Kamis, 14 Mei 2015 hawa panas tak
menghalangiku terlelap di siang bolong. Kulihat diriku berada di sebuah ruang
pertemuan kecil. Di dalamnya ada sebuah papan tulis hitam dengan kapur-kapur
kecil di sekitarnya. Di depan papan tulis ada sebuah meja kecil panjang
cokelat. Aku pun bertanya-tanya: "Menunggu
siapa?"
Ternyata beberapa orang di ruangan itu
sedang menunggu kedatangan pasangan suami isteri pendeta. Karena mereka tak
kunjung datang, aku berniat menyusul mereka tetapi di tengah jalan kami
berpapasan. Lalu ibu pendeta berkata kepadaku sambil menunjukkan arah: "Tolong kamu matikan kran air di dekat
kolam renang sana." Setelah itu mereka bergegas pergi ke ruang
pertemuan.
Ketika aku tiba di kolam renang berlantai
keramik putih tanpa air, kulihat air kran mengucur deras dan hampir memenuhi
tempat cuci tangan. Aku pun buru-buru menuruni tangga kolam renang agar segera
tiba di dekat kran tersebut. Namun, lantai kolam yang licin telah membuat
kakiku terpeleset sehingga aku segera berpegangan pada bibir kolam renang.
Air kran semakin membanjir hingga memasuki
kolam renang. Tiba-tiba aku sudah duduk di atas perahu kayu kecil yang
membawaku terapung di atas air banjir. Tak lama berselang air kolam semakin meninggi
dan terlihat semakin keruh. Ular-ular besar dan kecil juga terlihat mengapung
di kolam tersebut. "Aaaaaaaaah...",
teriakku tetapi tak ada yang datang membantu.
"Oh,
kemana pendeta-pendeta itu? Mengapa tidak mencariku ketika aku tak jua kembali
ke dalam ruangan?" Perahuku mulai terhanyut
aliran air yang semakin deras bersama ular-ular besar di sekitar perahuku: "Aaaaaaaaah...."
Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. (Mazmur 121:1-2)
Kemudian di salah satu sudut kolam yang
dekat dengan kran air tampaklah Philip Mantofa sedang berdiri di sana dengan
Alkitab terbuka di tangannya. Lalu terdengarlah dia membaca mantra. Entah apa
yang diucapkannya tetapi air banjir mulai surut dan ular-ular pun menghilang.
Damai sejahtera kembali melimpah ruah memenuhi hatiku. Perahu pun ikut
menghilang dan kudapati diriku berdiri sendirian di dalam kolam renang tak
berair (dekat anak tangganya).
Wew... syukurlah hanya mimpi belaka. Tapi, mungkinkah iblis beraksi di siang bolong? Di film-film horor 'kan mereka hanya beraksi di malam hari...hihi...hi...
Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. (1 Petrus 5:8)
Dia Menghiasi Mimpiku: Lubang Gelap di Dalam Gereja
Beberapa hari kemudian aku kembali terlelap
di malam yang gelap. Ketika kubuka mataku kudapati diriku sedang berjalan-jalan
di bawah cahaya rembulan bersama serombongan orang di bawah pimpinan Philip
Mantofa. Kami mengikutinya hingga tiba di sebuah gereja kecil.
Lalu kami melihat di bagian tengah dalam
gereja ada sebuah lubang persegi panjang yang cukup besar. Lubang gelap ini
terletak melintang mulai dari bagian tengah gereja hingga ke dinding sehingga
tak seorang pun bisa memasuki gereja karena takut terjatuh ke dalam lubang
tersebut.
Lantas Philip Mantofa mengangkat seorang remaja puteri hingga berhasil menyeberangi lubang tersebut dan dia berhasil. Lalu kulihat papan kayu segera diturunkannya untuk menutupi lubang tersebut dan pintu penyekat ruangan juga berhasil dibukanya sehingga rombongan kami bisa menempati bangku-bangku gereja yang ada di sana.
Philip Mantofa segera duduk di deretan
bangku paling tepi nomer dua dari belakang. Aku pun duduk di bangku tengah
paling belakang sembari mengamati orang-orang yang berdatangan memenuhi
bangku-bangku gereja. “Apa yang akan terjadi?”
Eh... aku malah terbangun dari mimpiku. Maksudnya apa yach? Kok bisa ada lubang sebesar itu di gereja?
0 komentar:
Post a Comment