku jadi cuti, aku pasti menutup toko pada siang hari untuk beristirahat bersama ortu di kamar atas. Jika kami ada di lantai atas, pasti sulit bagi kami untuk menyelamatkan diri. Namun, Tuhan masih memberi kami kesempatan untuk hidup lebih lama...”
Lalu kataku dalam hati: “Iya benar... waktu kecil itulah salah satu janji Tuhan yang paling kusukai. Namun, bagaimana mungkin Dia masih menepati janjinya? Bukankah waktu remaja aku sempat melupakan-Nya dan sempat mengusir-Nya? Bahkan, saat itu aku tidak mau lagi membaca firman-Nya dan ingin berpihak kepada setan. Seandainya ada teman atau saudara yang berjanji untuk menyertaiku tapi kuusir, pasti orang itu akan benar-benar meninggalkanku. Namun, Tuhan masih menepati janji-Nya hingga kini...hehehe... Ini berarti Dia akan menolongku hingga tuntas, termasuk soal biaya renovasi rumah.”
Sesampai
di rumah pinjaman kami harus bekerja keras membersihkan kamar
mandi dan ruangan yang akan dipakai tidur. Lalu tiba-tiba teman titi datang berkunjung ke tempat
tinggal baru kami sambil membawakan beberapa nasi bungkus, peralatan mandi, dan
selimut. Bahkan, ada yang sengaja pulang sebentar ke tempat kosnya untuk
mengambil dan memberikan kasur lipat setelah
dia melihat bahwa kasur kami basah karena sebelumnya telah disemprot PMK.
Sebelum
tidur di malam hari aku curhat sama Tuhan: “Tuhan, terima
kasih Kau hindarkan kami semua dari amukan si jago merah tanpa luka sedikit
pun. Terima kasih Kau beri kami tempat tinggal baru dan banyak bantuan. Namun,
kami tak mungkin tinggal di pengungsian ini untuk waktu yang lama. Jadi, kami
butuh uang untuk merenovasi rumah kami atau biaya kontrak rumah atau modal
usaha.
Kerabat dekat kami sudah tak bisa memberikan bantuan
uang karena beberapa tahun lalu mereka telah memberi begitu banyak pada saat
kami mengalami kasus penipuan. Tabungan dan gajiku tampaknya hanya cukup untuk
membiayai kuliah dan sekolah adik-adikku. Aku juga tidak mungkin meminjam uang
pada perusahaan karena cicilannya juga akan menyulitkanku. Jadi, sekarang aku
hanya bisa meminta kepada-Mu. Tolong bantu kami, Tuhan. Kau telah berjanji
untuk menyertaiku hingga akhir zaman. Maka, Kau pasti menolong kami hingga
tuntas.”
TETAP TERSENYUM (album 'Kupercaya Mujizat')
ReplyDeleteTetap tersenyum di kala kulemah
Sebab Tuhan besertaku
Dia angkat hidupku dari lumpur dosa
Pulihkan dan sembuhkanku
Kupercaya mujizat-Mu pasti terjadi
Sebab tiada yang tak mungkin bagi-Mu
Kupercaya mujizat-Mu pasti terjadi
Engkau Tuhan tepati janji-Mu